The Fight of Father and Son

36 4 0
                                    

Apapun yang terjadi

Ku tetap memilihmu

Siapapun takkan mampu

Memisahkanku darimu

Karena hatiku

Telah menjadi milikmu

-----

Reina membuka matanya. Indra penciumannya merasakan bau gosong. Dia terbangun dengan panik dan segera menuju dapur kecilnya. Walaupun otaknya masih mengolah apa penyebab bau yang diciumnya. Sementara dapur adalah ruangan yang jarang sekali dimasuki Reina.

"Troy!? Apa yang kamu lakukan?" teriak Reina kaget. Terkejut karena keberadaan Troy di dalam flatnya. Dan kaget juga melihat Troy sibuk dengan wajan dan sutil di tangannya. Reina menghampiri pria itu dan melihat sesuatu yang gosong di dalam wajan. Dimatikan api kompor dan mengambil wajan lalu meletakkannya di dalam bak tempat cuci piring.

Troy menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ada rasa malu menyelusup di dalam hatinya. Reina menatap langsung kedua matanya. Kejutan yang ingin dilakukannya gagal.

"Aku ingin membuatmu sarapan," lirih Troy menjawab

"Sini!" Reina meraih tangan Troy. Di minta lelaki yang dihadapannya itu untuk duduk. "Tunggu sini," ucapnya sembari cekikikan geli. Reina dengan cepat membuat minuman untuk Troy. "Sarapan apa yang mau kamu buat?" tanyanya sambil menuangkan air panas ke dalam cangkir.

"Omelette saja kok," sahut Troy memainkan buku di depannya. "Gampang kan."

"Mudah saja itu," Reina meletakkan cangkir berisi teh hangat di depan Troy. Lalu dia kembali menghadapi kompor. Dilihatnya isi plastik yang berada di atas meja dapur. Troy ternyata belanja beberapa bahan makanan sebelum ke tempat Reina. Dengan keahliannya memasak, telur dadar cepat tersaji. Di tambah sosis goreng dan hashbrown sebagai hidangan pelengkap. Reina membawa dua piring berisi sarapan ke atas meja makan. Troy melihat hidangan di depannya dan mencoba memakannya.

"Ehm... lumayan juga masakanmu," katanya sambil mengangguk-angguk. Dia tidak mau mengakui kekagumannya kalau ternyata gadis di depannya ini bisa memasak.

"Bilang saja kalau enak," Reina tertawa sambil menyuap hasil masakannya. "Thank you, Troy," kata Reina dengan mulut masih mengunyah.

"Untuk apa?" Troy membalas.

"Untuk sarapannya." Keduanya menikmati pagi hari itu dengan keceriaan.

-----

"Kamu wangi," gombal Troy ketika memeluk Reina dari belakang. Gadis itu sedang mencuci piring bekas makan mereka.

"Dan kamu pembohong. Aku belum mandi sejak kamu datang."

Troy semakin mengeratkan pelukannya. Dan Reina tersenyum bahagia.

"Kamu tahu?" bisik Troy di telinga Reina.

"Apa?" tanya Reina penasaran masih dengan kesibukannya dengan air dan sabun.

"Aku ingin kita selalu seperti ini." Troy menciumi tengkuk Reina.

"Stop it, Troy!" tegas Reina.

"Why? You don't like it?" Troy tertawa pelan.

Reina berbalik berhadapan dengan pria yang masih memeluknya.

"Karena aku masih mencuci," diusapkan tangan yang penuh sabun di pipi Troy. Reina tertawa, sementara Troy membersihkan wajahnya di bawah air yang mengalir. Reina masih tertawa pelan sambil membersihkan tangannya di samping Troy. Keduanya saling menatap sambil tersenyum. Kebahagiaan terpancar di wajah mereka.

Tiba-tiba terdengar ketukan pintu depan. Troy dan Reina kembali saling berpandangan. Troy bertanya dengan matanya. Dan Reina mengedikan bahu tanda tidak tahu.

"Biar aku lihat siapa yang datang," kata Troy mengecup pipi Reina lalu menuruni tangga menuju pintu depan. Dibukanya pintu dan wajahnya terkejut melihat kehadiran sosok yang dikenalnya.

"Troy?" ujar lelaki di hadapannya tak kalah terkejut.

"Ayah," sahut Troy, "Apa yang Ayah lakukan di sini?"

"Kamu sendiri, apa yang kamu lakukan di sini?" Pria itu hanya mengetahui kalau tempat yang ditujunya adalah kediaman perempuan bayaran yang melayani hawa nafsunya.

"Troy, siapa itu?" teriak Reina dari atas tangga. "Farah kah?" Reina tertegun ketika melihat tamu yang tidak diundang berada di depan pintu rumahnya. Reina melangkah menuruni anak tangga.

"Rei, kamu di atas saja!" perintah Troy tegas. Tetapi Reina tetap menuju ke arahnya.

Ayah Troy bergantian melihat anaknya dan perempuan yang pernah melayaninya.

"Kamu, dengan perempuan itu?" Ayah berkata dengan nada merendahkan.

"Perempuan itu punya nama, dan aku yakin Ayah tidak tahu siapa namanya," ketus Troy.

"Tidak perlu nama, perempuan seperti dia hanya perlu tahu harga dan pelayanannya," Ayah mengejek sinis.

Tangan Troy sudah melayang ke arah lelaki tua tersebut. Reina menahannya dan menggeleng.

"Ternyata kamu sudah jatuh ke tangan pelacur itu," kembali Ayah berkata sinis. "Dan kamu," katanya melihat wajah Reina, "Berapa yang dia kasih ke kamu? Saya bisa kasih lima kali lipat."

"Dasar laki-laki bandot," kemarahan Troy memuncak. "Ada ibu yang menunggumu di rumah. Sudah berapa perempuan yang kamu pakai, heh!?"

"Jangan kurang ajar kamu, Troy," teriak Ayah.

"Keluar!" Troy menunjuk pintu yang terbuka. "Keluar atau Ibu akan tahu semua kelakuan Ayah."

"Jangan kamu coba-coba." Telunjuk Ayah mengacung di wajah Troy. Dan Troy dengan muka memerah karena marah mendorong ayahnya keluar dan membanting pintu. Reina terdiam menyaksikan semua itu. Troy menghampirinya.

"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya dengan suara lembut bergetar. Reina menggeleng dan memandang Troy dengan khawatir. Troy memahami arti tatapan Reina. Dibawanya tubuh Reina dalam dekapannya. "Aku tidak apa-apa. Kita baik-baik saja." Reina memeluk Troy erat dan mendamaikan gejolak di hatinya.

-----

Troy membuka pintu apartemennya. Reina memintanya untuk pulang dan menghadapi ayah. Walaupun enggan, dia menuruti keinginan pujaan hatinya. Dan seperti yang sudah diduga, Ayah menunggu kepulangannya.

"Troy, kamu pulang ke Jakarta. Besok!" suara Ayah dengan nada tegas memerintah.

"Kenapa?" Troy berkata tenang. "Aku akan ke Jakarta bersama Reina."

"Reina?"

"Iya, gadis yang sudah Ayah manfaatkan untuk kesenangan sesaat."

"Kamu tinggalkan perempuan itu. Dia tidak berguna dan cuma pelacur murahan."

"Kalau memang Reina pelacur murahan, kenapa Ayah selalu mencarinya setiap datang kemari? Kenapa Ayah berani membayarnya mahal? 250 dollar sejam bukan harga murah untuk perempuan murahan."

Ayah terkejut dengan kata-kata Troy yang menentang dirinya. Belum pernah Troy melawan. Apapun yang dikatakan atau diperintahkan selalu dituruti oleh anak lelakinya itu.

"Ayah tidak mau berdebat dengan kamu. Kamu cukup menuruti keinginan Ayah. Pulang ke Jakarta, menikah dengan Silvia dan menjalankan perusahaan kita." Ayah memasuki kamarnya dan membanting pintu di belakangnya.

Troy tersenyum meremehkan. Dia tahu Ayah sudah kalah berdebat. Dan pembicaraan tentang Jakarta tidak lagi diungkit sampai ayahnya kembali ke Jakarta keesokan harinya.

Warm WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang