[1] 2 Years and Darkness

764 59 16
                                    

Suasana Bandara Internasional Incheon saat akhir bulan September memang begitu ramai, karena banyak para wisatawan asing yang berkunjung ke negara dengan ginseng sebagai ciri khas Korea Selatan saat peralihan musim seperti ini. Tepatnya musim peralihan dari musim panas ke musim gugur.

Seorang perempuan menggeret koper ukuran sedang dari pintu kedatangan menuju pintu keluar untuk menaiki taksi yang memang sudah dipesan sebelum ia keluar dari bandara. Baru beberapa langkah, telepon genggamnya berdering pendek menandakan ada pesan masuk, setelah memberi atensi sebentar membaca isi pesannya bibir merah muda perempuan itu terangkat tipis.

Baru mengetik beberapa kalimat si pengirim pesan menelepon tiba-tiba membuat perempuan itu menarik napas samar lalu menjawab telepon itu seraya melangkah kembali.

"Halo, ada apa?"

"Bibi Ra meneleponmu tidak diangkat katanya? Dia baru saja menghubungiku tadi. Tolong kau angkat teleponnya Nona Ra, kau itu anak macam apa sih?"

Perempuan itu terkekeh, menggeleng sebentar. "Aku sudah memberi kabar padanya sebelum keberangkatan tadi, lagi pula kau itu tinggal bilang pada ibuku kalau aku pasti akan tiba dengan selamat apa susahnya sih, Ha Seongwoo?"

Masih mendengarkan kicauan teman karibnya sejak di bangku sekolah, perempuan itu membungkuk singkat pada sang pengemudi taksi yang baru saja memasukkan kopernya ke dalam bagasi mobil taksi yang akan ia tumpangi menuju rumahnya di daerah Yeouido, Seoul.

Lalu, kini dirinya masuk ke dalam taksi berwarna jingga pekat seret hitam itu dan menempatkan dirinya di kursi belakang pengemudi. Tidak lama, taksi melaju pelan meninggalkan hiruk pikuk bandara yang tak pernah sepi.

"Tetap saja, orangtua itu kalau khawatir pada anaknya akan seperti itu. Kalau terus begini, masukkan aku ke dalam kartu keluarga Ra juga biar aku jadi kakakmu saja sekalian, Ra Joona."

Joona tertawa, bersamaan dengan Seongwoo yang juga tertawa setelah berkata seperti itu, sudah hampir puluhan kali mendengar lelaki itu mengatakan hal yang sama dan membuat Joona nyaris lupa bahwa ada kejadian di mana Seongwoo tidak terima hanya dianggap sebagai seorang saudara oleh perempuan bermarga Ra ini.

"Aku akan bilang pada mereka nanti. Juga, tidak perlu beritahu kalau aku sudah tiba di Seoul."

"Kau ini, kenapa sama ibumu sendiri penuh misteri."

"Mereka tahu aku menyayangi mereka, Ha Seongwoo. Aku akan memberi kejutan kecil untuk mereka dan juga –' Joona berhenti bicara sejenak.

Sinar lampu depan mobil lain yang menyilaukan dari sisi lain jalan membuat kepala Joona menoleh dan seketika kepalanya terbentur kaca taksi, hingga bau anyir darah tercium begitu menyengat, telepon genggamnya terlempar dan satu yang ia ingat, kalau Joona belum mendengar suara orangtuanya –terutama ibunya.

W.I.L.L Y.O.U B.E T.H.E.R.E

Joona terentak dengan mata yang membulat sempurna, peluhnya membasahi bantal yang ia jadikan alas kepalanya untuk tidur, jantungnya berdebar kencang hingga rasanya ingin mencuat keluar begitu dering telepon genggam di atas meja rendah dari sofa tempatnya tertidur mengeluarkan bunyi dering yang tak berhenti.

Namun, masih ia abaikan hingga layar telepon genggamnya padam kembali.

Joona mengatur napasnya yang terengah dan terasa begitu tersendat, salivanya ia telan dengan cepat. Apa yang terjadi memang hanya mimpi, tapi mengapa rasanya begitu nyata?

Layar televisi yang masih menyala tak begitu menarik perhatian Joona, pasalnya kini ia merubah posisinya jadi duduk lalu meraih telepon genggamnya, begitu ia nyalakan layarnya ada notifikasi 23 panggilan tak terjawab dari beberapa kontak yang ia kenal dan tentu saja masuk ke dalam panggilan cepat miliknya.

【END】Will You be There 「당신이 거기 있을 것인가」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang