Jika kemarin Kayna suka menyumpahi Ravel, maka sekarang dia merasa bersalah dan berniat untuk meminta maaf.
Bayangan bola yang telak membentur kepala cowok itu tadi jelas membuatnya merasa bersalah dan rasanya waktu melihat Ravel meringis sambil memegang kepalanya, Kayna ingin segera menghampiri cowok itu dan mengucapkan sederet kata maaf berkali-kali karena perbuatannya. Biar cowok itu udah semena-mena sama Kayna, tapi Kayna masih punya sisi kemanusian.
Tetapi masalahnya, dia tidak bisa karena Justin yang tiba-tiba menarik tangannya lalu menyembunyikannya di belakang punggungnya seakan takut terjadi sesuatu padanya.
Kayna tidak mengerti apa yang membuat Justin tiba-tiba bersikap seperti itu. Dia hanya bisa melihat Ravel mengepalkan tangannya disana, jelas dia marah. Justin yang melihat itu langsung menyuruh Kayna agar tetap diam di tempat, dan menghampiri Ravel. Kayna bahkan tidak tahu apa yang mereka sedang bicarakan.
Dia hanya bisa menunduk menatap sepatunya, saat Ravel menatapnya dengan tajam. Semenit kemudian Justin berbalik, mendekat kearahnya lalu mengambil tangannya lagi untuk langsung pergi dari lapangan.
Kayna menurut, namun yang dia pikirkan hanya kondisi Ravel dan sangat ingin meminta maaf walaupun dia tahu, Ravel tidak mudah dalam memaafkan seseorang. Kayna memilih tidak peduli karena sedari dia masih kecil bundanya selalu mengajarkan, jika melakukan kesalahan pada orang lain, segera untuk meminta maaf meskipun sekecil apapun kesalahan yang dia buat.
"Aku harus minta maaf sama Ravel." kata Kayna lagi sambil menatap Justin yang baru saja duduk disampingnya dengan memegang sebuah kemasan susu kotak rasa stroberi yang langsung dia berikan ke Kayna.
"Ngapain sih?" Justin mengusap wajahnya. "Nggak usah."
"Kenapa?"
"Gue pernah bilang, jangan deket-deket Ravel kan?"
Kayna mengangguk, teringat bagaimana dulu Justin bercerita tentang siapa saja yang harus dia jauhin di sekolah. Salah satunya adalah Ravel, yang katanya dalam satu minggu bahkan bisa punya cewek lebih dari sepuluh. Yang katanya kalau sudah bosan, maka Ravel akan meninggalkan mereka satu-persatu begitu saja.
Kayna berpendapat bahwa cewek-cewek itu tidak menggunakan otaknya, lebih memilih malu untuk mengemis dihadapan Ravel lagi, padahal dia sudah tahu bahwa dia telah dibuang. Selain itu, Ravel juga mempunyai sifat buruk, yang harus dijauhi orang banyak.
Cowok itu pemarah, emosional, suka keras kepala, tidak sopan, pembuat onar dan ugal-ugalan, dan jika ada yang membuatnya terganggu sedikit saja, maka dengan senang hati, Ravel bisa membalikkan keadaan.
Justin sekelas sama Ravel sebab itu dia tau jelas semua kelakuan cowok itu.
"Kenapa kamu nggak suka banget sama Ravel? Dia kan temen sekelas kamu."
"Dianya juga gitu sama gue, Kay."
"Kalian ada masalah ya sampai segitunya?"
Justin diam saja tapi Kayna tau cowok itu terlihat berusaha menyembunyikan raut wajah sedihnya. "Oke aku ngerti tapi biarin aku minta maaf."
"Gak usah, biarin aja." ucap Justin datar.
Kayna menghela napas. "Tapi aku ngerasa bersalah."
"Lo nggak sengaja." Kayna menggeleng, dia memang tidak sengaja, tetapi bukan berarti dia tidak salah sedikitpun
"Aku tetap aja salah. Harusnya aku minta maaf, kalo nggak dosa."
"Percuma, lo nggak bakal di maafin. Yang ada lo malah di bentak-bentak sama dia. Gue nggak bisa biarin."