Keberadaan laut utara, laut selatan, dan laut barat serta gunung-gunung yang mengelilingi negara Turki sangat mempengaruhi iklim di negara ini. Ada perbedaan antara satu kota dengan yang lainnya.
Izmir sebagai kota pesisir, sebenarnya memiliki iklim yang cenderung hangat dibanding kota lain. Namun, bagaimanapun ada empat musim yang dialami kota ini sepanjang tahun. Dan, setiap musim memiliki fenomena dan karakter berbeda.
Cuaca di musim gugur agak susah ditebak. Tak jarang langit cerah seketika berubah mendung atau sebaliknya. Ada kalanya matahari berseri tetapi udara terasa sangat dingin. Suhu rata-rata di musim ini hanya delapan belas derajat. Bagi orang-orang yang terbiasa hidup di negara tropis, tentu saja angka tersebut sudah membuatnya kedinginan, terutama tatkala senja menyapa.
Akhir November, suhu udara semakin dingin. Angin bertiup agak kencang, mengabarkan musim gugur akan segera berakhir dan berganti musim yang lain. Musim dingin di Izmir yang akan Ayya lewati untuk pertama kalinya.
Sore ini, Ayya dan Iren memasuki salah satu toko pakaian di Kemeralti. Pusat perbelanjaan tertua, terbesar, dan terlengkap di Izmir itu hanya berjarak kurang lebih enam ratus meter dari menara jam. Tersedia berbagai macam barang di sana, mulai dari makanan, pakaian, hingga kerajinan khas Turki dengan harga jauh lebih murah dibanding dengan tempat lain.
"Kami sedang mencari perlengkapan untuk musim dingin," jawab Ayya ketika pemilik toko menanyakan jenis barang yang mereka perlukan.
"Koleksi terbaru ada di sebelah sini," terang pemilik toko berjalan pelan ke sudut kanan.
Tokonya tidak terlalu luas. Beberapa langkah dari pintu masuk, terdapat rak berisi jaket-jaket tebal dengan beragam pilihan warna. Beberapa orang pembeli sedang memilih-milih di sana.
"Untuk harga lebih murah ada di sana!" Ia menunjuk rak yang dipasangi tulisan 'indirim' di sudut kiri. Terlihat lebih ramai di sana. Produk diskon memang selalu mampu jadi magnet bagi pengunjung, terutama kaum perempuan.
Setelah memberitahu letak penyimpanan perlengkapan musim dingin lainnya, pemilik toko itu mempersilakan kedua gadis itu memilih-milih. Kemudian, ia menghampiri pengunjung lain yang memasuki toko.
"Nggak pengen coba pakaian dengan warna yang lebih terang, Ay?" tanya Iren ketika melihat Ayya menghadap cermin di dinding toko dan mendekatkan dua jaket dengan warna hampir sama ke tubuhnya.
Gadis itu menggeleng. Dulu, semasa tinggal di panti, ia sering memakai pakaian sumbangan dari para donatur. Soal warna tidak jadi masalah, selama pakaian itu sesuai dengan ukuran tubuhnya. Namun, setelah punya penghasilan sendiri dari menulis, ia bisa membeli dan memilih pakaian dengan warna sesuai seleranya. Dan, warna terang bukan kesukaannya.
"Warna merah juga bagus, lho." Iren mempelihatkan jaket warna merah dengan aksen bulu cokelat susu pada bagian pergelangan tangannya. "Cocok dipadukan dengan rok yang kamu pakai sekarang. Tuh, kan kamu jadi lebih cantik," pujinya sambil mendekatkan jaket yang dipegangnya pada tubuh Ayya.
"Terlalu menarik perhatian," tolak Ayya sambil memperhatikan bayangannya.
"Ayya, kamu itu cantik. Mau pakai baju warna apa pun tetap aja menarik perhatian." Iren mengembalikan jaket itu ke tempatnya semula.
Beberapa menit berlalu, pilihan Ayya jatuh pada jaket warna walnut dengan aksen bulu warna senada pada penutup kepala dan pergelangan tangannya.
"Kita beli beanie juga, Ay. Kamu kelihatan modis, deh." Iren memasangkan topi rajut berbahan wool ke kepala Ayya. "Iya, aku tahu di Alquran nggak ada perintah untuk tampil modis, tapi menutup aurat sesuai syariat," ralatnya diakhiri senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
MUSIM DINGIN DI IZMIR
Teen FictionMusim Dingin di Izmir berkisah tentang perjalanan seorang gadis penghuni panti asuhan bernama Ayya Sophia mencari keberadaan ayahnya. Tak ada nama. Tak ada cerita. Namun, kerinduan yang tumbuh di hati gadis itu mengalahkan segalanya. Selembar fo...