Jujur, Ravel juga terkejut dengan apa yang baru saja dia katakan sendiri.Omong kosong macam apa yang baru saja dia lontarkan dari mulutnya? Sumpah, Ravel langsung malu, Kayna juga rasanya kena mental. Sedangkan Gavin—teknisnya dia tidak begitu peduli dengan masalah hubungan percintaan adiknya—tapi kali ini entah mengapa terasa cukup menarik bagi Gavin untuk ikut campur.
"Maaf—apa gue boleh mempertanyakan kebenaran dari omongan nih bangsat satu ke lo?" Gavin kasihan ngelihat Kayna yang tampak tertekan. "Soalnya dia emang suka ngaku-ngaku, dan lo kelihatan gak sesuka itu. So, kalo emang bener, tolong dimaklumi. Emang agak sinting sih."
"Ja—jangan salah sangka, Kak!" Kayna menggeleng panik. Beralih pada Ravel. "Aku—aku bukan pacar kamu, Vel! Maksud kamu ngomong tadi apa?"
Ravel melotot ke Kayna. Bukannya gimana tapi, harga dirinya itu loh!
"As expected." Gavin tersenyum, beralih pada Ravel. "Lo gak malu ngaku-ngaku punya hubungan sama Kayna, padahal gada apa-apa?"
"Hubungannya aku sama Ravel itu, kita tuh temenan Kak. Gitu." Kayna menjelaskan.
"Kalian temenan?" Gavin sok terkejut.
"Iya."
"Too bad."
"Too bad?"
"I mean, you can find someone who's more better than—ck, nevermind." iya, Gavin memang sengaja memanasi Ravel. "—how about, someone like Justin maybe? Ah, tapi bukannya kalian emang temenan deket ya? Good thing. Untuk yang satu ini lo pinter memilih temen."
"You mean, who—?"
"I said, nevermind."
"Gavin Brengsek Adyatama Sialan?"
"Yes?" Gavin mendelik ke arah Ravel, sontak pura-pura terkejut. "Ow—sorry! Gue baru sadar kalo lo masih disini. Padahal gue mikirnya lo tadi cukup ngerasa malu dan milih pergi, but still, ternyata masih disini ya."
"Lo terlihat sangat menikmati."
"What?"
"Mempermainkan gue kayak gini. Lo kelihatan seneng banget."
"Mempermainkan apanya?" Gavin terkekeh.
"That 'someone who's better than'—siapa? Gue?" Ravel mulai marah. "Maksudnya, lo mau bilang kalo si Justin lebih baik daripada gue gitu?"
Kayna memijat jari-jarinya, ini buruk sebab Ravel tidak suka jika dia dibandingkan lagi.
"Ah... ternyata daritadi lo paham omongan gue toh?" Gavin dengan entengnya terkekeh, tampak bangga. "Cukup bagus. Bisa dibilang kabar baik juga. Jadinya gue gaperlu jadi translator tugas-tugas basing lo lagi, atau lo gaperlu nge-cheat pake google translate lagi."
Emang mulut Gavin mesti Ravel sumbat pake sesuatu.
"Lo tau gue nggak suka lo ngebawa nama dia." Ravel mendesis tajam, kelihatan serius banget. "Ngebandingin antara gue sama dia."
"Tadinya mau antara lo sama gue aja, tapi agak kasihan guenya." kata Gavin. "Soalnya lo bakal terlihat serendah itu kalo mau dibandingin sama gue. Lo mau lebih malu lagi?"
"..."
"Tapi udah malu-maluin juga sih, yaudah sama aja."
Malu-maluin?
"Vin, gue serius. Gue nggak suka. Lo masih betah ngatain gue kayak gini?"
Gavin menaikkan alisnya. "Tumben...lo kelihatan serius dan gamau mendebat gue lagi? Biasanya juga lo make tindakan radikal gitu, dengan nonjok gue or, something else..."