Rasa 2

232 10 3
                                    

Isu itu mulai beredar di grup-grup whatsapp para siswa. Kau masih ingat tagar hari baper nasional karena seorang penyanyi cantik yang terkenal akhirnya menikah dengan seorang laki-laki pilihannya dari Negara tetangga? Kejadiannya hampir sama dengan itu, hanya saja tagar ini setingkat sekolah. Aku sudah bilang kan kalau banyak siswa laki-laki yang suka denganku, dari kelas X sampai kelas XII, dan kini mereka semua mengaku baper dan patah hati karena ada BC yang tersebar di Whatsapp bahwa aku telah berpacaran dengan dirinya.

Zahra dan Rani yang pertama memberitahuku soal ini, karena tentu tidak ada yang berani mengirimkan BC itu kepadaku. Mereka mencoba mengkonfirmasi, apakah itu benar dan kenapa mereka tidak tahu soal ini. Sebagai sahabat, mereka protes keras kepadaku. Aku bilang itu hanya hoax, dia memang menyatakan cinta padaku, tapi dia tidak memintaku menjadi pacarnya, jadi tidak ada tuh yang namanya resmi pacaran. Mungkin itu ulah usil beberapa siswa yang senang membuat sensasi saja kataku. Mungkin karena belakangan ini aku sering terlihat bersama dia, orang jadi menyimpulkan hal itu.

"oke faktanya tidak berpacaran," kata Rani. "tapi bagaimana dengan hatimu? Kamu ingin berpacaran dengannya?"

"enggak ah biasa aja..." jawabku.

"bohong... kamu pikir aku gak tahu, bagaimana caramu menatapnya, dan kamu sering senyum-senyum sendiri sambil ngeliatin dia." Zahra menimpali. "dulu dia sering ngeliatin kamu, eh sekarang kebalikannya."

"apa sih... biasa aja... aku kagum saja kok."

"halah... mana ada perempuan yang tidak lumer hatinya kalau diperhatiin terus kayak gitu."

"ih... aku iri," kata Rani. "aku juga ingin diperhatiin kayak gitu."

"duh... aduh... kan ada aku Rani cantik... aku kan selalu perhatian kepadamu." kata Zahra. Rani menjulurkan lidah kepadanya dan disambut tawa Zahra yang khas.

Ketika isu itu mulai menyebar, Rangga sempat menerorku dengan pesan whatsapp, meminta penjelasan tentang semua itu. Aku tidak menanggapinya, aku hanya balas itu bukan urusannya. Tidak puas dengan itu, dia bahkan datang ke rumahku, dengan sabar aku harus meyakinkan dirinya bahwa terlepas dari fakta aku berpacaran dengannya atau tidak, aku tetap tidak bisa menerima cintanya. Sebenarnya kan aku sudah bilang itu sejak dia menyatakan cinta padaku di semester satu, tapi dia masih gigih ingin mendapatkan hatiku. Akhirnya aku bilang saja ke dia bahwa, aku dan dia memang berpacaran, semoga Rangga tidak mendekatiku lagi setelah itu. Dia pulang dengan wajah yang sangat kecewa.

Sementara itu, reaksi dirinya sungguh biasa saja. Kurasa dia tidak terlalu memikirkan itu karena dia tidak punya whatsapp, tidak punya Hp sih lebih tepatnya. Dia bersikap seperti biasa, tidak ada yang berubah, dan jika ada teman yang mencoba menggodanya, dia tidak menyangkal atau pun mengiyakan, dia hanya tersenyum atau tertawa. Sebenarnya, dia ingin berpacaran denganku atau tidak sih? Aku suka kesal sendiri ketika memikirkannya. Jauh di dalam hati, Aku ingin perhatian itu terus dia berikan kepadaku, aku ingin dia mengisi hari-hariku, aku ingin dia yang mampu membuatku merasa disayangi ini menjadi milikku. Tapi semua rasa itu masih aku pendam.

Setelah rumor tersebut tak lagi menjadi gosip utama di sekolah, aku, Zahra, Rani dan dia semakin sering bersama, terutama di kantin. Awalnya Rani mengajaknya duduk dan makan bersama dengan kami di kantin, lalu Zahra sering mengajaknya nongkrong di tempat kami biasa menghabiskan waktu jumat sore setelah pulang sekolah. Rani dan Zahra bilang bahwa dia orangnya menyenangkan dan asyik diajak ngobrol. Aku sih senang saja, artinya aku bisa bersamanya lebih lama dari biasanya. Aku mulai merasakan sesuatu, rasa kosong yang selama ini kurasakan, terasa diisi oleh dirinya. Aku sering rindu pada dirinya, dan ingin menghabiskan banyak waktuku dengannya.

LaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang