=13=
Joona
Ada sebuah rasa frustasi ketika matanya begitu fokus menatapku, dia melakukan hal – hal kecil yang dapat meruntuhkanku kapan saja. Tapi, entah mengapa aku tidak merasa bahwa ada cinta ketika matanya menatapku, emosi dalam matanya terlalu berkabut dan terus berubah sebagaimana cuaca. Aku tidak dapat melakukan banyak hal ketika dia memelukku, wajah memarnya adalah alasanku menangis, namun ketika aku ingat bahwa ada orang lain yang sedang menunggunya dengan cepat aku meminta dia untuk mengantarku ke flat di mana kami menghabiskan waktu cinta semalamku dengan dia.
Aku cukup stres akhir – akhir ini dan itu sering berpengaruh pada janinku yang sudah memasuki bulan ke tujuh, dan berefek pada perutku sering merasa sakit yang amat sangat, namun aku menahannya.
Selama perjalanan dengan mobilnya, aku memilih untuk memalingkan wajahku ke arah luar dan memejamkan mata agar ia tak mengajakku bicara.
Siapapun yang mendengar doaku, tolong berikanlah kekuatan untuk janinku untuk tetap bertahan apapun yang terjadi. Sekalipun itu menyakiti aku, semoga dikemudian hari tidak akan menyakiti anak ini.
Dan dapat aku rasakan, air mata ini kembali mengalir pelan melewati pipiku.
**
Jalanan cukup padat dan memakan waktu perjalanan lebih lama dari seharusnya. Setelah Chan mematikan mesin mobilnya dengan cepat aku membuka sabuk pengamanku dan membuka pintu mobil.
Kemudian aku teringat akan luka Chan akibat sedikit bertikai dengan Eunwoo tadi. Membuat aku akhirnya berbicara padanya sebelum turun tanpa melihatnya.
"Turun sebentar, lukamu perlu diobati."kataku pelan lalu turun dari mobilnya. Chan memang tak menjawab, namun aku tahu bahwa ia mengikutiku di belakang.
Dalam diriku, aku merasa bersalah dan tidak tenang begitu Chan kembali masuk ke dalam flat ini lagi untuk yang kedua kalinya. Merasa bersalah pada Jina tentu saja. Membawa suami orang lain hanya untuk mengobati luka memarnya yang disebabkan oleh seorang wanita lain yang tidak lain hanya seorang one night stand nya. Itu tidak etis dan rendahan sekali menurutku. Siapapun itu caci makilah aku sampai kalian puas. Aku akan menerimanya.
Aku tak bicara apapun, hingga Chan memilih duduk di sebuah bangku di dekat jendela yang menembus balkon. Chan bukan tamu di sini. Tamu akan datang dan pergi. Tapi Chan? Ia hanya singgah sejenak kemudian pergi dan tak akan kembali. Lebih tepatnya, kali ini aku akan yang memintanya begitu. Meskipun hatiku terasa tertusuk mengatakan itu dimana hanya aku sendiri yang mendengarnya.
"Tolong tahan sebentar, perihnya tak lama."kataku lalu mulai mengobati lukanya di beberapa titik wajahnya.
Aku mengamati wajahnya dari dekat, membuat dadaku bergemuruh karenanya. Ia tidak mengatakan apapun kecuali ringisan kecil sebagai pertahanan dirinya menahan perih dari alkohol dan betadine yang aku berikan.
"Joona," Ia ingin bicara namun aku menyelanya,"Setelah ini tolong jangan ke sini, aku mungkin perlu untuk menemuimu beberapa kali,tapi tidak di sini."kataku cepat agar ia tidak menemukan keraguan yang tersembunyi dari setiap intonasiku berbicara.
"Kenapa?"
"Kau sudah punya pusat duniamu, dan kau tidak akan bisa ambil tanggungjawab atas bayi ini, dan tidak masalah bagiku untuk membesarkannya sendirian."kataku berbicara sejelas mungkin diikuti dengan penekanan.
Aku hanya membayangkan jika aku berada di posisi Jina, pasti rasanya menyakitkan. Entah kenapa justru Chan menatapku dengan jenis tatapan asing yang aku tak mengerti.
Wajahnya tampak kesal mendengar aku mengucapkan hal itu, namun seperti ada emosi asing di sana yang tak pernah aku lihat sebelumnya.
Dia seperti mencari kebenaran di mataku. Dimana aku sibuk menyembunyikannya baik-baik agar dia tak tahu. Bahwa, tidak seharusnya aku merebut apa yang telah menjadi milik orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
【END】Will You be There 「당신이 거기 있을 것인가」
Fiksi PenggemarAku menyadari bahwa selama apa pun aku menunggu, kau tidak akan pernah di sana.. 『Status: lengkap -repub September, 23 2018』