She Who Always with the Book

119 11 5
                                    



Tak ada yang kebetulan

Demikian juga pertemuan

Aku ditakdirkan bertemu

Dengan si kutu buku

----------

Pagi itu, seperti biasanya Troy berlari mengejar waktu tibanya kereta dari Stasiun Wiley Park. Hampir setiap hari dia akan menang melenggang masuk dalam kereta sesaat sebelum pintu menutup. Troy berjalan menuju gerbong depan dan duduk di sebelah gadis yang hampir selalu duduk di tempat yang sama.

Hari itu Troy memutuskan untuk mengganggu waktu membaca gadis itu. Sudah lebih dari seminggu dia memperhatikan gadis yang selalu tenggelam dalam bacaannya. Tidak pernah sekalipun dia melihatnya berpaling dari buku kecuali saat tujuannya sudah tiba.

Entah kenapa gadis berambut panjang itu membuatnya ingin mengenal lebih dekat. Hari disaat matanya tertuju pada gadis itu adalah pertama kalinya Troy penasaran dengan seseorang. Sebelumnya, Troy tidak pernah peduli dengan siapapun atau apapun. Tidak ada satu hal pun yang dapat menarik perhatiannya, karena dia yang selalu menjadi pusat dari segalanya.

Saat itu, Troy berjalan menyusuri gerbong demi gerbong mencari tempat yang tidak terlalu ramai. Pencariannya berhenti di gerbong yang hanya berisi kurang dari sepuluh orang. Dia mengambil tempat di seberang seorang gadis, hanya gadis biasa. Tak lama, handphonenya berdering. Troy membiarkannya karena mengetahui siapa yang memanggilnya. Dering handphonenya berhenti, namun sesaat kemudian berbunyi kembali dengan nada yang sama. Beberapa orang mulai menatapnya, sementara yang lain terlihat mulai terganggu. Troy bergeming. Tetap dibiarkan suara panggilan itu mengganggu, dan dia senang menjadi pusat perhatian. Ketiga kalinya mulai terdengar suara seseorang mengatakan "You better pick up that phone." "Make it stop! It's annoying," dan bisikan-bisikan sejenis bernada sinis.

Tapi tidak dengan gadis di depannya. Tidak sekalipun dia merasa terganggu, tidak sekalipun dilihatnya gadis itu mendongak. Dia tetap tenggelam dalam bacaannya.

Hari kedua, Troy sengaja mencari gadis itu dan duduk di hadapannya. Dering handphone sudah terjadwal berbunyi. Troy memperhatikan baik-baik gadis di depannya. Benar, dia tidak terganggu dengan suara itu. Ketika dering kedua berbunyi, Troy memutuskan menjawab panggilan dari seberang sana. Dia berbicara dengan suara yang cukup keras. Dengan sengaja dia melakukannya. Dan berhasil, dia menarik perhatian beberapa orang yang memandang ke arahnya. Dilihatnya gadis itu, tidak, tidak sekalipun gadis itu terganggu. Tetap membaca seakan-akan terjadi keheningan di sekitarnya.

Hari ketiga, keempat, kelima dan hari ini. Troy mengambil duduk tepat di sebelah gadis itu.

"Another new book? You finished the last book from yesterday already," sapanya.

"Saya bisa berbahasa Indonesia kok." Jawaban yang tidak di sangka oleh Troy.

"Kamu dari Indonesia juga?" tanya Troy.

Gadis itu mengangguk, dan untuk pertama kalinya Troy menatap matanya. Teduh, dalam dan penuh misteri.

"Reina," katanya. Sesaat Troy terdiam, tak tahu harus berkata atau melakukan apa.

"Kamu ingin menanyakan namaku, kan? It's Reina," katanya bernada sinis.

"Troy," sahut Troy lepas dari rasa kagetnya. Bagaimana gadis ini bisa tahu apa yang ingin dia tanyakan?

"Nice to know the name that always disturbs everybody here," kali ini Troy melihat tatapan yang tajam seperti langsung menusuk matanya.

"Heh..." Troy terkesima. Dilihatnya senyum Reina, senyum sarkasme. Sesaat Troy tidak tahu harus berkata apa, "Sorry" akhirnya hanya kata itu yang keluar dari mulutnya.

Warm WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang