12. Segi Cinta Tak Beraturan

97 21 19
                                    

"Kamu tak pernah tahu, kapan perasaan berubah.
Tak perlu menjanjikan kesetiaan, cukup berusaha agar tak goyah."

Parkiran tampak penuh. Berbagai kendaraan, baik roda dua maupun roda empat dari berbagai merek dan warna berjejer rapi. Hari ini merupakan hari pertama lomba cerdas cermat MIPA diselenggarakan.

Usai menunjukkan kartu peserta pada panitia, Raihan, Fila dan beberapa siswa perwakilan dari sekolah mereka segera memisahkan diri. Raihan bersama para perwakilan siswa yang akan mengikuti lomba IPA segera memasuki gedung aula. Pria itu segera menuju ke belakang panggung untuk menyiapkan para siswanya. Sementara Fila memasuki gedung lain, tepat di samping aula. Tempat diadakannya cerdas cermat matematika. Berdasarkan nomor yang didapat sebelumnya, sekolah mereka akan tampil di grup pertama.

Di dalam tempat yang luas itu sudah banyak utusan dari sekolah-sekolah lain bersama dengan para guru pendampingnya. Siswa-siswa peserta ada yang hanya memakai seragam putih biru, ada pula yang menambahkan almamater serta atribut lain sebagai identitas sekolah asal.

Spanduk besar terpajang di bagian panggung. Dekorasi sederhana yang terbuat dari kain turut menghiasi sudut tempat itu. Beberapa tanaman diletakkan dengan tatanan rapi tepat di depan panggung. Di atas panggung juga ada tiga podium untuk para peserta lomba yang telah dikelompokkan dalam beberapa grup.

Beberapa menit sebelum siswanya tampil, Fila segera mencari tempat duduk di depan panggung untuk menyaksikan lomba. Gadis itu tengah mengecek jam tangan ketika suara seorang lelaki menyebut namanya. Suara khas yang sangat ia kenali.

Narya Anggara. Pria yang telah berubah beberapa derajat itu lantas duduk di sampingnya. Tangan kekarnya memegang sebuah paper cup berisi white coffee. Fila memperhatikannya sesekali. Tak ada lagi sosok yang dulu ia kenal selain kharismanya sebagai pria yang berwajah manis. Arya tidak lagi se'lebay' dan seatraktif dulu. Ia kini menjelma menjadi sosok yang terlihat berwibawa.

"Kakak bener-bener berubah ya?" Mata gadis itu kembali menatap panggung di mana panitia pelaksana masih mengecek persiapan perlombaan.

"Memangnya dulu aku di mata kamu gimana?" Arya menoleh, memandangi wajah bersahaja di sampingnya.

"Aku mau jujur, tapi kakak jangan marah," pinta gadis itu sambil menggigit bibir bawahnya. Pria yang berjarak beberapa jengkal di dekatnya mengangguk.

"Kakak itu sedikit lebay dan terlalu perhatian, tapi sebenarnya baik kok." Fila mengakhirinya dengan senyum ragu. Arya tertawa kecil.

Tanpa sadar, ada sesuatu yang membuat si pria berwajah manis terus memandang gadis yang duduk di sebelahnya. Tak ingin dipergoki, Arya menegur diri dalam hati. Ia menghela napas. "Setiap orang akan berubah. Bisa jadi karena kita malu dengan masa lalu atau karena memang ada hal yang sudah semestinya diubah karena tidak sesuai lagi dengan keadaan kita sekarang. Berubah nggak serta-merta membuat kita kehilangan jati diri. Selama yang kita lakukan adalah perubahan ke arah yang lebih baik."

Melihat gadis itu mengerutkan dahi, Arya melanjutkan ucapannya. "Kakak bukannya malu dengan masa lalu. Hanya saja, kepribadian yang dulu itu kurang sesuai untuk pekerjaan yang kutekuni sekarang. Kalo aku masih seramah dulu, bisa-bisa para siswa tidak akan menghormati dan mendengarkan perkataanku kan? Jadinya mereka bakal ngejar guru yang keren kayak kakakmu ini. Belum lagi kalo mereka tau kalo aku ini PNS muda. Bakal pingsan tuh." Fila hampir saja tertawa. Ia spontan menutup mulut dengan tangan kanannya.

Suara MC terdengar lantang memenuhi ruangan. Lomba cerdas cermat akan segera dimulai. Tepuk tangan begitu riuh dari para audience, menyambut peserta yang satu-persatu mulai menaiki panggung.

"Kamu sama Fay gimana?" Arya terlihat begitu santai.

Sangat berbeda dengan Fila yang tiba-tiba tertegun. Tak menyangka akan menerima pertanyaan seperti itu. Ingatannya kembali melayang di hari saat Fay meminta mengantarkan Ara kembali ke kediamannya. Hari itu mungkin hari pertama gadis itu tahu makna kecele yang sebenarnya. Makna berharap pada tempat yang keliru.

Life is Like An Ice CreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang