Pagi pagi Vanya sudah sibuk di dapur bahkan para pembantu sudah memintanya untuk melanjutkan membuat sarapa tapi Vanya tetap saja menolak. Akhirnya para pembantu lebih memilih mengerjakan tugas yang lainnya.
"Akhirnya, selesai juga membuat sarapan untuk Rein, moga aja dia suka" Vanya menata nasi goreng, roti bakar, kopi dan teh. Lalu dia naik keatas tadi dia belum beres beres, bahkan dia masih pakai piyama tidurnya.
Butuh waktu tiga puluh menit untuk Vanya membersihakan diri dan make up walau hanya dia hanya menggunakan lipgloss dan polesan bedak tipis di wajahnya, tetep saja make up. Vanya keluar dari kamarnya, entah kebetulan atau gimana tapi Rein juga keluar dari kamarnya, lengkap dengan kemeja warna navy blue, celana panjang warna hitam, di tangannya menenteng jas berwarna hitam, juga tas mugkin berisi laptop dan berkas berkas yang ia kerjakan semalam.
Vanya yang punya inisiatif langsung mengambil alih tas dan jas Rein. Walau awalnya Rein kaget tapi akhirnya dia menyerahkan tas dan jasnya.
Lumayan juga punya istri ada yang membawakan tas dan jasnya. Juga ada yang menyiapkan makan dan menunggunya di rumah. Batin Rein.
Mereka menuruni tangga bersamaan, padahal tadi Rein berjalan duluan.
Rein sudah berangkat kerja beberapa menit yang lalu, sekarang tinggal Vanya yang berada di rumah di temani pembantunya.
Vanya yang enggak ada kegiatan di rumahnya memilih untuk berkunjung kerumah orang tuanya. Walau dia tidak yakin Papanya masih di Jakarta. Tapi apa salahnya datang ke rumahnya.
Vanya membuat cake kesukaan Papanya, hanya dia dan Mamanya yang bisa membuat cake yang disukai Papanya, walau pembantunya dulu sudah di ajari membuat cakenya tapi tetap saja rasanya beda kata Papa.
Selesai membuat cake Vanya menyisihkan untuk pelayan dan satpam disini, dan yang lain untuk Papanya.
"Pak, bisa antar saya kerumah Papa saya" Tanya Vanya pada supir yang sedang mengobrol dengan satpam sambil menikmati cake yang ku buat tadi.
"Baik Non, tunggu sebentar saya ambil mobilnya dulu" Aku hanya mengangguk memperhatikan taman sekitar yang banyak bunga bunga. Mungkin tukang kebun yang menanami bunga bunga cantik itu.
"Non mari" Vanya langsung masuk ke mobil yang sudah siap di sampingnya.
Di dalam perjalanan Vanya hanya diam, memikirkan bagaimana kelanjutan pernikahannya dengan Rein.
Sesekali Vanya menghela nafas. Dadanya terlalu sesak, menerima semua ini. Semua ini terlalu cepat untuknya tapi dia juga enggak mau membuat Papanya kecewa dengannya.
"Non, kita sudah sampai" Pak Hadi supir yang mengantarku membuyarkan lamunanku.
Vanya turun dari mobilnya, rumah ini sepi, walau tadi masih ada satpam yang menjaga tapi apa Papanya ada di rumah, perusahaannya sudah di jual Papanya pada Rein itu yang Vanya tau, jadi Papanya tidak mungkin di kantor.
Vanya masuk ke rumah, dia melihat pelayan di rumah ini sedang membersihkan beberapa figura yang menurutnya berdebu.
"Non Vanya pulang kok enggak bilang bilang?" Tanya mbak Tina pembantu di rumahnya dulu.
"Iya, Papa dimana?" Tanya Vanya pada mbak Tina.
"Bapak sudah ke Kalimantan kemarin" Jawab mbak Tina. Dia sebagai pembantu tau kalo terkadang hubungan ayah dan anak ini sedikit renggang tapi terkadang juga baik baik saja.
"Kenapa Papa enggak menghubungi aku" Vanya bertanya pada dirinya. Walau ucapannya pelan tapi mbak tina mendengar.
"Tuan buru buru Non, katanya ada yang memaling sawit sawit bapak, makanya bapak langsung pulang ke Kalimantan" Vanya hanya menghela nafas, apa segitu pentingnya sawit dari pada di Jakarta sebentar. Anaknya juga baru pulang dari NY.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bila Ku Pergi [END]
Romancepenyesalan memang datang terlambat.. seperti aku yang menyadari perasaanku setelah kamu pergi..... semuanya sudah terlambat... Reinaldo Xaviero