Masa sekolah

125 6 0
                                    

Kesalahpahaman terjadi ketika dua hati enggan untuk berkomunikasi.

Kelas, tempat paling nyaman untuk mengekspresikan diri lewat karakternya masing-masing. Kali ini, Fatimah dan teman-teman kelas yang lain nya sedang latihan senam irama untuk ujian praktek olahraga. Untung saja tidak ada ujian praktek senam lantai. Coba saja kalau ada, pasti Fatimah akan mendengus kesal pada Maudi yang saat ini sudah menjadi patner bermain dan kuliner kemana-mana.

Kali ini, hati Fatimah sedang dipenuhi perasaan gelisah. Sebab, Rafiqi tak kunjung membalas chat darinya. Entah ada guru masuk, atau enggan membalas, atau karena jaringan.

Nanti aku ke atas.

Melihat pesan itu muncul, Fatimah hanya membaca sekilas tanpa membalas. Perasaannya seperti ditarik ulur layaknya permainan tarik tambang jaman dahulu. Pernah berada pada posisi tersebut membuat hati Fatimah bercampur aduk dengan berbagai varian rasa. Kadang rasa suka itu muncul, kadang juga rasa marah dan kesal saling bertemu. Contohnya saja waktu itu Rafiqi mengajak Fatimah bertemu untuk sekedar bersenda gurau, namun ternyata penantian Fatimah berujung harapan. Dia tak kunjung datang, disebabkan karena ada halangan. Namanya juga area sekolah, yah pasti susahlah untuk bertemu di jam pelajaran, jikapun ada jam istirahat, itupun hanya sebentar dan waktunya untuk makan, bukan untuk bertemu.

Maka dari sanalah Fatimah tidak terlalu berharap pada Rafiqi yang akan menemuinya sesuai kesepakatan yang telah dibuat.

"Fatfat, semangat dong latihannya.  Senyuman manisnya mana? Kalau enggak senyum, nanti lucunya hilang dimakan bakwan. Ah nggak asyik banget." Seru Maudi dengan mencolek dagu Fatimah yang kurang bersemangat dalam latihan senam.

"Ogah." Jawab Fatimah dengan jutek dan muka sangarnya.

"Ih judes amat neng, kayak singa jantan."

"Suka-suka gue. Diam nggak? Atau gue tabok pake hp lo."

"Ih serem, akut deh atcu. Matanya kayak sapi bolotot di goleng lima latusan."

"Udah skip it. Maudi, lo nggak mau nanya gitu, Putri yang lucu ini kenapa? Atau tanya apa kek." Tanya Fatimah menautkan sebelah mata, sambil memandang dengan tatapan menggoda.

Sedangkan Maudi memasang wajah datar, dan memicingkan bibir merahnya yang dibalut dengan gincu alias liptin.

"Pasti kesemseum pelet rambutan." Asal jawab Maudi.

Ayo... Kita semua. Sehat dan anak bangsa.
Yo mari-mari generasi mari.
Prok-prok-prok

"Fatimah jangan terlalu cepat. Santai saja, dia yang tak peka pasti akan menggoda." Jelas Yanti sebagai pemandu senam.

"Heh si cantik datang dari manahan, jangan kotori pikiran Fatimah yang polos biadab." Sanggah Maudi.

"Biadab itu apa?"

Semua tertawa.

"Itu tahu tempe dua rebu tiga. Lo nggak usah tahu, nanti nggak lucu." Ledek Maudi kembali yang membuat Fatimah bungkam. Selalu saja dia yang menjadi bahan ejekan, mungkin efek Fatimah yang terlalu lucu jadinya kayak gitu.

"Udah ah, nona cantik dan lucu mau pergi menghadap pangeran. Bye-bye Maudi dan Mauti yang lucu-lucu tapi tak bermutu. Sebab mutu hanya ada di dapur Pak Makmur aman sejahtera sehat sentosa." Jelas Fatimah yang alay kelewat batas sambil berlalu meninggalkan kelas.

Analisa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang