Bagian 36

322 21 2
                                    

Tisa melangkahkan kaki menuju kelas. Sepanjang lorong, semua melihatnya dengan tatapan tidak suka.

     "Oh itu cewek nggak tahu malu," bisik salah satu seseorang. Meskipun suara orang itu rilih, Tisa masih mendengar suara itu. Tisa memilih mengabaikan dan terus melenggang menuju kelas. Sesampai di kelas, gadis itu langsung duduk di paling belakang.

     "Eh, itu si Tisa, kan? Masih berani juga dia."

  "Iya. Nggak tahu malu banget jadi cewek.

   "Jijik gue punya temen kayak dia."

Perkataan-perkataan itu terdengar biasa di telinga Tisa. Ya, Tisa sudah biasa dari dulu mendengar umpatan-umpatan tidak suka. Tisa membuka kedok yang sebenarnya belum lama ini. Teman sekampus Tisa hanya tahu kalau Tisa perempuan yang kalem, tapi pada akhirnya semua orang tahu siapa dia. Semua itu hanya masalah waktu.

  Zara yang mendengar bisikan-bisikan temannya juga cuek. Semenjak Tisa bersikap jahat pada Zara, Zara perlahan menjauhi Tisa walaupun hubungan dengan Kevin baik-baik saja. Zara hanya tidak mau sakit hati lagi. Zara bukan dendam atau apa, dia hanya ingin berusaha tidak ikut campur seperti teman-teman yang lain, yang selalu mencemooh Tisa semenjak mereka tahu sikap Tisa.

    "Kamu nggak ikut-ikutan bully Tisa, Ra?" tanya Keyla.

Zara menggeleng. "Nggak. Jangan ikut-ikutan, nggak baik. Sudah biarin aja, lah, Key." Zara mendedipkan sebelah matanya.

Keyla mengangguk dan membenarkan apa yang dikatakan Zara. Semua yang terjadi pada Tisa anggap saja sebagai pembelajaran supaya dia tidak seenaknya bersikap kepada orang lain.

  Tak berselang lama, Ian datang dan menatap teman-temannya yang saling berbisik-bisik. Ian sudah paham apa yang dilakukan temannya kalau bukan membicarakan soal Tisa, mantannya itu. Ian bersikap cuek dan memilih diam. Tak ada gunanya membela Tisa. Percuma. Tisa tidak akan berubah.

   "Bodo amat sama itu cewek," gumam Ian langsung duduk di depan Zara dan menoleh ke belakang. "Itu teman-teman pada hujat Tisa?"  Ian setengah melirik ke arah Tisa yang duduk di paling belakang.

Zara dan Keyla kompak mengangguk.

     "Udah biarin aja." Zara angkat bicara. "Yang penting kita nggak ikutan julid."

  Ian mengangguk.

Entah kenapa, Tisa malas lama-lama mendengar hinaan demi hinaan itu. Tisa memilih keluar kelas dan membolos sebelum kelas dimulai.

      "Dasar makhluk nyinyir!" Tisa terus berjalan sampai gerbang depan kampus. Tisa menghela napas dan menunggu angkutan lewat. Ya, Tisa terpaksa naik angkutan umum karena Tisa sudah tidak mempunyai uang banyak. Apalagi beban hidupnya semakin bertambah. Beberapa saat kemudian, angkutan datang dan berhenti di depan Tisa, Tisa segera masuk angkot.

    "Pengap banget di sini!" Tisa mengeluh karena suasana pengap dan penuh orang-orang di dalam angkutan.

  "Kalau nggak mau pengap naik taksi dong, Mbak.  Berisik amat!" celoteh ibu-ibu berusia empat puluhan yang melirik ke arah Tisa yang tidak senang dengan ucapan Tisa.

"Kan emang bener, Bu," jawab Tisa.

"Ya udah, Mbak, keluar aia dari sini." Ibu itu sedikit mendorong tubuh Tisa sampai gadis itu terjatuh di tengah-tengah. Tisa kesal bukan main, lalu Tisa segera berdiri sembari membersihkan tubuhnya yang terkena debu.

   "Pak, saya turun sini aja," ucap Tisa. Angkot itu berhenti dan Tisa segera turun dan membayar pada supir angkot.

Tisa menghentakkan kaki, masih dengan perasaan kesal.

  "Dasar ibu-ibu sialan!"

Dengan langkah pelan, Tisa terpaksa harus berjalan sampai kontrakan yang lumayan bisa menempuh waktu lima belas menit.

  "Nggak mungkin juga gue naik angkot lagi, uang gue udah nipis!"

Saat Tisa melangkahkan kaki, ada seseorang yang memberhentikan motornya di depan Tisa. Tisa mengernyit dan tidak mengenali seseorang itu. Seseorang itu lalu membuka helmnya,ternyata Rehan.

   "Udah jadi cewek kere?" tanya Rehan, bermaksud meledek.

"Bukan urusan lo."

"Itu karma buat lo, Tisa."

"Maksud lo apa bilang kayak gitu, hah?" Tisa maju satu langkah dan menarik jaket yang Rehan gunakan.

"Pikir sendiri." Rehan memegang tangan Tisa dengan kencang.

"Lo kasar banget sama cewek!" Tisa berusaha melepaskan cengkraman Rehan.

"Gue lepasin tangan lo." Rehan melepas cengkraman dan menutup kaca helm. "Gue pergi dulu." Rehan melajukan motor begitu saja.

   "Sialan!"

Miss PrimadonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang