Setelah selesai berbincang dengan Choonhee melalui via telepon, Hunri pun keluar dari kamarnya menuju dapur. Gadis itu merasa haus dan sudah menjadi kebiasaannya untuk meminum susu hangat di malam hari.
Hunri mengaduk susu hangatnya sembari melirik ke arah jam dinding. Sudah pukul setengah tiga, namun ia belum tidur sama sekali. Gadis itu menghela napasnya dan berjalan membawa segelas susunya mendekati meja makan, lalu duduk di salah satu kursi dan mulai menyeruput susu hangatnya.
Hunri sangat tidak menyukai dirinya yang mengalami susah tidur saat malam hari seperti saat ini. Penyakit tersebut hanya akan menyusahkannya saja di saat siang hari nanti. Karena di siang hari yang seharusnya diisi dengan berbagai aktivitas, Hunri malah lemas dengan kondisi tubuhnya yang tidak fit.
Gadis itu mendapat gangguan tidur itu semenjak neneknya meninggal. Ia jadi tidak bisa tidur karena tidak terbiasa dengan kenyataan bahwa ia memang hanya sendiri sekarang. Tidak ada sang nenek lagi yang memeluknya ataupun sekadar mengusap rambutnya sebelum ia tidur.
Hunri sedikit menundukkan kepala dan memasang wajah murungnya. Gadis itu menghela napas beratnya saat merasa dadanya sesak. Ia tiba-tiba menjadi sangat rindu pada sang nenek.
Tidak ingin begitu terlarut dengan perasaannya, Hunri pun kembali mengangkat kepalanya dan ingin segera menghabiskan susu hangatnya. Setelah seluruh susunya kandas, ia pun berjalan menuju wastafel untuk mencuci gelasnya lalu meletakkannya di deretan gelas pada rak piring.
Hunri mencuci tangannya sejenak, lalu mengambil dua lembar tisu yang memang tersedia di sana untuk mengeringkan tangannya. Setelah membuang tisu bekasnya tersebut pada tempat sampah, ia pun kembali melangkah menuju kamarnya. Namun, baru saja ia sampai di ambang pintu kamarnya, ia sudah dibuat kaget dengan suara bel rumahnya yang tiba-tiba berbunyi.
Jam tiga dini hari, siapa yang datang berkunjung?
Hunri merasa detak jantungnya berpacu. Tolong katakan jika ia salah dengar!
Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya cepat, berusaha menjauhkan pikiran negatifnya dan memilih untuk masuk ke kamarnya saja. Namun, lagi. Saat beberapa langkah baru saja diambil Hunri untuk mendekati kasurnya, telinga gadis itu sudah kembali disapa oleh suara bel rumahnya.
Ting nong.
Hunri memejamkan matanya erat dengan kedua tangannya yang juga mengepal di sisi tubuhnya. Bel rumahnya kembali berbunyi, ia harus bagaimana?!
Dengan detak jantung yang terus berpacu, Hunri mulai berbalik menuju pintu kamarnya. Sebelum itu, ia meraih ponselnya terlebih dahulu untuk berjaga-jaga. Jika ada hal-hal yang mengancam dirinya, ia akan langsung menelpon paman, bibi dan Choonhee juga kalau perlu. Atau bahkan ia akan langsung menelpon polisi untuk mengadu.
Hunri menelan ludahnya susah payah sebelum tangannya meraih knop pintu dan berjalan keluar dari kamar. Gadis itu berjalan pelan melewati ruang tamunya yang gelap mendekati jendelanya. Ia ingin mengintip siapa yang datang tanpa mau menghubungkannya dengan interkom. Dan sialnya, ia tidak dapat melihat dengan jelas siapa sebenarnya yang datang akibat pencahayaan yang temaram dari lampu jalanan.
Selagi ia berperang dengan batin dan pikirannya, jantungnya pun semakin dibuat berdetak tak karuan saat ponsel yang berada di genggamannya itu tiba-tiba bergetar panjang.
Sebuah panggilan dari nomor yang tidak dikenal.
Hunri menggigit bibir bawahnya dengan cemas. Sekarang apa lagi, Ya Tuhan?
Hunri menggelengkan kepalanya, ia tidak mau mengangkat panggilan tersebut.
Lantas gadis itupun mengabaikan getaran panjang dari ponselnya dan kembali mengarahkan atensinya pada sosok di luar sana karena bel rumahnya kembali ditekan.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Arrival ✔
FanfictionJeon Jungkook adalah siswa baru di kelas Hunri. Umur pemuda itu sebenarnya sudah mencapai dua puluh empat tahun, tetapi ia memalsukan identitasnya demi menjalankan aksinya. Park Hunri sendiri ialah teman semeja Jungkook, serta orang yang membuat Jun...