He Who Always be the Center of Attention

66 5 0
                                    

Ku perhatikan kau dalam keramaian

Ku dengar kau dalam diam

Bagiku, kau pengganggu kedamaian

Bagiku, kau tak terduga menikam

Sebuah rasa yang tertata rapi

Kini berantakan dalam hati

----------

Reina tidak pernah peduli dengan apapun yang terjadi di sekelilingnya. Dirinya sudah disibukan dengan isi otaknya yang tidak pernah berhenti bekerja. Dia selalu tenggelam dalam bacaan hanya agar dia terhindar dari hal-hal yang membuatnya resah. Sampai pada hari itu ketika kedamaiannya terganggu dengan suara dering handphone yang terus-menerus dan jawaban dengan suara keras, seolah mencari perhatian.

Walaupun wajah Reina tetap tenggelam dalam buku, telinganya mendengarkan percakapan lelaki sumber perusak ketenangan. "Hmm, pantas saja, dari Indonesia. Memang norak dan tidak punya etika," pikirnya saat itu.

Kejadian itu bukan hanya sekali, berulang kali seolah lelaki pengganggu itu sengaja melakukannya mencari perhatian Reina. Sementara Reina semakin tenggelam dalam bacaan karena dia tidak mau siapapun mengganggu satu-satunya waktu dimana dia bisa menikmati dirinya sendiri.

Rasa terganggu Reina bukan hanya dalam perjalanan dengan kereta. Saat dia mulai melangkah keluar kereta dan berjalan sepanjang stasiun menuju tempat tujuannya, Reina dapat merasakan seseorang mengikutinya. Ketika melewati pertokoan, Reina dapat melihat bayangan yang mengikutinya. "Eh, dia kan lelaki dalam kereta. Untuk apa dia mengikutiku," batin Reina bertanya. Dia mempercepat langkahnya dan tiba-tiba berbelok untuk bersembunyi di balik tembok. Dilihatnya lelaki itu mencari-cari dan mulai kehilangan dirinya. Reina tersenyum puas dan kembali berjalan.

Keesokan harinya terjadi lagi hal yang sama, membuat Reina semakin jengkel dengan lelaki tersebut. "Apa sih maunya?" dia menghela nafas, "Mulai dari dalam kereta hingga keluar pun dia masih mengikuti."

Hingga suatu hari, Reina terkejut ketika lelaki yang tidak disukainya itu duduk di sampingnya. "Apa-apan sih? Cari gara-gara apa lagi," kesal dalam hati Reina.

Ketika lelaki bernama Troy memulai percakapan dengannya, Reina memutuskan untuk bersikap acuh dan tidak peduli. Dengan harapan dia akan menjauh karena ketidakramahan dirinya. Tetapi harapan itu pun pupus ketika Troy tetap mengambil tempat di sebelahnya setiap pagi. Reina pun hanya dapat menatapnya tajam dan sinis. Dan yang cukup mengejutkan untuk Reina, dia merasakan kenyamanan dengan Troy berada disisinya.

Hari dimana Troy memutuskan untuk mengikuti Reina secara terang-terangan menjadi salah satu kejutan untuk dirinya. Dengan sikap dingin dan acuh, Reina berjalan secepat yang dia bisa. "Aahhh... tidak mungkin bisa menghilang dari dia," putus asa Reina menyadari tubuh atletis Troy tidak akan bisa dia kalahkan. Bahkan apabila dia harus berlari melepaskan diri darinya. Troy pasti bisa mengejarnya. Akhirnya Reina membiarkan lelaki itu mengikutinya.

Angin dingin bulan Juli seperti menggigit pipi Reina. Pagi itu Reina lupa untuk membawa syalnya. Digosok-gosokan tangannya dan sesekali ditempatkan telapak tangan di pipi untuk menghangatkan diri. Reina sangat terkejut ketika telapak tangan Troy menyentuh kedua pipinya, sesaat Reina hanyut dalam kehangatan. Namun segera ditepis tangan Troy dan kembali berjalan. Reina tetap cuek bahkan ketika Troy menawarkan syal untuknya, dia tetap berjalan menantang angin dingin.

Sekejap tangan Troy menghentikan langkah Reina. Reina kaget ketika Troy mengenakan syal di lehernya, dengan cepat dia ingin melepaskannya. Tetapi tangan Troy lebih cepat mendekap pipinya. Pilihannya dia menerima pinjaman syal dari Troy atau dia menikmati kehangatan telapak tangan Troy di pipinya. Dan entah dari mana sekujur tubuhnya seakan mengalir air hangat. Reina menepis tangan Troy, dia seakan dapat merasakan semburat merah di pipinya ketika sekilas melihat senyuman Troy.

Reina kembali berjalan dan berhenti di depan gedung tempat kelasnya berada. Dia mengatakan perpisahan dan meminta Troy tidak mengikutinya lagi. Reina memasuki Gedung F tempatnya belajar dan berpaling untuk melihat dari balik jendela. Matanya mencari sosok Troy yang ternyata masih diam mengamati. Tak lama dia melihat Troy berjalan menuju gedung lain. "Ternyata dia kuliah disini juga," batin Reina.

Sore itu, Reina pulang dengan langkah cepat menuju stasiun. Sebelumnya dia melihat sekeliling, mencari sosok Troy. Sebagian karena takut dia akan mengikutinya pulang, dan sebagian karena dia hanya ingin melihatnya. Penasaran dengan lelaki yang dianggapnya menyebalkan.

-----

Sepanjang malam Reina memikirkan cara untuk menghindar dari Troy. Diputuskannya untuk berangkat agak siang dari biasanya dengan melewati dua jadwal kereta. Dan benar, pagi itu Reina tidak berjumpa dengan Troy. Sejak itu, dia memutuskan untuk melakukan hal yang sama keesokan harinya.

Jadwal Reina bertugas di perpustakaan siang itu terganggu dengan adanya keluhan dari beberapa mahasiswa karena keributan yang berasal dari meja di belakang. Reina menuju ke sumber suara keras yang samar-samar dikenalnya. Dia melihat sosok Troy dari belakang. Tiba-tiba jantungnya berdegup kencang. Diambilnya secarik kertas dan Reina menulis sesuatu di atasnya. Dihampiri meja bundar yang berisi lima mahasiswa sedang berdiskusi. Disodorkan kertas di atas meja dan di tatapnya satu per satu mahasiswa yang duduk disitu, termasuk Troy. Kemudian dengan cepat Reina berlalu. Langkahnya tertahan oleh tubuh Troy yang menghadang di hadapannya. Setelah percakapan singkat mereka, Reina merasakan lemas sekujur tubuhnya. "Apa-apan dia itu? Berani-beraninya dia mengancam," kesal Reina dibuatnya.

Sore itu, Reina merasakan keraguan antara menunggu Troy atau meninggalkannya. Lima menit berlalu setelah kelasnya selesai, Reina masih terduduk di kursinya. Semua teman sekelasnya sudah keluar berlalu, tersisa dia sendiri. Diputuskan untuk menunggu Troy. Reina turun dan menunggu diluar gedungnya. Dilihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 5 lebih 15 menit. "Kemana dia? Sudah kubilang jam 5, tapi malah terlambat." Reina berjalan kesana kemari mencari kehangatan dalam dinginnya sore itu.

Tiba-tiba dirasakan tubuhnya didekap seseorang. Troy! Sesaat Reina merasakan senang dengan kehangatan tubuh di belakangnya, tetapi kemudian dilepaskan dirinya. Mukanya memerah karena malu. Mereka berjalan pulang dalam keheningan.

Di dalam kereta ketika Reina berada dalam dekapan Troy, dirasakan aman dan tenang walaupun dia berusaha menyangkalnya. Reina merasa bingung dengan apa yang dirasakannya saat itu. Perjalanan pulang terasa lebih lama dari biasanya. Reina hanya bisa membenamkan wajahnya di dada Troy. Dia tidak mampu untuk menatap Troy dengan adanya degupan dalam dada. Bukan hanya dirasakan oleh jantungnya tetapi juga seluruh tubuhnya terasa aneh, yang tidak pernah dirasakan sebelumnya oleh Reina.

Reina panik melihat Troy yang masih saja menatapnya. Padahal seharusnya Troy turun dari kereta yang kini sudah melewati Wiley Park. "Aaahhh, dia ini, apa sih maunya? Masih aja mengikuti." Antara kesal dan senang karena dapat bersama dengan Troy lebih lama, Reina melangkah keluar kereta yang berhenti di Punchbowl dengan Troy masih berada di belakangnya.

Pada akhirnya, Reina membiarkan Troy mengikuti sampai tempat tinggalnya. Saat Troy menggenggam wajah Reina dalam kehangatan telapak tangannya, Reina merasakan gemetar seluruh tubuhnya. Kembali Reina bersikap sinis untuk menutupi rasa aneh yang dirasakannya. Reina menutup pintu dengan Troy masih berada di baliknya. Reina dapat melihat Troy yang pergi berpaling walaupun dia tahu Troy tidak dapat melihatnya di balik kaca hitam. Ada keinginan di dalam hatinya untuk dapat menghentikan waktu, karena Reina ingin lebih lama bersama Troy. Tetapi Reina kembali pada logikanya. Semua ini hanya sementara, suatu saat Troy akan pergi meninggalkannya apabila dia mengetahui siapa Reina sebenarnya. "Aku tidak boleh dekat dengan Troy. Aku tidak boleh terbuai dengan saat-saat seperti ini," pikirnya.

Warm WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang