Bukan tanpa alasan Melssa selalu datang tidak pada waktu yang di tentukan. Kalau kata anak jaman sekarang, jam karet.
Pagi ini dia lagi-lagi harus kena hukuman karena terlambat, padahal dia datang hanya lima belas menit setelah bel berbunyi. Cepat, kan?
Tangan Melssa di berikan buku tebal, dengan malas ia menerima buku paket itu. Memeluk lebih dari sepuluh buku yang ada di tangannya.
"Karena kamu terlambat dan Pak Regar lagi sakit, jadi saya berikan kamu hukuman yang tidak terlalu sulit. Kamu ada ulangan Fisika, kan?" Guru bahasa indonesia yang terkenal dengan nada lembut tapi menusuk itu tersenyum. "Ayo."
Dengan wajah tertekuk dan tubuh yang malas, berjalan di belakang Bu Zara.
11 MIPA 1 adalah tujuan mengajar Bu Zara. Tapi, merupakan pusat kebencian Melssa. Kenapa?
Karena banyak anggota Osis yang bersemayam di dalam kelas itu. Parahnya Ketua dan Wakil tengil juga bersemayam di dalam sana.
Saat Melssa masuk, mendadak terdengar banyak bisik-bisik yang masuk ke dalam indra pengendaranya. Pasti merendahkannya lagi.
Melssa meletakan buku yang ia bawa di atas meja guru dengan agak membanting, membuat beberapa anak yang tadinya berbisik berhenti dan menatap Melssa.
Melssa berdecak pelan. Menatap sinis penduduk 11 MIPA 1.
"Terimakasih Melssa, kamu boleh kembali ke kelas kamu." Bu Zara tersenyum. "Jangan bikin masalah."
Melssa tersebut tipis. "Nggak janji, Bu." Melssa berjalan keluar dari kelas yang merupakan tempat para musuhnya itu dengan menatap tajam sang ketua Osis yang sempat berdeham. Sengaja.
Kelas Melssa hanya berjarak beberapa kelas dari 11 MIPA 1, tepatnya di 11 MIPA 5. Kelas Ipa yang paling jarang di perhatikan karena tingkat kenakalannya sama dengan Ips yang terkenal dengan kenakalannya.
Saat Melssa masuk kelas masih sepi. Lihat, kan? Di saat murid di kelas lain sedang belajar, murid di kelas Melssa malah hilang.
"Kena hukum?" Tanya Aliani. Sahabat sekaligus teman sebangku Melssa. Dengan cengiran yang selalu dia tunjukan ketika tebakan Aliani benar, Melssa duduk di kursinya. "Kebiasaan banget,"
Melssa mengendikan bahu. "Lo tau sendiri, dari kecil gue emang langganan datang telat." Aliani hanya bisa geleng kepala, sahabat kecilnya itu memang selalu menjadi langganan terlambat dan selalu di hukum.
Melssa melayangkan pandangannya ke seluruh kelas. Hanya ada beberapa anak yang tinggal di dalam kelas, termasuk dirinya dan Aliani. Itupun semuanya perempuan. Melssa tebak, pasti teman-teman mereka semua berada di tempat tongkrongan.
Tiba-tiba sebuah ide terlintas di pikiran Melssa. Ia menoleh. Menatap sang sahabat dengan pandangan yang lama-lama membuat Aliani jengah. Hingga bertanya dengan nada kesal.
"Apa sih?"
"Bolos yuk." Melssa menaik turunkan alisnya dengan cengiran.
Aliani mendelik, dengan pensil yang ia pegang memukul kepala Melssa.
Melssa balik mendelik. "Apaan sih?"
"Bolos?" Aliani menatap malas Melssa. "Lo baru aja kena hukum dan mau kena hukum lagi?"
Melssa mengangguk. "Udah biasa." Balasnya dengan santai. Tas yang sejak tadi dia gendong ia lepas, lalu mengeluarkan sebuah senjata pamungkas yang selalu bisa membuat Aliani menuruni apa yang dia katakan. "Bener?" Melssa menggoyangkan benda yang ada di tangannya, membuat Aliani menoleh dan melotot.
"Mel!" Kesal Aliani karena Melssa memegang sebungkus cokelat kesukaannya. Aliani bersedekap, membuang muka ke arah lain. "Enggak. Gue nggak mau bolos lagi."
"Oh, gitu," Melssa mengangguk-anggukan kepalanya. "Kalo gitu ini juga buat gue deh." Melssa mengeluarkan sebungkus lagi cokelat dari tasnya. Membuat Aliani menjerit kesal dan langsung merampas kedua cokelat yang ada di tangan Melssa. Asal tau saja, Aliani pencinta cokelat.
Melssa terkekeh melihat tingkah Aliani yang begitu mudah luluh hanya karena dua bungkus cokelat. Melssa sih tidak masalah dengan hal itu, lagipula dia memang berniat memberikan cokelat itu pada Aliani.
"Ayo. Guru juga nggak ada. Daripada di sini kayak orang bego, nggak ngapa-ngapain." Melssa berdiri. Aliani yang telah mendapat sogokan, menurut. Merapikan buku biologi yang sempat dia baca ke dalam tasnya.
Melssa berjalan mendekat ke pojok kelas, tempat beberapa temannya yang sedang asik menonton drama korea.
"Mau ikut bolos, nggak? Anak-anak ada di kantin bawah." Tiga orang itu saling pandang. "Lo bisa pinjam laptopnya mata empat. Biar puas nonton."
Ketiga perempuan pecinta korea itu mengangguk. Segera merapikan barang-barang mereka lalu mengikuti Melssa bolos.
Melssa tidak lupa menutup pintu kelas, lalu dengan kertas note Aliani menuliskan jika kelas 11 MIPA 5 kosong karena semuanya tiba-tiba ngantuk dan pulang ke rumah masing-masing. Setelah menempelkan kertas itu di pintu, Melssa berlari ke Aliani yang telah berikan terlebih dahulu.
Melssa, Aliani dan ketiga teman kelasnya berikan sampai di belakang gudang. Tempat yang paling jarang di datangi oleh siswa. Tapi bagi Melssa merupakan jalan masuknya ke sekolah. Ada sebuah lubang besar pada tembok yang sengaja di buat untuk jalan keluar masuk jika ingin bolos. Lubang pada dinding pagar itu di tutupi oleh dua buah drum dan sebuah tripleks. Jadi tidak akan ada yang tau jika ada jalan keluar karena lubang itu tertutup.
Melssa yang keluar paling akhir dari lubang itu, dia tidak lupa menutup lubang itu agar tidak ada yang mengetahui jalan keluar mereka.
Kantin yang di maksud oleh Melssa adalah sebuah warung di pinggiran jalan yang selalu ramai oleh para anak sekolah. Entah belum pulang sekolah atau sekolah pulang sekolah. Kalau belum saatnya pulang sekolah pasti seperti sekarang, artinya yang ada di dalam sana adalah para anak SMA yang bolos.
"Melssa, gue tunggu lo dari tadi." Meja yang tadinya ribut karena gelak tawa dari orang-orang yang duduk di meja itu berhenti. Semua menoleh ke atau Melssa.
Melssa tersenyum, dan langsung membuat semua yang ada di meja itu menyambutnya dengan hangat. Bahkan mempersilakan Melssa dan Aliani duduk di kursi.
"Ketua kelas kita. Gue salut, lo selalu kena hukum dan selalu berbuat kenakalan seperti kita." Ragen, salah satu teman Melssa yang selalu memiliki catatan minus, sama seperti Melssa.Melssa mengangguk beberapa kali. "Gue ketua kelas yang mengerti apa yang teman-teman gue mau."
"Dan tumben lo ikut." Tatapan Ragen berpindah pada Aliani yang santai memakan cokelatnya.
Aliani menoleh, dengan mulut yang sibuk mengunyah cokelat yang baru dia gigit.
"Emang enggak boleh?" Balas Aliani sinis. "Gue mau ikut Melssa. Bosan juga di kelas mulu. Butuh suasana baru."
Ragen bertepuk tangan, membuat para anak laki-laki yang lain ikut bertepuk tangan. "Harus gitu. Coba suasana baru, jangan baca buku terus. Mata kita juga perlu lihat sesuatu yang berwarna, bukan hitam dan putih."
Melssa menepuk bahu Ragen. "Bagus kata-kata lo, njing!"
"Anjing jangan teriak anjing." Ragen tertawa memuat Melssa dan yang lain ikut tertawa.
. . .
KAMU SEDANG MEMBACA
Tahta
Teen FictionTahta. Tahta adalah Ketua Osis dengan segala kelebihan sedangkan Melssa mungkin hanya remahan rengginang jika di bandingkan dengan Tahta. Tahta © 2019 Dasyalily