Ini TMI, salah satu hobi Ravel itu mengganggu atau kata lainnya adalah ngajak berantem sama Gavin.
Kakaknya yang bernama Gavin itu paling anti sama yang namanya pengganggu. Jika diganggu sedikit langsung naik pitam, padahal Ravel hanya melempar candaan saja, karena sudah kodratnya Ravel itu si pencari sensasi.
Kala saat Gavin sudah emosi akibat gangguan Ravel, maka keadaan langsung gempar seolah perang dunia akan diadakan kembali. Ravel bukannya takut, malah semakin menjadi karena dia merasa mengganggu Gavin itu sangat menyenangkan. Don't get him wrong. Tidak salah bukan jika Ravel hanya suka melihat Gavin marah-marah? Soalnya Gavin orangnya suka sekali ketenangan sampai-sampai Ravel menganggapnya membosankan dan menyuruh Gavin untuk tinggal di hutan saja.
Layaknya sekarang saat Ravel iseng melempar satu dua butir nasi ke arah Gavin yang sedang menyantap sarapannya dalam diam walaupun sebenarnya sedang menahan emosi yang bergejolak. Seakan belum cukup, Ravel asik sekali melakukannya tanpa henti sehingga Gavin kehilangan kesabaran lalu mendorong kursi milik Ravel dengan kakinya yang langsung menciptakan jarak. Apapun itu agar Ravel jauh-jauh darinya
"Apaan sih, bego?!"
Ravel menatap Kakaknya sedetik kemudian lalu berteriak. "Ma! Ini si Gapin ngomong bego lagi!"
Gavin menipiskan bibir saat mendengar Joane dari dapur sudah memanggil nama Gavin dengan nada menegur. Cowok itu hanya bisa melotot pada Ravel dengan geram.
"Mata lo gak bisa selow ya, mau loncat keluar itu." Ravel mengunyah makanannya dengan nikmat berbanding terbalik pada Gavin yang begitu sengsara harus sarapan dalam satu meja yang sama dengan Ravel.
"Lo gila."
"Bodo, yang penting gue bahagia. Daripada lo kaku idupnya." Gavin heran mengapa Tuhan menciptakan mahluk hidup bernama Ravel yang kelakuanya diatas rata-rata orang sinting dan terlebih lagi bisa-bisanya mengambil gelar menjadi adik lelaki satu-satunya.
Contoh lainnya sekarang, Ravel memasang wajah songong sambil kembali meleparkan butir nasi pada wajah Gavin.
"Bukan cuma buat gue marah, lo juga ngotorin lantai." Gavin menunjuk. "pungut ini!"
"Itu Mbak Tika gunanya apa kalo gitu?" Ravel menyebutkan nama pembantu di rumahnya. Membuat Gavin menggelengkan kepala, menahan diri untuk tidak menjedotkan kepala Ravel sisi meja.
Ravel mulai terkekeh-kekeh, seolah-olah ada sesuatu yang lucu. Gavin merasa horor seketika masih memandang adiknya dengan tatapan aneh.
"Ravel." David Adyatama, ayahnya tiba-tiba menegur saat datang lalu duduk di seberang meja dengan suara berat khasnya yang alhasil membuat Ravel kicep.
"Ayah udah bilang berapa kali jangan bertingkah kayak orang gila?"
"Emang aslinya udah gila kok, Yah." Gavin bersuara dengan menarik senyum miring.
"Apa coba ulang?"
"Udah gila budek lagi."
"Ayah, liat dia nggak sopan!"
"Tadi lo lemparin butir-butir nasi ke muka gue emangnya sopan?"
Ravel mengeraskan rahang, kalau aja David tidak ada mungkin Ravel sudah, "Lo bener-bener—"