Inside The Silent Night

65 4 2
                                    

Kisahmu tak pernah kutahu

Deritamu tak pernah kuduga

Ketika kau menjadi pendosa

Ku jadikan kau pendakwa

Sebelum mendengar ceritamu
----------

Minggu itu, mungkin menjadi minggu yang menyebalkan bagi Troy. Dibuka pintu apartemen yang diketuk keras pagi itu. Ayahnya berada di balik pintu. Troy kaget, "Kenapa tidak bilang kalau mau datang?"

"Ayah sudah bilang akan datang untuk urusan bisnis dan juga bicara denganmu."

"Kalau soal Silvia, Troy sudah yakin untuk tidak menikah dengan dia."

"Ayah baru sampai, mau mandi dan istirahat. Bicarakan Silvia nanti saja."

"Troy kuliah dulu."

"Jangan pergi!"

Langkah Troy terhenti. "Ada apa lagi, Yah?"

"Tidak usah kuliah hari ini."

"Tapi, Yah..."

"Kamu sebenarnya tidak butuh kuliah, berhenti kuliah dan ikut Ayah kembali ke Jakarta."

Troy kaget dengan kata-kata ayahnya. Memang bukan materi kuliah yang dibutuhkan Troy saat ini, tapi gadis mungil yang menjadi sumber semangatnya.

"Kenapa, Yah?"

"Ayah mandi dulu," dan Ayah pun berlalu.

Troy tidak sabar menunggu Ayah selesai mandi. Dia tahu kalau Ayah menginginkan sesuatu pasti akan didapatkannya. Seperti ketika dia menginginkan Troy kuliah di Sydney, padahal dia pun baru mendapat gelar sarjananya. Saat itu Troy tidak memikirkan apapun. Dia menerima dan melakukan apa yang diinginkan ayahnya. Mungkin juga karena saat itu Troy tidak memiliki keinginan, ambisi dan obsesi dalam bentuk apapun. Dia hanya menjalani hidup yang diberikan orang tuanya. Tidak ada impian yang ingin dilakukan. Hidupnya sudah menyenangkan dan tidak ingin mengubahnya.

Sekarang Ayah ingin dia kembali ke Jakarta. Itu artinya Troy harus meninggalkan Reina, meninggalkan satu-satunya yang dia pedulikan. Sederhana saja memang impiannya saat itu, ingin selalu bersama Reina. Tapi Troy tidak ingin ada seorang pun merebutnya. Karena inilah pertama kalinya Troy memiliki sesuatu yang memang dia inginkan bukan keinginan orang lain.

Troy duduk dengan tidak sabar. Ketika ayahnya keluar dari kamar mandi, diikutinya dengan pertanyaan. "Kenapa Troy harus berhenti kuliah, Yah? Sayang kan, baru juga mulai."

"Kamu kembali ke Jakarta, langsung bantu Ayah menjalankan perusahaan. Dari situ kamu sama saja dengan belajar."

"Troy ingin menyelesaikan kuliah disini, baru kembali ke Jakarta." Tegas Troy berbicara pada ayahnya.

"Apa maksudmu? Kamu tidak mau menurut kata Ayah." Ayah kaget dengan kemantapan kata-kata Troy.

"Bukan itu Yah, Troy sudah memulainya, setidaknya Troy mau menyelesaikannya. Ngga ada ruginya kan."

"Kamu yakin Troy?" Dan Troy pun mengangguk. "Baiklah, tapi Ayah mau kamu dan Silvia kembali bersama. Ayah membutuhkan perkawinanmu untuk masa depan perusahaan."
"Apa yang terjadi dengan perusahaan?" tanya Troy. "Apa pernikahan dan bersatunya perusahaan kita dan ayah Silvia harus dilakukan?"

"Perusahaan kita membutuhkan inovasi terbaru. Dengan bergabungnya perusahaan kita, ke depannya akan dapat mengeluarkan produk-produk terbaru."

"Troy yang akan melakukannya. Tanpa pernikahan ini pun, kita bisa melakukan sendiri." Lagi-lagi terdengar kemantapan di nada suara Troy.

"Kita tunda saja dulu pembicaraan pernikahan ini. Yang pasti, Silvia sangat ingin menikahimu."
----------

"Wah, mahal sekali $250 per jam. Memang servicenya bagus?" Ayah sedang berbicara di telepon. Troy yang baru saja memasuki apartemen, tanpa sengaja mendengarkannya. "Saya mau yang biasa saja. Dia lebih baik dari semua perempuan yang kamu tawarkan." Troy bersembunyi di balik tembok dan menunggu Ayah masuk ke kamar. Troy tahu kelakuan Ayah dengan wanita-wanita panggilan kelas kakap di Jakarta. Tapi Troy tidak pernah menyangka kalau Ayah juga melakukannya di sini, di Sydney. Entah dapat ide darimana, Troy berniat mengikuti ayahnya. Dia tahu kalo Ayah selalu menyewa mobil disini.
----------

Troy duduk dalam taksi yang masih berhenti di seberang apartemen. Dia menunggu mobil sewaan ayahnya keluar. Dia yakin sekali malam inilah yang dimaksud. Sepuluh menit Troy menunggu, dilihat mobil hitam dengan Ayah menyetir. "Follow that car, don't lose it!" perintah Troy pada supir taksi.

Malam hari itu jalanan sudah sepi. Hanya 20 menit taksi Troy mengikuti mobil Ayah. Troy mengenali daerah yang dituju, Punchbowl. Mobil berhenti tak jauh dari tempat yang dikenalnya. Saat Troy membayar taksinya, saat itu ayah Troy menghilang dari pandangan. Troy turun, di tangannya ada sebotol besar minuman keras yang sengaja dibawa untuk menghilangkan dingin. Berjaga-jaga seandainya dia harus menunggu.
----------

Troy menunggu dalam gelap malam nan dingin. Diminumnya seteguk minuman dalam botol kecil berada di tangannya. Rasa hangat menjalar dari kerongkongan ke seluruh tubuh. Namun, dingin seakan tak mau meninggalkan dirinya. Di tatapnya pintu masuk ke dalam tempat tinggal Reina. Waktu menunjukkan hampir tengah malam. Ayah yang diikuti dan kehilangan jejaknya di sini, di area tempat Reinanya tinggal. Yang membuatnya pasti ada ayahnya di salah satu bangunan di hadapan adalah mobil yang digunakan terparkir di sana.

Troy tidak tahu di bangunan mana ayahnya berada. Hampir semua yang berfungsi sebagai toko di siang hari dalam keadaan gelap. Salah satunya yang menyala dengan lampu temaram adalah tempat tinggal yang dia tahu sebagai milik Reina. Kanan kirinya adalah toko-toko yang sudah tutup walaupun ada 4 atau 5 jendela yang memancarkan cahaya lampu. Perumahan masih beberapa meter lagi ke dalam. Troy merasa yakin jejak ayahnya berhenti di sini.

Hampir dua jam Troy menunggu, minuman di tangannya hampir tak bersisa. Kemudian dilihatnya pintu yang selalu ditatapnya terbuka. Keluarlah sosok pria yang dikenalnya dan juga sosok gadis mungil di belakangnya. Si pria mencium pipi gadis yang memberikan senyum terpaksa. Dan Troy yang mengenali keduanya dipenuhi rasa marah dan kecewa.

Ketika mobil Ayah sudah melaju, Troy dengan cepat berlari dan menghadang pintu yang akan kembali menutup. Reina yang berada dibaliknya terkejut. "Troy," serunya pelan meyakinkan dirinya sendiri dengan penglihatannya.

"Dasar pelacur, aku ngga nyangka kamu seperti itu, Rei," teriak Troy sambil mendorong masuk tubuh Reina hingga terduduk di tangga. Reina berusaha melawan, bangun dan mendorong Troy. Tapi Troy yang lebih kuat, kembali membenturkan punggung Reina ke dinding. Kedua tangannya menahan pundak Reina dan di ciumnya dengan paksa. Reina bertahan, melawan dengan sekuat yang dia bisa. Diraihnya wajah Troy dan dijauhkan dari wajahnya.

" Troy..." teriaknya dan tangannya sudah menampar keras wajah Troy, "Apa-apaan kamu?!"

Sesaat Troy tersadar, tapi kemarahannya membuat dirinya gelap mata. "Berapa bayaranmu?" teriak Troy sambil merogoh kantong celananya, "Kurang segini" sambil menunjukkan lembaran 10 dollar di wajah Reina. Diambil dompet dan dilemparkan ke wajah Reina yang menghindar tetapi tetap terkena lemparan dompet.

Pegangan Troy pun melemah membuat Reina dapat melepaskan dirinya dan berlari menyusuri anak tangga ke atas. Troy yang masih marah dan dalam keadaan mabuk mengikutinya.

Diraihnya tangan Reina, dan dihadapkan gadis itu di hadapannya. Didekap erat hingga hampir meremas tubuh Reina. Reina mengerang kesakitan, "Troy, you're hurting me! Stop it!"

"You did it with my father but you don't want me," marah Troy memaksa mencium Reina. Dihempaskannya tubuh Reina ke atas tempat tidur. Dengan segala kekuatannya Reina melawan. Dirasakan tangan mungil Reina yang memukul, menampar dan menahan tubuhnya yang berada di atas tubuh Reina. Dan dirasakan juga kaki Reina yang meronta karena tertahan oleh setengah badan besar Troy.

Tiba-tiba Troy merasa tubuhnya limbung. Efek minuman yang sudah habis mulai mempengaruhi tubuhnya. Kepalanya mulai terasa berat serta pandangan terhadap Reina mulai kabur. Semua menjadi gelap dan tubuhnya terjatuh menimpa Reina.

Warm WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang