She is not Her

57 4 2
                                    

Ketika jarak terbentang memisahkan

Bayangan dirimu menetap di pikiran

Tak ada yang menyerupai hatimu

Lalu kesadaranku terjalin

Kamu adalah kamu

Tiada lagi yang lain

----------

"Troy, kamu pulang ke Jakarta besok," perintah ibu Troy lewat handphone. "Tiket sudah ibu kirim ke emailmu. Di bandara nanti ada yang jemput."

Troy menghela napas, "Tapi Bu, Troy masih ada jadwal kuliah."

"Kamu kan pintar, bisalah mengejar ketinggalan. Seminggu aja kamu di sini, hadiri pernikahan kakaknya Silvia."

Kembali Troy menghela napas panjang. "Baik, Bu."

"Jangan lupa, besok pagi penerbangannya ..." Troy mematikan sambungan telepon tanpa tahu akhir dari perkataan ibunya. Ditatap Reina yang duduk tenang sambil membaca di sampingnya. Mereka sedang menunggu kereta pulang. Troy mengeluarkan minuman kaleng dari tasnya. Di tempelkann di pipi Reina. Terkesiap Reina memandang tajam Troy, "Coklat," katanya singkat dan membuka minuman tersebut lalu dijulurkan ke arah Reina. Reina mengambil dan menyeruputnya pelan. "Besok aku harus ke Jakarta."

"Aku dengar," Reina memandang Troy datar. Pandangan inilah yang menyejukan hati Troy. Bukan karena dia harus meninggalkan kuliah selama seminggu, tapi selama itu pula dia tidak dapat membalas tatapan teduh Reina. Selama itu pula dia tidak akan dapat tersenyum memandang Reina yang kembali menunduk menghindari tatapannya.
----------

Troy memandang atap-atap perumahan yang diselingi hijau pepohonan dari dalam pesawat yang sesaat lagi akan mendarat. Pikirannya mengembara berlabuh pada Reina, "Pasti dia sedang di kereta yang penuh dalam perjalanan pulang." Troy tersenyum mengingat beberapa kali Reina selalu memberontak dalam rengkuhannya.

Pesawat mendarat dengan mulus. Troy yang hanya membawa tas ransel berjalan bebas menuju imigrasi dan pintu keluar. Sesaat kemudian Troy mendengar suara yang dikenalnya, suara manja memanggilnya.

"Troy... Troy... Siniiiii ..." Troy menghampiri si pemilik suara tersebut, Silvia. Begitu Troy berada di hadapan gadis yang dikenalnya, tubuhnya langsung mendapatkan pelukan kencang. "Via kangen banget ma Troy," Silvia melepaskan pelukan dan digandengnya lengan Troy dengan manja. Troy hanya diam mengikutinya.

Di dalam mobil, Silvia bercerita dengan ceria tentang dirinya, teman-temannya, dan banyak hal lainnya yang hanya dibalas Troy dengan senyuman dan kata-kata singkat, "Oya... trus... apalagi... iya..." Di saat ini Troy merindukan keheningan yang selalu tercipta antara dia dan Reina.
----------

"Troy, akhirnya kamu sampai juga, Nak," dekapan erat Ibu kepada Troy. "Ayo masuk, Ibu sudah siapkan makan siang untukmu."

Troy masuk dan memandang sekeliling rumah yang baru sebentar saja ia tinggalkan. "Troy ke kamar dulu, Bu." Kakinya sudah melangkah menaiki anak tangga. Di belakangnya Silvia mengikuti. "Kamu mau apa Vi?"

Yang ditanya kaget, "Via mau menemeni Troy," jawabnya.

"Mau ganti baju dan mandi, kamu di bawah saja temeni ibu, tidak usah ikut." Niat hati Troy ingin terlepas dari Silvia sejenak, sehingga ia mengusir gadis ceria tersebut. Sebelumnya, kamar Troy memang terbuka untuk siapa saja termasuk Silvia yang bebas keluar masuk bahkan pada saat dia tertidur. Tapi saat ini Troy mengunci pintu kamar. Dilemparkan tas ransel ke atas kursi belajar dan direbahkan tubuhnya di atas kasur berseprei merah yang wangi harum. Dikeluarkan handphone dari sakunya. Dibukanya gallery dan di klik foto bergambar gadis yang dirindukannya, Reina.

Warm WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang