Hari itu dia kembali masuk sekolah setelah seminggu izin, kini setiap kali aku memandangnya, perasaan sedih selalu datang, jadi selama ini dia menyembunyikan fakta itu dari teman-teman dan pihak sekolah? Lalu aku ingat kejadian di tempat pentas seni dulu, sikap Reno yang benci dan merasa jijik padanya, kata najis yang dia ucapkan kepadaku, apakah itu karena Reno sudah tahu bahwa dia mengidap HIV? Sikap Santi dan teman-teman bandnya juga mengisyaratkan itu semua. Apakah karena penyakit itu dia pindah? Atau ada alasan lain? Hari itu aku lebih banyak melamun daripada memperhatikan pelajaran.
Aku pun semakin banyak memperhatikannya, dia tidak berubah sedikitpun, tetap tenang dan riang. Dia tetaplah menjadi dia, anak baik yang selalu membantu teman dalam kesulitan, entah dia kenal atau tidak. Kurasa jika diadakan survey siswa paling baik di sekolah, dia pasti juara, hampir semua siswa menaruh rasa hormat padanya. Kurasa karena itu pula Rangga tidak berani macam-macam dengannya ketika aku dirumorkan pacaran dengan dia. Dia adalah orang pertama yang selalu mengajak teman-teman untuk menjenguk kawan kelas yang sedang sakit, bahkan anak kelas lain pun yang tidak dia kenal dekat selalu dikunjungi ketika sakit. Kata-katanya selalu sopan dan tidak pernah membuat kesal orang lain, selalu tepat janji, tepat waktu dan tidak lalai dalam melaksanakan tugas. Dia adalah orang yang selalu melaksanakan tugas piket kelas dengan sungguh-sungguh, tidak hanya menyapu, dia bahkan mengepel kelas setiap kali piket. Jika urusan berkontribusi untuk kepentingan bersama dia selalu yang nomor satu. Ketika aku tanya suatu hari kenapa dia repot-repot mengepel, toh anak lain juga tidak begitu amat, toh seminggu sekali ada petugas kebersihan yang mengepelkan untuk kita, kataku. Dia hanya menjawab, kalau bersih kan suasana kelas menjadi nyaman, dan semua siswa bisa belajar dengan tenang. Begitu besar perhatiannya pada teman-teman kelasnya.
Sore itu aku memaksa untuk ikut dengannya ke rumah sakit menjenguk ibunya. Aku ingin bertemu ibunya, walau dia bilang percuma karena ibu sudah seperti dalam keadaan koma, tapi aku tetap bersikeras untuk ikut. Dengan diantar Pak Juned kami sampai di rumah sakit dan segera menuju kamar ibunya. Hampir setiap staff rumah sakit dan suster yang kami temui sepanjang perjalanan menyapanya, dia sepertinya sudah akrab dengan mereka semua, apakah karena ibunya sudah lama dirawat di sini? Kami sampai, dan memang tidak ada yang bisa aku bicarakan dengan ibunya. Aku hanya menatapnya berbicara sendiri pada ibunya yang sudah kurus sekali dan dipasangi infus serta alat bantu pernapasan atau apalah namanya aku tidak tahu. Kemudian dia memintaku menunggu di luar, dia ingin sendiri katanya. Aku pun segera keluar dan duduk di kursi panjang di lorong.
Tak lama kemudian suara seseorang yang sangat kukenal menyapaku, aku menoleh dan dia duduk disampingku.
"kamu sering ke sini?" tanyaku padanya.
"gak tiap hari sih, tiga hari sekali lah..." jawab Rani
"jengukin ibunya?"
"iya... nemenin dia juga, dia kan setiap hari selalu kesini sejak ibunya tambah parah."
"kamu tahu kalau dia sakit juga?" aku segera menembaknya dengan pertanyaan itu. Rani hanya mengangguk. "sejak kapan?" lanjutku.
"waktu itu kita lagi berantem, setelah aku ditolak dia." Rani menjawab malu.
"oh... jadi waktu itu kamu nembak dia trus dia tolak?"
"iya... hana.... Dia cuma suka sama kamu, puas?" Rani sebal. Aku memegang tangannya, dia tersenyum, kemudian melanjutkan ceritanya "nah... dia mendatangiku dan dia minta aku tidak menjauhi kamu lagi. Jujur saja aku waktu itu tidak ingin mendengarkannya, aku sedang marah dan sedih kan, terus dia menawarkan sesuatu padaku."
"menawarkan?"
"dia bilang jika dia mau memberitahuku satu rahasia yang bahkan kamu saja gak tahu, apakah aku mau berjanji untuk memenuhi permintaannya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Layla
RomansaLayla, seorang gadis SMA yang merasa ada yang kurang dalam hidupnya, belajar arti cinta dari seorang laki-laki yang aneh. ini adalah kisah tentang pencarian makna cinta dan kehidupan.