Epilog

299 10 6
                                    


Aroma krim vanilla menusuk hidungku ketika aku masuk kamar. Setelah mandi air hangat dan berganti pakaian aku segera duduk di balkon kamarku di lantai dua. Jam menunjukan pukul delapan malam, masih ada cukup waktu sekitar satu jam untuk menikmati aroma krim vanilla yang sedari tadi menusuk-nusuk hidung. Aroma itu berasal dari setumpuk bunga kecil mungil yang tumbuh rimbun di balkonku. Warnanya ada yang pink, putih, dan juga keunguan, namanya adalah bunga Stock Night Scented. Aku sudah menanamnya sejak lama, dan aku sangat menyukainya karena bunga itu sangat spesial. Mereka hanya mekar di malam hari.

Kini aku mahasiswi semester 2 fakultas psikologi di Universitas Indonesia, dan hari ini aku baru saja berpartisipasi menjadi panitia dalam membuat acara tahunan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas. Hpku terus berbunyi karena pesan terus masuk di grup Whatsapp panitia, mereka saling berterimakasih atas kerja keras semua panitia, dan saling mengucapkan selamat atas kesuksesan acara tersebut.

"Hana kamu ko gak ikut?" Pesan dari Dani ketua panitia padaku di Whatsapp.

"aku ada urusan keluarga penting banget, maaf ya ga ikut makan-makannya..." balasku. Semua panitia memang sedang mengadakan semacam tasyakuran di sebuah tempat makan, tapi aku memutuskan pulang, ada hal yang lebih penting dilakukan sekarang.

Beberapa pesan muncul dari Juna, senior yang sepertinya sedang PDKT padaku, tapi tidak pernah kutanggapi. Juna bukan yang pertama. Sejak menjadi maba sampai sekarang, mungkin ada sekitar sepuluh mahasiswa yang mencoba menggaet hatiku. Sayang mereka harus menemui kegagalan. Sampai saat ini belum ada yang bisa membuat hatiku bergetar seperti dirinya dulu.

Satu pesan masuk dan menarik perhatianku.

"hei... kapan libur? Ayo kumpul"

Itu adalah Rani, kini dia sedang kuliah di fakultas kedokteran UGM. Dulu sih dia inginnya satu kampus saja denganku, tapi takdir berkata lain, dia tidak lulus di UI. Untung saja di UGM dia diterima. Rani mengirimkan foto, terlihat dia dan Zahra sedang makan bersama di sebuah restoran. Sial... batinku, bikin jealous aja. Aku segera membalas pesannya.

"Asuuu...."

Zahra dan Rani memang satu kampus, hanya beda fakultas. Zahra masuk Fakultas Ilmu Budaya. Rani hanya membalas pesanku dengan emot tertawa. Aku sangat merindukan mereka, aku berjanji di libur akhir semester ini aku akan menculik mereka berdua untuk menghabiskan waktu bersamaku. Aku mendengar suara langkah kaki di luar kamarku, ayah masuk, dia terlihat rapi menggunakan koko putih, peci putih serta celana hitam.

"loh... kamu belum siap?"

"bentar yah..." aku segera bangkit dan membuka lemari. Aku mencari-cari sesuatu. "tinggal pake ini." aku menata kain yang kuambil dari lemari di kepalaku, kemudian aku berbalik menghadap ayah sambil tersenyum manja. "gimana?"

"duh duh... cantik bener anak ayah kalau pake kerudung ya..." dia mengusap-usap kepalaku membuat kerudungku acak-acakan kembali. "ih... ayah... kan susah pakenya." Dia hanya tertawa sambil melarikan diri keluar kamar. Aku segera membetulkannya dan turun ke lantai satu, ayah dan ibu sudah siap. Kami segera masuk mobil ayah dan berangkat.

Akhir-akhir ini ayah dan ibu sudah tidak sesibuk dulu, katanya mereka telah menjual beberapa aset sehingga mereka punya waktu lebih banyak untuk di rumah dari pada sebelumnya. Aku tentu senang sekali. Kepergiannya setahun lalu memang memberikan dampak yang luar biasa, ayah dan ibu seakan bergantian selalu berusaha menghabiskan banyak waktu denganku, mereka berusaha selalu ada untukku di saat aku butuh. Mulai dari ibu yang sering memasakan sarapan untukku, ayah yang mengajakku sekedar nongkrong di sabtu atau minggu. Ibu bilang aku banyak berubah, lebih relijius katanya. Ibu bahkan menangis ketika di tengah malam dia mendengarku sedang bermesraan dengan Tuhan.

Setelah tahu bahwa aku sering berkunjung ke rumah pamannya, ayah dan ibuku jadi ingin kenal dengan beliau. Dan kemudian beliau sering berkunjung ke rumah kami atas undangan ayah, mereka sering bercakap-cakap sampai larut malam sekali. Suatu malam aku mendengar bahwa ayah dan ibu telah resmi menjadi muridnya. Aku senang bukan kepalang.

Kami sampai di tujuan, sebuah rumah bergaya modern dan memiliki parkiran yang sangat luas, ada sekitar 7 mobil terparkir di sana. Bersamaan dengan kami ada juga satu mobil lain masuk, itu adalah ayah dan ibu Rani. Kami bertegur sapa saling menyampaikan salam, lalu berbincang sebentar sampai sebuah mobil Honda CR-V hitam muncul. Seorang laki-laki paruh baya turun dari mobil tersebut, kami segera mencium tangannya. Begitu pula orang-orang yang sedang duduk di teras rumah, mereka menyambut laki-laki paruh baya tersebut. Lalu kami berkumpul di dalam rumah mencoba mereguk Cinta Ilahi yang beliau tuangkan.


Close your eyes. Fall in love. Stay there.

Rumi

LaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang