Bagian 17

741 30 12
                                    

Tisa mendekatkan diri pada Kevin yang tengah sendirian di taman kampus. Sikap pelakornya mulai muncul.

"Hai,"sapa Tisa.

Kevin setengah melirik. "Kenapa?" tanya Kevin, cuek.

"Nggak. Kalau aku lihat-lihat kamu ganteng juga, ya, Vin?"

Kevin mengernyit dengan perkataan Tisa barusan. Dia hanya mengedikkan bahu acuh dan memilih berlalu meninggalkan Tisa. Tisa tidak diam begitu saja, dia menyusul Kevin dan menarik lengannya.

"Lo apaan, sih?" Kevin menaikkan sebelah alisnya.

Tisa kemudian menarik tangan Kevin menuju kelasnya. Akal liciknya mulai bersarang. Di depan Zara dia mengaku kalau dia jadian dengan Kevin. Sengaja supaya Zara sakit hati. Perkataan Tisa membuat Zara panas dan langsung percaya begitu saja.

"Semua cowok sama aja!" seru Zara lalu menampar wajah Kevin dan berlalu meninggalkan kelas.

Kevin tidak bergeming sedikitpun. Dia menggeleng dan mengejar Zara untuk menjelaskan semuanya.

"Ra, tunggu," panggil Kevin.

Zara tidak memedulikan panggilan Kevin, dia tetap berlari menuju keluar kampus. Pikirannya kacau. Dia tak menyangka Kevin ternyata sama saja dengan laki-laki lain. Sementara Kevin kehilangan jejak Zara.

"Ini semua gara-gara cewek sialan itu. Gue harus samperin dia sekarang juga dan minta dia jelasin semuanya!"

Kevin kembali ke kelas Zara dan menemui Tisa.

"Lo harus jelasin ke Zara, Tis. Gue nggak mau tahu!"

Tisa mengibaskan rambutnya. "Males. Udah lah, Vin, nggak usah munafik. Semua cowok di sini suka sama aku, masak kamu enggak ,sih?"

Kevin jijik melihat Tisa yang sok kecantikan itu. Bagi Kevin, Tisa tak ada menariknya sama sekali. Hanya laki-laki bodoh saja yang mau menjalin cinta dengan perempuan playgirl seperti dia.

Kevin sudah muak dengan Tisa akhirnya berlalu pergi. Tisa menyunggingkan bibir dan berkata. "Lihat aja gue bakalan dapetin lo Kevin. Gue tahu lo anak orang kaya. Habis dapatin lo, gue bakal putusin pacar gue yang sekarang."

Zara termenung di sebuah halte yang tak jauh dari kampus. Dia menangis, dan dia tidak menyangka Kevin akan melakukan hal setega itu. Air matanya terus bercucuran mengenai wajah dan pipinya. Seketika ada seseorang yang menepuk bahu dan Zara menoleh.

"Ian?"

Ian mengangguk. "Iya, Ra. Kamu ngapain  di sini?"

"Aku sedih Kevin jahatin aku," jawab Zara.

"Kenapa?"

"Kevin jadian sama Tisa."

Ian terbelalak kaget dan dia juga tidak menyangka Kevin yang terlihat baik ternyata sama saja dengan yang lain, yang mau saja dipacari Tisa yang playgirl itu. Tapi di sisi lain, sebenarnya Ian tidak percaya sepenuhnya. Bisa saja itu hanya akal-akalan Tisa. Ian paham sepertinya Tisa tidak suka kalau melihat Zara bahagia.

"Kamu bicara baik-baik dulu sama Kevin, Ra," saran Ian. "Aku takut ini cuma akal-akalan Tisa aja. Kamu tahu lah sikap dia gimana kalau ada cowok ganteng sedikit aja. Contohnya aku, dia cepet banget, ninggalin aku."

Zara mengangguk dan menyeka air matanya. "Iya, Ian. Aku nggak tahu salah aku apa kenapa Tisa selalu bersikap seperti itu. Dia kan sahabatku."

Ian menyunggingkan bibir. "Mana ada sahabat yang tega ngerusak kebahagiaan sahabatnya sendiri. Kamu masih aja nganggep dia sahabat?"

Zara mengangguk.

"Hebat, ya, kamu. Udah diperlakukan kayak gitu masih aja nganggep sahabat. Kalau aku jadi kamu, aku udah males anggep dia sahabat," ucap Ian, sinis.

"Dia tetap sahabatku seburuk apapun dia," jawab Zara.

Ian melirik ke arah jarum jam yang menunjukkan pukul satu siang.

"Ke kelas yuk, Ra. Udah mau masuk nih." Ian bangkit dan Zara mengikuti langkah Ian.

Miss PrimadonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang