Aku Tahu Kau Ingin Bertemu

142 10 0
                                    

"Angga kamu udah tau akan hal ini? Kok kamu malah minta cerai?" Semua yang ada di ruangan ini tidak tau apapun kecuali Axel, Angga malah tidak mau mendengar lagi, ia malah menyumpal kupingnya dengan headset. "Angga!" Teriak bunda tidak karuan, bunda yang bahkan teliti akan segala hal belum mengetahui hal ini, semenjak hamil, aku menyembunyikannya dari siapapun termasuk Angga.

"Belum, aku memang menyembunyikannya dari Angga" Ucapku pelan, aku sadar bahwa ini adalah hal terburuk yang pernah terjadi. Entah mengapa aku lebih senang jika Angga menikah dengan Riana.

Apa yang kalian harapkan sekarang? Angga berbuat baik kepadaku? Semuanya sayang kepadaku? Atau apa? Kalian semua salah! Semua yang ada di meja makan itu melihatku aneh, entah kenapa melihatku seperti itu tapi aku sungguh risih. Perlahan tapi pasti Angga mendekat dan mulai mendekat.

Bugh

Jelas sekali bahwa Angga menendangku tepat di perutku, rasanya sungguh menyakitkan tapi aku sudah biasa. Pandanganku lama kelamaan mulai kabur dan aku bisa melihat jelas bahwa ada darah segar mengucur dari bawah, aku mulai was-was tapi semuanya hilang dan lama-lama semakin gelap, entah aku berada di mana tapi ini gelap.

Tubuhku begitu lemas sangat susah digerakkan, aku hanya melihat cahaya putih di ujung sana membuat diriku was-was, aku mulai mendekat. Di sana terlihat jelas bahwa Adit sedang khawatir kepada ku, banyak juga anggota keluarga yang lainnya. Tapi aku tidak sama sekali menemukan keberadaan Angga, dimana gerangan dia? Apa dia sedang honeymoon dengan Riana? Syukurlah jika begitu.

"Kembali! Semua khawatir kepadamu! Cepat kembali ke tubuh mu!" Benci, aku sangat benci! Bagaimana bisa Mr. Arrogant itu selalu mucul bahkan di tempat seperti ini, aku tidak suka dia ada dimana-mana! Menyingkirlah dari dunia ku Angga!

"Kau sadar aku bisa membaca pikiranmu, ayo pulang Rena" Ucapnya lagi, kali ini ia begitu lembut! Tapi aku tidak akan terlena untuk kesekian kalinya! Ini hanya sebuah sandiwara yang Angga buat!

"Terserah, semua mengkhawtirkan dirimu, detak jantungmu mulai menurun" Ucapnya pelan dan pergi entah kemana, aku mengenda-endap memasuki cahaya itu. Terang, bahkan aku sendiri tidak tau apa yang aku lihat saat ini.

Pelan tapi pasti aku mulai membuka mataku, mengerjapkkan mata untuk kesekian kalinya, melihat semua orang yang begitu khawatir kepadaku. Angga benar aku sebaiknya kembali, mereka begitu mengkhawatirkan diriku. "Syukurlah kau sudah sadar" Entah dia siapa tapi terima kasih sudah mau menjengguk diriku.

Tepanya dua minggu lagi aku baru diperbolehkan pulang, tentang pendarahan itu, aku harus kehilangan janjin yang berada di dalam rahimku, aku ingat dokter pernah berkata jika kandungan ku keguguran, kemungkinan besar aku tidak bisa mengandung lagi tapi bukan itu sekarang yang menghantui diriku, hanya saja aku begitu khawatir dengan kondisi Angga.

Semua sudah jelas, setelah Angga menendang diriku dengan alasan ia ingin agar segera bercerai sehingga ia di hajar habis-habisan, dan sekarang Angga sudah di rawat di salah satu rumah sakit. Bahkan diriku tidak boleh menjenguknya sampai ia sembuh secara total.

"Surat cerai telah saya kirim ke kediaman keluarga Dwipangga" Ucap pria itu, dia adalah Felix, sekertaris ayah di kantor. Kalau mengenai gugatan cerai aku tidak setuju tapi apa daya diriku yang masih lemas di atas tempat tidur.

"Batalkan" Kataku pelan, semua orang di ruangan itu jelas melongo kaget terhadap diriku. "Aku bisa bangun karena dia ada di sana, entah tempat apa itu tapi dia di sana menyuruh diriku untuk kembali, tarik kembali surat itu" Pintaku jelas, memang susah untuk meyakini mereka semua tapi aku harap tidak ada yang namanya cerai.

"Rena kau sudah gila? Dia menendang mu kemudian mengahajar dirimu habis-habisan! Bahkan sampai kehilangan kandungan!" Adit begitu khawatir kepadaku, bahkan kedua orangtuaku saja tidak ada di ruangan ini, mereka lebih memilih mengantarkan Riana kembali menjadi seorang model di Austria.

Dari dulu semuanya memang tidak adil, dulu aku di harapkan menjadi anak laki-laki sehingga setiap harinya kedua orangtuaku menyuruhku bermain seperti anak laki-laki bahkan sampai tingkahnya. Mereka begitu benci kepada diriku, kemudian mereka berharap bahwa anak ke dua adalah perempuan, tentu saja Riana akan lebih di sayang. Aku seorang perempuan tapi aku tidak secantik Riana dan tidak sebijak Riana.

Sebenarnya ibu dan ayah sudah tau sifat Angga, sehingga mereka menjodohkan Angga dengan Riana tapi lambat laun Angga dan Riana mulai mencintai, tapi semua cinta itu sirna. Angga menjadi dirinya sendiri sedangkan Riana ia kabur entah kemana. Sesaat mereka tau bahwa Riana kabur mereka menyeret diriku masuk ke dalam ruang pengantin, di paksa menikah dan segalanya. Sudah biasa aku di sakiti.

"Siapa yang gila? Angga? Kau salah Dit, Angga tidak gila malah dia sayang kepada ku" Aku paling tidak terima jika suami tampanku itu di katai gila, terlebih lagi jika itu menyangkut masalah diriku.

"Kau kenapa? Bagian otak sebelah mana yang membuat dirimu seperti ini? Dulu kau benci sekali saat ada orang yang menghardik orang lain dan sekarang? Kau kenapa?" Sebenarnya Adit menikahi teman dekatku dulu, Olive ya namanya memang lucu seperti orangnya, selain lucu ia cantik melebihi batas wajar.

"Hanya lelah, bukankah kalian berdua sadar? Aku selalu membuat cerita bertemakan kekerasan dan sekarang bukankah aku berhak mendapatkannya? Kita tunggu dua minggu, setelah itu biarkan aku sendiri!" Perintahku marah, aku hanya lelah dan lelah, sebenarnya mataku sudah tidak kuat lagi membuka lebih lama, aku mau menutupnya untuk sekarang.

Sebaiknya kita mulai lagi perdebatan panjang ini esok, aku yakin semuanya lelah.

Belum lima menit aku tidur, ada segerombolan makhluk yang mengganggu tidurku. Sepuluh dari sepuluh sepupuku datang berbondong-bondong memenuhi ruangan kecil ini, mungkin lumayan sumpek tapi ini yang aku rindukan dari dulu.

"Mentang-mentang udah nikah ya, jarang ngumpul bareng! Gini nih akibatnya!" Omelan demi omelan sudah sering aku dengar tapi omelan yang kali ini begitu berbeda, dia sepupuku yang paling kecil. Umurnya mungkin masih 10 tahun tapi kehidupannya sudah seperti orang dewasa, semenjak kecil ia di paksa menjadi orang dewasa dan itu membuatnya seperti sekarang ini.

"Eh? Gak gitu juga kali Dam, jaga ucapan" Ingatku, dia adalah orang yang paling santai dengan omongan, dan kadang itu membuat semua orang kewalahan terhadap nya. Namanya Adam, walau masih kecil tapi IQ nya tinggi. Ganteng sih gak terlalu, tapi logatnya bukan logat Indonesia, Adam kurang lebih tinggal di Australia empat tahun lamanya, tapi hebatnya dia lancar berbahasa Indonesia.

"Iya nih, gimana sih Ren! Pas tau kamu masuk rumah sakit Nathan ketar-ketir loh! Dia kayak kesel sama dirinya sendiri! Wajarlah Nathan kan kemaren gak ikut" Ucapnya memegangg tanganku lembut, Gabriel. Sepupu tertua dari semuanya, sudah dua tahun pernikahan mereka berlangsung tapi Nathan belum menyentuh Gabriel sekalipun.

"Duh kok kalian ketar-ketir sih, gak perlu sampe segitunya kali! Lagi pula kalian harus keluar, keluarga Dwipangga mau masuk tuh" Ucapku sembari menunjuk pintu keluar, sebenarnya aku mengusir mereka secara halus.

"Yaudah, abis mereka kita masuk lagi!" Adit dan lainnya keluar, mereka menatap keluarga Dwipangga dengan benci sedangkan keluarga Dwipangga sendiri merasa enggan untuk di tatap seperti itu.

The Truth [Completed]Where stories live. Discover now