Anak Pindahan

692 17 0
                                    

Hari itu adalah awal semester 2 di kelas XI IPA 1, dan wali kelas kami memperkenalkan seorang murid pindahan laki-laki dari kota sebelah. Aku tidak terlalu memperhatikannya, karena kurasa tidak ada yang istimewa darinya. Dan aku pun tidak terlalu tertarik padanya, seorang murid pindah sekolah kan kejadian yang biasa saja. Dia kuperlakukan seperti teman-teman sekelasku lainnya, cukup tahu saja, dan tidak tertarik dengan kehidupan pribadi mereka.

Tapi ada hal yang menggangguku setelah satu minggu, entah hanya perasaanku saja atau bagaimana, tapi aku merasa dia selalu menatapku setiap saat. Ketika di kelas, beberapa kali aku memergokinya sedang menatapku. Dia duduk di shaf ketiga dan aku pun duduk di shaf ketiga, bedanya aku berada di baris paling ujung kiri, sedangkan dia berada di baris ketiga dari kiri, sehingga dengan mudah dia bisa menatapku jika dia ingin. Dan yang lebih menyebalkan lagi, setiap aku memergokinya, dia seakan tidak malu. Kau tahu kan, ketika kau menatap seseorang dan kemudian orang yang kau tatap secara tidak sengaja menatap balik, kau segera membuang muka karena merasa dipergoki, dan merasa malu. Dia tidak! Justru jadi aku yang membuang muka untuk menghindari kami saling menatap.

Di koridor, ketika kami bertemu, tatapannya tak pernah lepas, walau seringkali dia berikan senyuman, dan aku pun membalas hanya demi kesopanan. Di kantin, ketika kami makan siang, dia selalu duduk di tempat yang sama, kurasa itu disengaja. Karena aku dan sahabat-sahabatku memang selalu duduk di tempat yang sama di kantin, itu adalah tempat favorit kami. Jadi dia duduk di tempat yang sama terus menerus agar dia bisa menatapku. Jujur saja aku merasa risih, tapi aku tidak berani memarahinya atau sekedar bertanya, nanti aku dianggap perempuan yang kege-eran. Setidaknya sampai sahabatku Rani merasakan hal yang sama.

"Han... kamu suka ngerasa gak sih?" tanyanya di kantin suatu siang.

"ngerasa apa ya?"

"ngerasa sering diliatin gitu.."

"maksud kamu?"

"apa sih pertanyaanmu aneh banget" Zahra sahabatku yang lain menimpali.

"eh ini serius ya.... Aku ngerasa kalau hana ini sering banget diliatin sama seseorang." Rani sedikit berbisik.

"yaelah.... Biasa aja kali... dari dulu juga begitu..." kata Zahra santai sambil memasukan bakso ke mulutnya. Sementara aku hanya diam, ternyata ada orang lain yang juga menyadarinya!

"tapi ini berbeda.... Aku rasa dia ngeliatin hana nya kayak psiko gitu... masa hampir setiap aku ngeliat dia, pasti sedang ngeliatin hana..."

"eh serius?" Zahra mulai tertarik.

"iya... di kelas, di lapangan ketika olahraga, di koridor sekolah, bahkan.... Saat ini di kantin." Rani berbisik.

"eh... siapa?" Zahra celingak-celinguk.

"bodoh... ga usah celingak celinguk juga kali.." rani memukul pundak Zahra.

"hana kamu ngerasa?" Zahra menatapku.

"hm.. sebenernya iya sih, aku ngerasa udah agak lama dan aku ngerasa risih."

"tuh kan... ternyata bener." Rani menimpali.

"ko kamu diem aja sih? Samperin orangnya bilang gak usah liat-liat terus, bikin risih aja" Zahra emosi.

"ya tapi kan itu perasaanku saja, nanti aku dianggap ke ge-eran lagi." Jawabku.

"huh.. dasar, sekarang ada bukti tambahan dari rani, kalau kamu gak berani biar aku saja. Yang mana orangnya?"

"si anak baru itu kan?" tanya rani. Aku mengangguk.

"oh dia... biar aku yang samperin." Zahra bangkit dari duduknya, diikuti aku dan rani.

Seperti yang telah aku ceritakan sebelumnya, ketika kami mendekati dia yang duduk sendiripun, dia memang sedang menatapku. Ketika kami bertiga duduk di depannya, dia melemparkan senyum.

LaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang