#14

72 19 6
                                    

Kayna tidak mengerti. Salahnya dimana? Dia dan Justin hanya sekedar sahabat gak semestinya ada hal-hal yang perlu Lara ragukan dari Justin. Terlihat jelas bahwa Justin hanya menganggap Kayna sudah seperti adik perempuan nya sendiri. Tidak lebih.

"Aku gak tau." Lara setengah bergumam. Perlahan menatap Kayna.

"Aku pacarnya, tapi setiap dia sama aku kayaknya dia lebih mikirin kamu." mata cewek itu memanas tapi belum mengeluarkan air mata. "Gak cuma sekali. Tapi berkali-kali."

"Kak..."  Kayna mencoba mengambil tangan Lara namun cewek itu enggan disentuh.

"Aku gak pernah nunjukin kalo aku sebenarnya marah ke dia. Aku tahan. Tapi kalo kayak gini terus, kalo aku biarin, aku jadi gak ngerasa seperti pacar nya."

"Kak Lara, dengerin aku dulu---"

"Kamu mau ngomong apa? Justin hanya nganggap kamu sahabat? Kamu pikir itu bisa buat aku tenang?!" Lara membentak dan membuat Kayna terkejut. Tubuh gadis itu sedikit bergetar, karena sebelumnya dia tidak pernah dibentak dengan nada setinggi itu.

"Tapi kenyataannya emang gitu. Harusnya Kak Lara gak perlu cemburu, kita emang udah lama sahabat, Kakak tau kan? "

"Sahabat seharusnya tau batas juga kan?" Lara bertanya sinis.

Kayna mengehela napas, "Kalo Kakak takut aku bakalan suka sama Justin, atau ngerebut dia dari Kakak, itu gak akan pernah terjadi Kak." Kayna mencoba tersenyum, sementara Lara terdiam. "Aku... Gak sebanding kayak Kak Lara. Justin tentu lebih milih Kakak daripada aku, lagipula seperti yang aku bilang, aku cuma dianggap adik gak lebih."

Ya. Lara memang punya pemikiran dan ketakutan tersendirinya. Faktor dari takut kehilangan seseorang. Seseorang yang sebenarnya tidak pernah terpikir akan menjadi sosok paling penting di hidupnya. Dia hanya harus mempercayai Justin. Hanya itu. Maka semua akan baik-baik saja. Awal permasalahan ini hanya karena pikiran negatif yang menghantuinya duluan.

Benar.

"Maaf." Lara menghela napas, dia mengelus bahu Kayna sambil tersenyum.

"Gak papa kok, katanya kalo cemburu berarti benar-benar sayang sama pasangannya. Iya kan."

Lara diam-diam menyembunyikan senyum. Apa benar kali ini dia bakalan setulus itu sama seorang cowok? "Emang iya?"

Kayna mengangguk semangat. "Iya. Keliatan banget kalo Kak Lara benar-benar sayang sama Justin."

"Hmm." Lara menatap jam tangan nya dan berdehem. "Kayaknya aku harus balik kelas, bye Kayna."

Kayna mengiyakan sambil tersenyum. Cewek itu berbalik menatap pantulan diri nya pada kaca besar. Kayna memang tidak secantik atau seberbakat Lara. Terkadang Kayna juga merasa iri. Seumur hidup Kayna belum pernah sama sekali pacaran.

Gadis itu melihat pantulan wajah nya sekali lagi. Kalau Lara mempunyai wajah tirus, kulit yang putih bersih, rambut nya panjang sedikit bergelombang, disaat cewek itu tersenyum rasanya seluruh cowok bakal melihat kearahnya. Postur badannya ideal. Dia juga pemimpin kelompok tari di sekolah.

Sedangkan Kayna? Apa yang gadis itu miliki? Dirinya hanya mencerminkan kesederhanaan. Dia pendek, gak terlalu cantik juga—tapi Bunda bilang kalo senyum Kayna itu manis—rambut Kayna dipotong sebahu dihiasi poni tipis khas anak gadis rumahan yang tidak pernah ke salon. Dia bahkan tidak memiliki peralatan-peralatan make up seperti gadis kebanyakan karena Mama melarangnya.

Dan Kayna juga gak terlalu pintar amat—meskipun dia sebenarnya dalam hati kadang mengatai Ravel yang terlihat bodoh daripada Kakaknya yang setara Einstein—jujur Kayna juga benci menghitung. Dia terkadang susah menghapal rumus. Apapun yang terkandung angka didalamnya. Tapi, kalau tulisan, contohnya pelajaran Biologi, Kayna adalah juaranya menghapal. Misalnya saja menghapal nama latin dan lain-lain.

VELAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang