4. Kita Masih Sahabat

122 30 19
                                    

Keringat dingin menghiasi sela-sela jari-jemari Raihan. Terik matahari yang mulai menerpa kulit rupanya tak mampu menghilangkan sensasi dingin aneh itu di tubuhnya. Ada rasa yang menguat dalam relung hatinya tatkala melihat Fila berjalan mendekatinya. Jilbab biru muda dengan motif bunga sakura yang dikenakan Fila membuat gadis itu terlihat sedikit anggun. Sneaker putih yang menghiasi kaki membuat penampilannya semakin chic.

Raihan yakin tidak memiliki riwayat penyakit jantung, begitu pun dengan anggota keluarganya. Namun, sekarang ia merasa detak jantungnya mulai tak normal. Organ pemompa darah itu bekerja lebih cepat dari biasanya. Ia berusaha menenangkan diri dan bersikap biasa saja meski sulit. Sesekali ia membenarkan posisi kacamatanya.

"Ada apa, Han? Kok mau ketemu di sini pagi-pagi?" tanya Fila penasaran.

"Aku mau ngomong sesuatu." Raihan tak tahan menatap Fila, ia mencoba melihat ke arah lain.

Fila menyunggingkan senyum, tampak manis dengan ginsulnya. "Astaga ... sebentar lagi 'kan ketemu juga. Kita ada kuliah jam delapan."

"Fila ... sebenarnya aku ...." Raihan belum berani meneruskan perkataaannya.

Gadis itu menatap Raihan lekat-lekat. "Kamu kenapa? Ada masalah? Siapa yang jahat sama kamu? Sini! Kasih tau sama aku!" canda Fila diikuti kekehan.

"Aku suka sama kamu." kata Raihan singkat. Akhirnya ia berhasil mengeluarkan kata-kata sakral itu dari mulutnya.

Fila yang tadinya berkelakar seketika mati kutu. Dia kaget. Seperti ada balok es yang menimpa lehernya. Kaku. Tak mampu mengeluarkan sepatah kata. Di satu sisi, ia sebenarnya bahagia karena lelaki itu sudah begitu dikenalnya. Sedikit banyak Fila tahu baik buruknya. Namun, yang ia sayangkan kenapa harus sahabatnya. Fila tidak memiliki perasaan lebih untuk Raihan.

"Maaf, Han. Aku ... nggak bisa jawab dulu," ucap Fila sambil cepat-cepat meninggalkan Raihan.

Pemuda itu masih terpaku di bawah pohon. Seluruh tubuhya seperti tak bertenaga. Ia memang lega karena akhirnya bisa mengungkapkan perasaan yang sudah sangat lama menggelayuti pikirannya. Namun Raihan belum sepenuhnya tenang jika masih belum tahu jawaban apa yang akan diberikan Fila nantinya.

Raihan menghabiskan waktu menunggu jadwal masuk kuliah di bawah pohon. Merenung seorang diri. Perlahan mulai takut. Merutuki tindakannya. Bagaimana jika setelah ini Fila akan menjaga jarak dengannya? Sanggupkah ia? Raihan merobek daun-daun yang jatuh tepat di bangku taman.

Kegundahannya semakin menjadi-jadi tatkala perkuliahan jam terakhir usai. Fila belum juga menanggapi pengakuan Raihan. Bahkan di dalam kelas, mereka tak pernah bertegur sapa.

Keesokan harinya pun masih sama. Fila tetap mendiamkan Raihan. Ia juga selalu berusaha mengambil tempat duduk berjarak dengan pria itu saat sedang kuliah. Padahal biasanya mereka selalu duduk tak berjauhan.

Ara yang melihat gelagat aneh keduanya kemudian bertanya pada Fila. Sepulang kuliah, Fila memang sering menyempatkan diri mampir di indekosnya.

"Fi, kamu sama Raihan kok nggak kayak biasanya. Ada apa sih?" tanya Ara heran dengan kebisuan tingkah kedua sahabatnya.

"Ra ... " Fila menatap Ara dengan muka merengut, "aku harus gimana ini?" rengek Fila sambil menggigit bibirnya, sampai-sampai terlihat bak kelinci.

"Gimana apanya?" gadis itu menyilangkan kedua tangan di depan dada. Lalu, tiba-tiba ia menyadari sesuatu. "Eh tunggu. Jangan-jangan Raihan ...." Mata Ara melotot menatap Fila.

Fila mengangguk. Membenarkan tebakan yang masih ada dalam otak Ara. "Dia bilang suka sama aku." Bibir Fila manyun.

"Tuh 'kan. Aku bilang juga apa. Kamu sih nggak percaya. Nggak peka." Ara menghela napas panjang. Ia memang benar, tebakannya tak meleset.

Life is Like An Ice CreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang