He and She

38 4 0
                                    


Aku meninggalkanmu sementara

Hanya sesaat namun tetap menyiksa

Kutitipkan hati yang berdegup paksa

Tanpamu ia enggan berdetak segera

-----

Cafe tempat biasa dikunjungi oleh Troy dan Silvia sepi sore itu. Mungkin karena memang sudah lewat jam makan siang.

"Rif, gue pesan nasi goreng ajalah. Yang biasa yang cepat," ujar Troy.

Arif mengangguk sambil menuliskan pesanan temannya itu.

"Via mau apa?" tanya Arif sambil menuliskan pesanannya sendiri.

"Sama, nasi goreng juga. Tapi... "

"Super pedas, telur setengah matang," sambung Arif.

"Yes... " sahut Silvia.

"Lemon tea atau jeruk manis?" tanya Arif lagi ditujukan pada Silvia. "Lemon tea dingin... "

"Tapi esnya sedikit," lagi-lagi Arif memotong omongan Silvia. Dan gadis itu mengangguk senang.

"Kopi," kata Troy yang memperhatikan mereka berdua.

"Kopi apa?" Arif berhenti menulis.

"Mochacino," sambung Silvia. Troy menggeleng, "Kopi hitam saja."

Silvia menengok ke arah Troy.

"Supaya tidak ngantuk," ujar Troy sebelum ditanya.

Ketika pesanan mereka datang, Troy, Arif bahkan Silvia makan dengan lahap. Mereka tidak berbicara apapun hingga habis makanan di piring.

"Kita harus memeriksa keuangan dari tahun lalu," ujar Troy sambil menyeruput kopi hitam di tangannya. "Kalau perlu kita cek dari tahun-tahun sebelumnya. Jangan berhenti sampai kita menemukan di mana letak pengeluaran yang tidak biasa."

"Troy semangat sekali," ujar Silvia senang. "Kita pasti akan menemukan dan menyelesaikan masalah ini."

"Lo ngga keberatan lembur malam ini, Rif?" tanya Troy mengacuhkan kata-kata Silvia.

Arif menggeleng. "Santai aja, Troy. Gue mah masih single. Ngga bakal ada yang nyari."

"Sip!" Troy mengacungkan jempolnya.
----------

Jam 11 malam, Troy dan Arif masih terjaga. Dengan tumpukan dokumen yang makin bertambah. Silvia sudah tertidur di atas sofa dari setengah jam yang lalu. Di tengah kesibukannya, Arif menyelimuti Silvia dengan jas yang digunakannya. Troy memperhatikannya dalam diam.

Baru sehari Troy di Jakarta, dan rindunya seakan memanggil. Troy bangun dari duduknya. Dia menuju jendela dan memperhatikan gelap langit malam dengan kerlipan lampu-lampu di luar gedung. Kendaraan bermotor masih meramaikan jalanan ibukota. Beda dengan Sydney yang terasa sepi di malam hari.

"Kapan kalian akan menikah?" Arif membuyarkan lamunannya dengan sebuah pertanyaan. Dia memberikan secangkir kopi panas. Harumnya memenuhi rongga penciumannya.

"Gue dan Silvia tidak akan menikah," jawab Troy pelan.

"Kenapa?"

"Lo suka Via, kan?" Troy balik bertanya untuk meyakinkan dugaannya.

"Silvia mencintai cinta pertamanya. Dan itu lo, Troy."

"Lo belum jawab pertanyaan gue," tegas Troy.

Warm WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang