2. Teman Lelaki

144 34 44
                                    

Guyuran hujan membasahi bumi. Setelah beberapa hari ditemani teriknya matahari yang menyilaukan mata, hari itu langit justru menangis sejadi-jadinya. Bunga-bunga di pelataran kampus ikut bermekaran. Ada pula yang baru mulai menampakkan kuncup. Semua bersuka-ria menyambut turunnya tetes demi tetes rahmat dari Sang Pencipta.

Meski di tengah derasnya hujan, Fila dan teman-temannya tetap mengikuti perkuliahan seperti biasa. Mata kuliah Microteaching yang dibawakan oleh Pak Yoga cukup membuat adrenalin mereka terpacu. Dinginnya cuaca karena hujan tak lagi mereka rasakan. Bagaimana tidak, mereka sudah cukup berkeringat ketika harus bergantian melakukan presentasi.

Jam di dinding menunjukkan pukul sebelas lewat empat puluh lima menit, Pak Yoga mengakhiri mata kuliah hari itu dan mengingatkan kepada mahasiswa lain yang belum melakukan presentasi agar bisa tampil lebih baik di pertemuan selanjutnya.

Ara yang perutnya sedari tadi keroncongan, mengajak Fila ke kantin.

"Fila, ke kantin yuk. Perutku dari tadi ngomong Bahasa Jepang nih," rengek Ara.

"Ngomong apa dia?" tanya Fila sambil tertawa.

"Memangnya kamu nggak dengar? Tadi dia teriak, ya ... harahetta ...," kata Ara memegang perutnya.

"Artinya apa?"

"Aduh ... lapar ...," jawab Ara dengan tangan masih setia melingkar di perut.

"Ada-ada aja kamu. Mau makan apa emangnya?" tanya Fila.

"Mmm bakso. Hujan-hujan kayak gini enaknya yang berkuah. Gimana? Mau ya?" bujuk Ara

"Ya udah deh." ujar Fila pasrah.

"Hei, aku ikut ya?" Tiba-tiba Raihan ikut nimbrung.

"Boleh." kata Ara.

Fila sebenarnya tidak terlalu suka ke kantin. Ia cenderung lebih suka menghabiskan waktu jeda kuliahnya dengan membaca buku. Karena itu pulalah penyakit maag sering mengganggunya. Namun itu tak membuatnya menghentikan kebiasaan buruknya. Tapi kali ini ia bersedia menuruti kemauan sahabatnya.

Di sela-sela asyiknya mereka menyantap kuah bakso, tiba-tiba senior mereka Arya lewat di depan kantin.

"Eh, ada Fila."

Fila hanya tersenyum simpul.

"Tambah lagi aja. Nanti kakak yang bayarin."

"Beneran, Kak? Asik .... Aku mau nambah kerupuk ama kacang. Terus ... jusnya juga." tukas Ara bersemangat.

Haduh ... mati aku. Cukup nggak ya? gerutu Arya dalam hati.

"Ra, apaan sih," protes Fila pada Ara.

Fila merasa tidak enak pada Arya. "Kak nggak usah. Nanti kita bayar sendiri. Makasih."

"Nggak. Nggak apa-apa. Apa sih yang nggak buat kamu. Kamu 'kan adek aku," jawab Arya.

Raihan yang sedikit terganggu dengan kehadiran seniornya itu lalu berteriak kepada ibu pemilik kantin. "Bu, saya mau nambah jus juga."

Apes deh. Nih anak kenapa ikutan juga sih. Arya kembali menggerutu dalam hati.

"Oia, selama ini nggak ada yang gangguin kamu kan, Dek?" tanya Arya pada Fila.

"Nggak ada kok, Kak. Tenang aja ...," jawab Fila santai.

"Syukurlah kalau begitu. Pokoknya kalau ada yang gangguin kamu, bilang aja ke kakak ya? Kakak bakalan ngelindungin kamu," ujar Arya.

"Ingat ya. Kamu mesti lapor sama kakak," lanjutnya.

Life is Like An Ice CreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang