Bagian 4

1.9K 116 65
                                    

Terkadang teman yang paling kamu percaya adalah teman yang diam-diam menikammu dari belakang.

         **
Tisa dan Ian  berjalan beriringan dari parkiran menuju kelas. Tepat di  taman kampus, ia melihat Zara menuju ke arah keduanya. Dengan sigap, keduanya menjauhkan langkah mereka.

"Hai," sapa Zara setelah sampai di taman kampus.

"Hai, juga, Ra." Tisa menyapa balik Zara. Ada perasaan takut dalam benaknya. Ya, takut ketahuan kalau ia sudah berpacaran dengan Ian.

"Kalian berangkatnya bareng?" tanya Zara yang spontan membuat--keduanya sedikit shock.

Ian menggeleng pelan, "Nggak, Ra. Tadi nggak sengaja ketemu di parkiran. Jadi, sekalian bareng."

Zara hanya mengangguk. Tak ada kecurigaan dalam hatinya. Ia berpikir se-positif--mungkin.

"Yuk, ke kelas," ajak Tisa kemudian mengandeng tangan Zara menuju kelas.

Sesampainya di kelas, Zara duduk di belakang Tisa. Dan, Tisa duduk di depan sendiri--sebelah Ian.

Selang beberapa menit kemudian, Zara menghampiri meja Tisa untuk menanyakan kejelasannya mendekatkannya dengan Ian.

"Tis, gimana udah ada cara buat ndeketin aku sama Ian?"  tanyanya lirih.

Tisa mengancungkan dua jempolnya. "Beres," ucapnya berbohong.

Zara seketika tersenyum. Ia sudah membayangkan rencana Tisa akan berhasil. Dan, sebentar lagi ia akan dekat dengan Ian. Ia sedikit melirik--ke arah Ian.

Ian-- yang sadar diperhatikan oleh Zara langsung menengok. Dengan cepat, Zara langsung mengalihkan pandangannya.

       **

"Apa? Jadi kamu sama Ian--jadian?" tanya Keyla saat istirahat tiba. Hal itu jadi patokan Tisa untuk menyeritakan semuanya--saat Zara sedang pergi ke kantin dengan Ilma.

Tisa hanya mengangguk, tak memedulikan. Setelah ia pikir-pikir--kenapa ia harus memedulikan kebahagiaan Zara. Toh, Ian lebih suka dengannya dibandingkan dengan Zara.

"Kamu gila? Kalau Zara tahu, gimana? Kamu tahu kan Zara udah hampir 3 tahun suka sama Ian?" pekik Keyla-- seolah tak terima. Ia tak menyangka, Tisa tega menikam Zara dari belakang.

"Ian lebih suka sama aku--dibandingkan sama Zara," celetuk Tisa sambil memutar rambutnya--yang panjang.

Keyla masih  menggeleng tak  percaya.

"Zara udah tahu?" tanya Keyla lagi.

Tisa menggeleng cepat. "Belum waktunya. Nanti dia juga bakalan tahu, kok. Kamu bisa kan rahasia-in semua ini dari Zara?" Tisa memberikan uang seratus ribuan pada Keyla.

"Nah, ini baru aku bisa jaga rahasia," gumam Keyla sambil menerima uluran uang dari Tisa.

Tisa mengibaskan rambuntnya, "Siapa sih yang nggak mau sama Ian. Udah ganteng, kaya lagi."

Keyla menujuk jari telunjuknya ke arah Tisa. "Better choice."

Saat mereka berdua bercakap-cakap, Ian datang sambil membawa minuman untuk Tisa.

"Sayang, ini minuman buat kamu," ucap Ian mesra.

"So sweet," sahut Keyla lalu meninggalkan keduanya.

"Keyla, udah tahu?" tanya Ian penuh tanda tanya.

Tisa mengangguk antusias.

"Tapi, dia nggak bakal kasih tahu  Zara, kan?" Tisa mengangguk lagi.

Miss PrimadonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang