-
Matahari tampaknya sangat tidak bersahabat pagi ini.
Biasanyaika anak-anak lain tidak peduli memakai topi, dasi atau dengan kata lain atribut nya tidak lengkap, maka berbanding terbalik dengan Kayna yang selalu memakai topinya. Memangnya siapa yang mau terpanggang gosong saat matahari sedang benar-benar menyemburkan terik panasnya saat ini?
Sayangnya, Kali ini Kayna lupa untuk membawa topi.
"Yuk ke belakang." ajak Risha sambil menarik tangan Kayna.
Dalam barisan, Kayna memang tidak suka berada paling depan. Meskipun dia suka memakai topi, dan teman teman menyuruh nya untuk memimpin barisan karena tubuhnya termasuk golongan pendek di kelas, tetap saja aura-aura berada di barisan depan itu tidak enak.
"Panas banget sih! Kalo make-up gue luntur kan gak etis banget." Risha mengeluh dengan kesalnya. Biasanya jika dia benar - benar tidak tahan dengan matahari yang begitu panas, maka dia akan mencari alasan dengan menemui anak-anak anggota PMR lalu memberikan tahapan puppy eyes yang begitu menghujam sehingga lawan bicaranya tak mampu menolak meskipun dia tau Risha hanya berpura-pura.
Upacara akhirnya di mulai. Lalu sama seperti sebelumnya, kedua gadis itu malah asik mengobrol bukannya mendengarkan. Kayna memang terlihat seperti murid teladan namun sungguh disayangkan, dia bukan orang yang sesuka itu mendengarkan pembina berbicara.
Kayna mulai kehilangan semangat saat panas merambat ke seluruh tubuhnya, dan membuat keringatnya mulai bercucuran. Kepalanya agak pusing. Kayna memang bukanlah orang yang mudah tahan berada di bawah panas matahari lama-lama, apalagi saat ini dia tidak memakai topi.
Tiba-tiba saja, Kayna merasa seperti ada yang mendekatinya dari belakang lalu sengaja berdiri tepat di sampingnya. Hadirnya membuat Kayna terhalang oleh panas matahari.
Kayna jelas tau itu siapa hanya dari aroma tubuhnya yang khas.
Kayna menoleh melihat Justin. Cowok itu tersenyum padanya, dia menyesuaikan tubuhnya dengan arah terik matahari yang tadinya mengenai Kayna sehingga gadis itu tidak lagi merasa sepanas itu tadinya.
"Kamu ngapain?"
Cowok itu hanya tersenyum membuat lesung di pipi kanannya kelihatan jelas, bahkan terlihat lebih manis saat cahaya matahari mengenai wajah cowok itu. "Nutupin mataharinya buat lo."
"Nggak usah." tegur Kayna. "Sana balik ke barisan kamu, nggak papa kok."
"Kalo aja lo bawa topi, gue juga gak bakal kesini Na. Atau kalo aja gue juga make topi udah gue kasih ke lo." balas cowok itu. "Nurut aja oke? Jarang-jarang gue bisa sebaik ini."
Jarang apanya? Cowok itu benar-benar terlampau baik. Walaupun terkadang Justin itu suka sekali berbuat usil padanya, tapi cowok itu juga punya kadar kebaikan jauh di atas rata-rata. Jadi bisa dimaafkan apalagi jika hanya dilihat dari tampangnya yang masuk ke dalam golongan cogan yang mudah banget diampuni tidak peduli bagaimana sebrengsek apapun kelakuannya.
Bagi Kayna Justin itu sosok terbaik yang dia punya. Selain membantu saat Kayna kesusahan, cowok itu juga ada kala Kayna merasa dirinya bahagia—ralat, atau menjadi penyebab kenapa dia bisa bahagia. Cowok itu selalu ada untuk Kayna. Tapi sekarang Justin punya Khanza, Kayna jelas sadar bahwa dia tidak bisa terus di dekat Justin. Tidak bisa menjadi satu-satunya prioritas cowok itu lagi.
Karena mereka hanya sebatas sahabat.
Kayna terdiam lalu kembali menghadap depan. Saat-saat seperti ini Kayna sebenarnya tidak ingin berada dalam jarak yang cukup dengan Justin Dia cukup sadar bahwa orang lain bakalan berfikir yang tidak tidak mengenai hubungan mereka yang sebenarnya.