Part 9 : Senja di Konak

2.1K 134 18
                                    

Keasyikan kawanan burung mematuki remah-remah terusik, ketika seorang anak berlari sambil merentangkan tangan. Bibirnya menirukan suara pesawat terbang. Burung-burung itu seketika berterbangan ke arah yang berbeda, hinggap di tempat lain, lalu kembali mematuki remah-remah. Beberapa saat kemudian, mereka mengepakkan sayap lagi, terganggu oleh ayunan kaki para pengunjung yang melangkah ke sana-kemari.

Langit Izmir biru cerah. Cuaca yang bersahabat bagi mereka yang ingin menikmati suasana sore di kawasan Konak Square atau alun-alun kota Izmir. Si anak peniru pesawat terbang hanya satu dari sekian banyak pengunjung. Beberapa anak lain tampak melakukan hal serupa. Sepertinya, melihat burung-burung berterbangan tatkala kaki mereka mendekat memberikan kesenangan tersendiri.

Bukan hanya anak-anak yang berada di tempat ini. Terlihat pula para remaja hingga orang-orang lanjut usia. Sebagianmenempati bangku-bangku yang tersedia di sekeliling alun-alun sambil membaca surat kabar, melempari kerumunan burung dengan biji-bijian, atau hanya sekedar mengobrol. Sebagianpengunjung asyik berfoto dan menjadikan menara jam sebagailatar belakang.

Konak Square adalah salah satu tujuan wisata bagi turis lokal ataupun mancanegara. Selain merupakan pusat kota, di tempat inilah saat kulesi atau menara jam rancangan arsitek Prancis, Levantine Raymond Charles Père, berada. Bangunan setinggi dua puluh lima meter yang dibangun pada tahun 1901 itu berdiri di tengah alun-alun dan menjadi landmark Izmir. Di sekelilingnya terdapat gedung-gedung pemerintahan, salah satunya adalah kantor gubernur Izmir. Tak jauh dari sana, berdiri pula Konak Camii, masjid kecil berhias porselen halus dengan gaya arsitektur ottoman klasik.

Ayya baru saja selesai menunaikan salat Asar di sana. Kini, gadis itu kembali duduk di salah satu bangku, mengamati sekelilingnya. Sejak pertama kali datang, ia menyukai tempat ini. Meskipun tak sama persis-entah mengapa-berada di sini membuat pikirannya mengembara ke masa lalu, ketika ia dan ibunya duduk bersisian di bangku taman sambil menikmati es krim cokelat. Hampir setiap akhir pekan sang ibu mengajaknya ke sana.

Di tempat itu, suatu kali ia melihat anak berpita ungu dituntun seorang lelaki menuju arena bermain. Ia ikut menjerit ketika anak itu terjatuh dari ayunan. Si anak berteriak memanggil ayahnya sambil menangis kesakitan. Jarak membuatnya tak bisa mendengar perbincangan mereka, tetapi tak lama tangis si anak terhenti. Dengan lembut, sang ayah menghapus air mata di pipi, memeluk, dan menuntunnya kembali ke ayunan. Di tempat duduknya, Ayya kecil begitu terpesona melihat sikap manis si lelaki pada anak itu.

"Ibu, boleh nggak aku bertemu Ayah?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibirnya yang berlumur es krim.

Ayya masih terlalu kecil untuk memahami perubahan raut muka ibunya kala itu. Ia bahkan tidak sadar jika pertanyaannya malah disambut ajakan bermain ayunan. Baginya, anggukan

kikuk sang ibu sudah cukup sebagai jawaban. Maka, ketika tubuh kecilnya terayun, angannya ikut melambung. Suatu saat ia pun akan bermain di sana bersama ayahnya. Angan yang tidak pernah kesampaian hingga saat ini.

"Minum, Ay." Suara Ditto membuyarkan lamunan Ayya.

Gadis itu menoleh pada lelaki yang baru saja duduk di samping kanannya sambil menyodorkan sebotol air mineral. "Makasih," ucapnya sembari menerima botol itu. Ia pun meneguknya.

"Iren bilang pilihan pertamamu universitas di Istanbul ya, Ay?" tanya Ditto.

Ayya mengangguk seraya menyeka sisa air di sudut bibirnya dengan punggung tangan. "Iya, tapi rezekinya di sini."

"Tinggal di Izmir juga menyenangkan kok, Ay," kata Ditto. "Kota ini memiliki banyak tempat bersejarah yang bisa dikunjungi. Di dekat stasiun Basmane ada sisa-sisa kota Smyrna, di perbatasan distrik Konak dan Karataş ada Asansör, ada juga reruntuhan kota tua Ephesus, dan masih banyak tempat lainnya."

MUSIM DINGIN DI IZMIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang