|12|. Tahta

8.3K 748 13
                                    

Melssa berdiri di depan rumah Tahta dengan tangan memegang kunci mobil. Setelah mengetuk beberapa kali akhirnya wajah tengil Tahta muncul.

'Telat 15 menit'

Melssa mendengus kasar. "Lo kira gue nggak punya kesibukan? Cuma mau urus lo doang?" Sinis Melssa kemudian.

Tahta menatap datar Melssa, lalu menyentil dahi Melssa. Melssa mendelik.

"Apaan sih?" Kesalnya mengusap bekas sentilan Tahta pada dahinya. "Sakit, setan!"

Tahta tidak menanggapi, dia berjalan dengan santai melewati Melssa.

Dengusan kesal ke luar dari Melssa, menyebalkan sekali laki-laki ini. Kenapa pula Melssa melakukan hal konyol itu.

Saat Melssa sampai di depan mobilnya, sudah ada Tahta yang berdiri sambil bersandar pada badan mobil dengan tangan bersedekap. Menatap tajam Melssa yang membalas tatapan itu dengan malas.

"Masuk." Melssa menaikan alis saat Tahta hanya diam. "Perlu di bukakan?"

Tahta mengangguk, membuat Melssa mendengus kasar.

"Sebenarnya yang sakit itu rahang atau tangan lo sih?" Omel Melssa tapi tetap membukakan pintu untuk Tahta dapat masuk. Setelah Tahta masuk Melssa berputar untuk sampai di kursi pengemudi.

Melssa menyalakan mobilnya, dan segera melajukan mobil itu menuju rumah sakit. Hanya untuk memastikan berapa lama Melssa akan terjebak dengan Tahta yang semakin lama membuat dia super kesal.

Bekas gincu di sudut bibir kiri
Di depan cermin sabtu pagi
Aku tak tau ini punya siapa

Hanya lagu dari Tulus yang berjudul Bunga Tidur yang membuat rasa canggung diantara mereka agak merenggang.

Tiba di rumah sakit, Melssa cepat-cepat membukakan pintu untuk Tahta dapat keluar. Kenapa rasanya seperti pembantu dan tuannya, ya?

Melssa duduk di ruang tunggu saat Tahta sedang di periksa oleh dokter. Sore itu rumah sakit tampak sepi, hanya ada dokter, dan suster yang berlalu lalang. Beberapa pasien berseragam rumah sakit duduk di taman.

Melssa menghela nafas, matanya menatap sekeliling sebelum berhenti di meja administrasi. Ada seorang dokter wanita yang sedang tersenyum, dan seorang pria berjas kantor yang tampak gagah sedang berbincang, tangan pria itu menggenggam tangan seorang gadis kecil di samping gadis itu seorang wanita berdiri sambil mengusap rambut gadis kecil yang memegang boneka beruang.

Melssa mengalihkan pandangannya, memejamkan matanya. Menunduk. Mencoba tenang diantara sepinya rumah sakit.

Tepukan di bahu membuat Melssa membuka matanya, Tahta bersama seorang dokter yang tersenyum padanya.

"Bisa kita bicara?" Dokter itu duduk di samping Melssa yang mengangguk, sedangkan Tahta berdiri di samping Melssa. Menatap gadis yang sedang fokus mendengar apa yang di ucapkan oleh dokter.

"Apa? Satu bulan?" Melssa membulatkan mata terkejut. Hanya karena pukulannya Tahta tidak boleh berbicara selama satu bulan? "Tapi, masa gara-gara gituan doang sampe sebulan, Dok."

"Setelah di X-ray ternyata rahang Tahta agak bergeser, dan jika bisa Tahta harus menggunakan gips tapi karena Tahta tidak mau, dia tidak boleh menggerakan rahangnya terlalu banyak. Apalagi berbicara."

"Kalo makan?"

"Jangan berikan dia makanan yang keras, berikan makanan lembut. Jauhi makanan keras." Kelas dokter itu.

Bahu Melssa jatuh. "Nggak ada cara lain, Dok? Saya tidak mau terjebak selama sebulan dengan cowok ini."

"Satu bulan itu cepat, jika lebih parah lagi bisa mencapai tiga bulan atau lebih."

TahtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang