#13

63 18 17
                                    

Mengapa Ravel harus jadi segelisah ini hanya dengan menatap Kayna yang tak sadarkan diri dengan lebam pada wajahnya?

Ravel tidak tahu. Namun yang pasti dia sangat ingin memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja.

Sambil kakinya dengan cepat melangkah menuju ruang UKS, rengkuhan Ravel pada tubuh Kayna sangat erat seakan takut gadis itu akan jatuh dari gendongannya.

Saat tiba di dalam ruang UKS, Ravel menaruh tubuh kecil itu dengan hati-hati di atas ranjang, lalu berpaling pada seorang siswa perempuan yang berdiri kaku tak jauh darinya.

"Pipinya memar, kena tonjok. Lo obati bisa?"

Cewek itu mengangguk dengan canggung karena Ravel menatapnya dengan tajam. "—Bisa, Kak." lalu mengambil kotak P3K dan mendekati Kayna.

Ravel menghela napas, memilih duduk pada sofa di sudut ruangan. Sesekali menatap jam tangannya. Siswa perempuan yang selalu di UKS itu tengah hati-hati mengobati Kayna. Beberapa menit kemudian, Kayna sudah diobati. Namun dia belum sadarkan diri.

"Lo boleh pergi, udah bel masuk semenit lalu." jelas Ravel mengusirnya dengan tidak tahu malu tanpa berterima kasih saat cewek itu berlalu dari dalam ruangan.

"Bego banget." Ravel berisik saat didekat Kayna. Wajahnya tampak damai saat tertidur. Jelas membuat Ravel kesal. Apa sebaiknya dia mengguyur Kayna menggunakan segelas air agar paling tidak gadis itu terbangun?

Dia tahu benar bahwa Kayna adalah sahabat paling dekat yang Justin punya, apa yang Kayna lakukan adalah untuk menghentikan perkelahian mereka tapi gadis itu jelas bodoh sebab sama saja dia menyerahkan dirinya untuk di pukul secara tiba-tiba. Justin juga bodoh, apapun alasannya, mau sengaja atau nggak, memukul makhluk yang bernama perempuan itu sangat tidak beradab.

Sebrengsek-brengseknya Ravel, dia bahkan tidak pernah mau memukul perempuan.

"Kenapa tuh?"

Dengan cara yang sangat kurang ajar, pertanyaan itu membuat Ravel sedikit terkejut. Ternyata Gavin. Cowok itu kembali menutup pintu untuk menuju ke samping Ravel, tepat disisi ranjang. Tatapannya terpaku pada gadis yang sedang terbaring pulas itu, serta memar yang menghiasi pipinya. "Mukanya kenapa? Lo pukulin?"

"Gak usah sok tau."

"Lo berantem lagi tadi. Gue tau."

"Terus kenapa?"

"Udah bisa diprediksi. Pembuat onar yang kerjanya berantem mulu kayak orang gak waras."

Ravel berdecak. "Lo maunya apa sih?!"

"Lo belum jawab pertanyaan gue." ucap Gavin matanya terarah pada Kayna. "Kenapa dia pingsan? Lo mukul dia?"

Ravel menajamkan mata sambil mempertegas ucapannya. "Bukan gue. Gue nggak akan pernah ngelakuin hal sebodoh itu. Justru gue yang bawa dia kesini karena tadi dia pingsan."

"Terus siapa?"

"Justin... —nggak sengaja."

"Lo berdua berantem lagi?"

"..."

"Kalo orang tanya jawab!"

Ravel enggan menjawab, dia juga enggan melihat Gavin bikin Gavin maju lalu tiba-tiba memegang lengan adiknya itu dan sedikit menariknya.

VELAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang