"kepalanya ?!......"

73 1 0
                                    


**

Dua orang gadis berjalan beriringan menyeret bungkusan besar dipadang rerumputan. Mereka adalah Julia dan satunya bernama Okta. Tidak ada rasa takut bagi keduanya meski berjalan ditempat sepi dan waktu menunjukkan hampir tengah malam

"Harus banget kita kaya gini apa?"

"Ya"

"Aku lelah jika harus menyeret ini lebih lama"

"Makan yang banyak biar ada tenaganya"

Okta hanya mendengus kesal memanyunkan bibirnya sambil terus menyeret bungkusan besar itu. Sampai ditepi sungai mereka menghentikan langkahnya

"Sekarang apa? Kita buat mereka seperti bunuh diri?" Tanya Okta, Julia hanya menatap sekitar

"Disini tidak ada pohon atau sesuatu yang tinggi, tidak ada pilihan lain kita harus memisahkan bagian tubuhnya"

Senyum lebar tercetak dibibir Okta. Okta membuka bungkusan besar tersebut

"Apa dia pingsan?"

Julia menatap sesuatu didalam bungkusan besar tersebut. Ia memicingkan matanya memastikan sesuatu

"Tidak, pukul dia dengan ini"

Julia memberikan sebuah kayu pada Okta

"Aku sebenarnya tidak suka dengan ini, bagaimana dengan ini?" Okta memperlihatkan sebuah pisau dapur mengkilap yang tajam dikedua sisinya. Julia mendelik ke arahnya

"Aku bilang gunakan ini!"

Bentak Julia, Okta menyimpan pisaunya dipinggangnya lalu mengambil kayu yang diberikan oleh Julia

Bugh

Bugh

Bugh

"Waarrgghhh.."

"Dia sudah pingsan"

"Keluarkan dia, dia akan tau bagaimana karma bekerja padanya" ucap Julia. Okta mengeluarkan sesuatu dari dalam bungkusan besarnya. Tidak, bukan sesuatu ini adalah seseorang pria yang hampir tewas dengan banyak luka sayatan di pipi dan sekujur tubuhnya

"Berat sekali sih dia" keluh Okta saat sudah berhasil mengeluarkan tubuh pria tersebut dari bungkusannya. Julia mengambil pisaunya yang ia selipkan di sepatunya

"Ia selalu berbohong, mengucapkan janji janji manis oleh karena itu kita harus menghukumnya"

Okta terkekeh "hey, kau bicara seperti layaknya Tuhan menghukum umatnya"

"Sudah kubilang biarkan karma bekerja padanya"

"Baik baik, aku boleh ambil bagian?"

"Setelah aku"

Julia mencekik leher pria tersebut, membuka mulutnya secara paksa lalu berusaha mengeluarkan lidahnya. Namun ia menemukan kesulitan

"Harusnya kita tidak membuatnya pingsan tadi, dengan begitu kita bisa buat ia berteriak dan menjulurkan lidahnya" keluh Julia

"Bagaimana jika kau potong saja bagian kulit bawah rahangnya, mudah kan?"

Julia menatap Okta sekilas lalu tersenyum kecil "ide yang bagus" ujarnya

Tanpa aba aba Julia menancapkan pisaunya dibawah rahang pria tersebut, darahnya muncrat tangannya. Perlahan Julia mulai menggerakkan pisaunya mengikuti bentuk rahang bawahnya

"Warrgghhhh..." erang pria tersebut namun suaranya tertahan ditenggorokan karena kini ia sudah tidak lagi memiliki kulit bagian bawah rahang. Julia meraih lidah pria tersebut dari bawah namun sulit karena pria tersebut tidak berhenti berontak

"Diam bodoh!"

Jrasss

"Haaarrgghhh..."

Julia menancapkan pisaunya dimata kiri pria tersebut. Darah kembali mengalir. Ia tidak lagi berontak akibat rasa sakit komplikasi yang ia rasakan namun pria tersebut masih bernafas

Cratss

Sekali gerakan Julia berhasil memotong lidah pria tersebut

"Kau memotongnya hanya sedikit, Julia"

"Tak apa, itu sudah cukup bagiku, kau mau ambil bagian ini?"

"Dengan senang hati"

Okta mengambil kembali pisau yang tadi ia simpan. Sebelumnya ia memperhatikan pria tersebut. Menurutnya pria tersebut lumayan tampan kulitnya putih meski kini lebih dominan merah karena darah, matanya yang kecoklatan walau kini hanya sebelah

"Aku kira ia cukup tampan, pantas saja Angel dibuat jatuh cinta olehnya"

"Kita disini bukan membahas cinta Okta" balas Julia ketus. Okta hanya tertawa kecil selanjutnya ia menggesekkan mata pisaunya dikulit pipi pria tersebut. Gesekan yang awalnya pelan kini menjadi cepat dan semakin dalam hingga merobek kulit mulut dan membelah kulit pipi pria tersebut

"Holly shit, kau membuat seperti tengkorak hidup Okta" Okta mengiris kulit pipi pria tersebut membuat rahang bawahnya terlepas dari rahang atasnya

"Hehehe.. eh hey? Apa dia sudah mati?"

"Kurasa begitu, ia terlalu banyak mengeluarkan darah"

"Lalu bagaimana dengan potongan tubuh lainnya?"

"Aku berhasil memenggal kepalanya saat kita dirumah tadi. Buang potongan tubuhnya kesungai ini"

Okta menarik bungkusan tersebut lalu menjatuhkan semua isinya ke sungai

"Beres. Mayat pria ini bagaimana?"

Julia menggeser tubuh pria itu dengan kakinya perlahan hingga terjatuh ke sungai juga

"Bukannya kita akan memotong bagian tubuhnya?" Tanya Okta

"Gak perlu, akan memakan banyak waktu. Pisaunya kita kubur disini aja"

Setelah melakukan semua persiapan mereka kembali kerumah. Sampai depan rumah Julia sudah berdiri seorang wanita yang tidak lain tidak bukan adalah teman mereka bernama Angel

"Kalian dari mana?" Tanya Angel

"Eum.."

"Jalan jalan aja.. kenapa?" Balas Julia cepat

"Oh.. oke deh. Malam ini aku nginep dirumah kamu ya" ujar Angel riang lalu masuk kedalam. Angel tidak mencurigai Julia maupun Okta sama sekali pasalnya mereka berdua sudah mengganti baju mereka yang sudah banyak bercak darah dengan pakaian baru yang mereka siapkan sebelumnya

Mereka berdua masuk kedalam rumah mereka lalu duduk bersama didepan televisi

"Julia, aku rasa ada yang kurang deh tadi.." Julia menoleh menatap Okta

"Apa?"

"Kamu yakin udah membawa semua potongan tubuhnya?" Tanya balik Okta. Julia berpikir sejenak

"Kedua kaki, tangan, badan, organ dalam..." Julia menggantung ucapannya menatap Okta serius seakan memikirkan sesuatu

"Lalu..."

"Aaaaaaaakkkkhhhhhhh....." teriak Angel

"Kepalanya ?!!"

*
*
*

END

Another StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang