|9|. Obrolan

8.4K 747 23
                                    

Melssa menatap ke arah kertas yang ia bawa dari rumahnya, meremas kertas itu tanpa ingin mengangkat kepala dan menatap mata sang pemilik ranjang yang dia duduki.

"Lo kok bisa masuk ke kamar gue sih?!" Kesal Tahta. Bagaimana jika Melssa sampai melihatnya dalam keadaan--ya sudahlah. Tidak perlu di jelaskan.

Melssa mengangkat kepalanya, tapi tidak berani menatap mata Tahta. Dia lebih tertarik menatap kamarnya yang berada di seberang.

"Mama lo suruh masuk, ya gue masuk." Melssa masih tidak menatap Tahta yang berkacak pinggang di dengannya. Cowok itu telah berpakaian lengkap, bahkan mengenakan baju lengan panjang yang berlambang Alan Walker. Mereka seperti sedang berperang tentang DJ terbaik. Antara Fans Marshmellow dan Alan Walker atau AW.

"Lo tau sendiri Mama gue kayak gimana? Malah sengaja!" Tahta berdecak kesal, lantas mengacak rambutnya yang masih setengah basah.

Melssa hanya diam sesekali berdeham karena gugup, jika tidak kejadian memalukan tadi. Pasti Melssa akan bertengkar dengan Tahta, tapi karena kejadian tadi suasana menjadi super canggung. Handuk menyebalkan, kenapa pakai acara jatuh segala pula.

Melssa duduk kaku saat Tahta duduk di sampingnya, tepatnya di kasur milik cowok itu. Hanya saja bersisian dengan Melssa.

"Jadi, ide lo apa?" Tahta membuka suara, sejenak menatap penampilan Melssa yang berbeda saat berada di sekolah. Jika di sekolah cewek itu lebih suka menggerai rambutnya, kali ini rambut panjang gadis itu di ikat ekor kuda. Membuat kesan imut.

Melssa menyelipkan anak rambutnya yang nakal karena keluar dari ikatan rambutnya sebelum memberikan kertas yang sejak tadi dia pegang ke Tahta.

Tahta mengambil dan membaca kertas-kertas itu untuk sementara waktu, membuat Melssa hanya mendengarkan lagu yang masih berputar di kamar Tahta.

Kali ini lagu kesukaan Melssa yang selalu dia dengar, sebagian curahan hati.

You say you love me, I say you're crazy
We're nothing more than friends
You're not my lover, more like a brother
I know you since we were like ten, yeah

Tahta mengangguk beberapa kali. "Bagus, besok kita rapat untuk bicarakan rencana lo."

Melssa mengangguk.

Don't mess it up, talking that shit
Only gonna push me away, that's it
When you say you love me, that make me crazy
Here we go again

Don't go look at me with that look in your eye
You really ain't going away without a fight
You can't be reasoned with, I'm done being polite
I've told you 1, 2, 3, 4, 5, 6 thousand times

"Eh, kok pada diam sih?" Kepala Yulia, Mama dari Tahta mengambil dari balik pintu. Membuat Melssa dan Tahta menoleh.

Tahta memutar bola matanya. "Emang Mama mau kita gimana?"

"Ya, seperti dulu lah." Jawab Mamanya santai, tidak menyadari perubahan wajah Melssa. Dengan santai Yulia meletakan nampan berisi camilan dan dua gelas minuman di atas narkas. "Anggap rumah sendiri, tidur di sini juga nggak pa-pa."

Reaksi Tahta dan Melssa berbeda. Melssa menatap aneh, sedangkan Tahta melotot ke arah sang Mama. Apa-apaan kalimat itu?

"Mama keluar deh, aku sama Melssa mau membicarakan hal yang penting." Tahta memutar bola matanya melihat senyum jahil Mamanya yang membuat ia kesal.

Yulia tersenyum geli, menatap sekali bagi Melssa. "Kalo Tahta nakal, lapor ke Tante."

Melssa hanya mengangguk. Yulia berjalan keluar lalu menutup pintu. Belum sedetik menutup pintu, Mama seorang ketua Osis paling di sayang oleh satu sekolah itu menyembul kembali dengan senyum geli sebelum menutup pintu dan tidak membukanya lagi.

Tahta menghela nafas. "Maafin Mama gue, lo tau sendiri Mama gue gimana."

Melssa terkekeh pelan. "Gue tau." Lalu hening, setelah lagu dari Marshmellow selesai, tidak ada lagi yang terputar.

Ceklek!

Pintu kamar Tahta terbuka, kali ini bukan Ibu Tahta. Tapi Shaden, Shadian dan River.

Melssa berdecak memutar bola matanya. Apa Tahta mengerjainya? Atau apa?

"Udah datang toh." Shadian tersenyum, menarik kursi belajar Tahta lalu duduk di sana. Shaden dan River duduk di lantai. Semua pandangan tertuju pada Melssa yang menatap aneh empat laki-laki yang ada di hadapannya.

"A-apaan sih?" Melssa mencoba agar tidak gugup. Hello, siapa yang tidak gugup jika di tahap intens oleh empat cowok sekaligus. Kalau keempat cowok itu musuhnya tapi tetap saja, kan? Apalagi ini empat banding satu.

"Kita mau tanya sesuatu." River orang pertama yang bersuara, membuat Melssa menoleh padanya.

"Tanya apa?" Melssa berdoa di dalam hati, semoga ada bisa menolongnya sekarang. Siapa saja, tolong selamatkan Melssa dari situasi ini.

"Kenapa lo men--"

Drrt!

Hanya perlu getaran pertama ponselnya, untuk Melssa segera mengangkat ponselnya dengan wajah sumringah.

"Halo!" Melssa berusaha untuk tidak melihat ke arah empat pasang mata yang kini menatapnya dengan tajam karena mengangkat panggilan ponsel.

"Anjir, buku kita ketukar!"

"Apa? Lo ada di rumah gue?"

"Lo gila?" Suara Aliani di seberang saja tampak bingung. "Lo kenapa?"

"Ha? Oh, Tante suruh gue ke rumah lo sekarang?"

"Monyet, lo sinting atau alat pendengaran lo bermasalah?"

"Oke, oke. Gue kesana sekarang! Bye, gue sayang lo!" Melssa memutuskan sambungan teleponnya secepat kilat. Melssa perlahan menatap ke arah empat pasang mata yang terus saja menatapnya. "Eh, maaf ya. Gue harus ke rumah Aliani. Ada urusan mendadak."

"Mendadak?" Nada suara Shadian menajam.

Melssa mengangguk kaku. "Iya, bukunya kimia dia dengan punya gue ketukar. Aliani punya sindrom kalo bukan bukunya, dia nggak bisa kerjakan soal." Melssa menyengir lebar. Dia lalu berdiri. "Bye!" Melssa bergegas menuju pintu dan langsung menutup pintu. Secara kasar.

Empat cowok itu menghela nafas, hampir secara bersamaan.

"Kapan bakal kelar, dia menghindar terus." Tahta mengusap rambutnya kasar, lalu menjatuhkan dirinya di atas kasur.

"Kapan kelarnya kalo gini terus." Shaden menghela nafas. "Capek tau nggak gue lihat dia gitu terus."

"Dia belum siap, mungkin." River mengendikan bahu, karena tidak yakin dengan ucapannya.

"Lama amat siapnya." Shadian berdecak. "Sekali, gue bakal culik dia dan paksa dia ngomong."

"Kejam, amat." Tahta terkekeh. "Sabar aja." Ucapannya dengan suara lebih rendah.

"Terlalu lama, Ta." Shadian membalas.

"Lo harus bicarakan ini ke Gisell juga. Bukan hanya karena kita berempat kejadian itu bisa terjadi." River menatap ketiga temannya bergantian. "Ini harus selesai. Kalo nggak sekarang mau kapan lagi?"

. . .

Ada yang baca nggak????

TahtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang