2

20 1 0
                                    

Dear Dina Layandra, tunangan ku

Aku rindu banget sama kamu, kok kamu jarang banget telepon aku? Ya... aku tau waktu disini dan disana berbeda jauh, tapi aku akan selalu terima telepon kamu kok. Aku sering telepon kamu tapi kamu ga pernah angkat, mungkin aku teleponnya pas kamu lagi tidur ya? Intinya aku rindu dan sayang banget sama kamu. Tunggu aku pulang dari Amerika ya, setelah itu kamu akan jadi milik aku seutuhnya.

Love
Xoxo

Aku hanya menatap kosong surat itu. Ya, aku sudah dijodohkan oleh mama. Pria itu umurnya 2 tahun lebih tua dari umurku dan sekarang dia sedang kuliah di amerika. Awalnya aku tidak pernah setuju dengan perjodohan ini tapi aku terpaksa menerimanya untuk kebahagiaan mama. Pria itu begitu mencintai ku tapi aku tidak, hati ku masih berlabuh pada pria lain yaitu Raihan Renata. Ya, aku pikir aku sudah move on sejak kami berpisah kelas tapi ternyata tidak. Perasaan itu hanya ku pendam, bukan ku buang dan sekarang perasaan itu kembali muncul. Bahkan pada saat aku kelas 2 SMA, aku pernah menyukai sahabat ku sendiri, Rendi. Tapi aku salah, tanpa aku sadari ternyata dia hanyalah pelarian ku saja.

Aku mengambil handuk lalu masuk ke kamar mandi. Tak lama setelah itu, aku sudah mengenakan pakaian casual. Aku menuruni anak tangga satu persatu.

"Dina, duduk sini sebentar" Mama memanggilku. Aku duduk di samping mama dan tepat di seberang Raihan, jantung ku berdetak tak karuan.

"Kamu kuliah rencananya dimana?" Tanya tante Natasha sembari tersenyum lembut

"Rencananya mau lanjut di Korsel,tante" Aku tersenyum tipis

"Tidak, tidak ada Korea Selatan! Dina akan lanjut di Amerika" bantah mama

"Tapi ma... " rengek ku

"Tidak ada tapi-tapian, kamu akan menyusul dia disana" Mama menekankan nadanya pada saat menyebutkan 'dia'

"Kalau Raihan mau lanjut dimana?" Mama mengalihkan pembicaraan

"Kanada,tante" Raihan tersenyum tipis yang berhasil membuat jantung ku semakin berdetak tak karuan

"Dina ambil jurusan apa?" Tanya tante Natasha

"Astronomi, tante. Kalau Raihan?" Kini aku mulai berani menatap wajahnya itu

"Gue ambil bisnis" Raihan tersenyum lebar

"Ma, Dina ke rooftop sebentar ya" Aku beranjak dari tempat duduk ku lalu pergi ke rooftop.

Matahari mulai menenggelamkan dirinya, membuat langit begitu indah dengan senjanya. Angin sepoi-sepoi berhembus menyapu rambut ku. Aku hanya menatap ke depan menikmati pemandangan kota Pekanbaru. Aku menekan kontak Leon Anggara, pria berdarah Indonesia bercampur Amerika, tunangan ku

"Hallo? Who is this?" Suara Leon terdengar seperti orang baru bangun tidur

"Ini aku. Apa aku mengganggu tidur mu?" Aku menghela napas kasar

"Dina?? Ini beneran kamu??? Like dreams come true. No, course not. kamu ga ganggu tidur aku. Lagi pula disini sudah hampir pagi. Kamu membuat awal pagi ku menjadi bewarna" Leon terdengar sangat kegirangan

"Aku sudah membaca surat dari mu, maaf aku tidak bisa menelpon mu sesering mungkin, aku sibuk menyiapkan diri untuk UNBK dan menyiapkan diri untuk masuk peguruan tinggi" aku tersenyum kecil

"Tidak apa, aku mengerti. Maaf jika aku telah memaksamu. Oh ya, rencananya kamu akan kuliah dimana?"

"Awalnya aku memilih Korea selatan..."

"Please, jangan Korsel" nada bicara Leon penuh harap

"Dan akhirnya aku memilih Amerika"

"Yeay!! I love you so much"

"Aku tutup dulu,bye"

Tiba-tiba Raihan datang dari arah belakang

"Lo masih ingat ga? Dulu saat kita masih kecil,kita sering lihat senja bareng di bawah pohon dekat kita sering main" Raihan berdiri di samping ku sembari menikmati senja
"Maaf, gue ga ingat." jawabku tanpa melihat ke arahnya

"Seberapa ingat sih lo tentang gue?" Raihan menghela napas kasar.
"Maaf, tapi gue emang ga ingat sama sekali tentang lo. Dan setau gue, ini pertama kalinya kita bicara sebanyak ini"

"Asal lo tau, saat kita kelas X, itu bukan lah pertemuan pertama kita. Itu adalah pertemuan kita untuk kesekian kalinya. Kita bertemu kembali saat itu. Mungkin lo ga ingat dengan masa kecil kita, tapi rasa bersalah gue dan bekas luka yang ada di kening lo ga akan pernah hilang" Raihan menyibakkan poni ku dan menyentuh bekas luka yang ada di kening ku

"Bahkan gue ga tau kenapa bekas luka ini ada di kening gue, lo tau dari mana?? Dan rasa bersalah?? Maksud lo apaan??" Aku tak mengerti, bahkan aku juga lupa dengan orang-orang yang katanya sudah mengenalku dari kecil. "Ceritanya panjang. Yang jelas, lo itu pernah lupa ingatan saat kita masih kecil" Raihan tersenyum kecut.

"Lupa ingatan?? Kenapa ga ada yang kasih tau gue satupun?? Trus kenapa saat kita satu kelas, lo ga pernah sapa gue atau apalah gitu?" Aku mengerutkan kening ku. "Gue terlalu takut, Gue takut ga bisa dekat sama lo lagi. Lo sadar ga sih? Deketin lo itu susah banget, banyak temen gue yang pingin temenan sama lo tapi mereka takut ga bisa adaptasi sama lo. Lo itu dingin dan tertutup" Raihan berdecak

"Oh iya, Long Last ya sama Alin" Aku tersenyum kecut. "Makasih, lo juga jadian kan sama Yoga??" Ia hanya tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya

"Hahahahaha, udah gue duga, orang yang ga tau tentang bagaimana hubungan kami pasti mengira kami pacaran. Ga ah, gue ga pacaran sama Yoga" aku terkekeh "Trus apaan, TTM?" Raihan tersenyum sinis

"Gimana ya... susah menjelaskan hubungan kami. Dibilang sahabat... kami lebih dari itu tapi bukan berarti memiliki perasaan satu sama lain, Dibilang saudara... juga lebih dari itu karena hubungan kami dengan saudara tidak seperti itu. Oh iya kalau gitu gue pamit dulu" aku berbalik dan melambai padanya tanpa melihat wajahnya

Aku pergi ke kamar ku dan menghempaskan tubuhku di atas ranjang. Aku menepuk-nepuk pipiku
Apa yang lo pikirkan din! Sadar! Lo harus move on! Raihan itu pacar sahabat lo sendiri!! Dan lo itu udah punya tunangan!!

Aku memikirkan perkataan raihan tadi. Lupa ingatan? Kenapa mama ga pernah kasih tau aku tentang ini?? Atau jangan-jangan Raihan bohong?? Tapi... dari raut wajah Raihan, sepertinya dia ga bohong deh. Aku berlari menuju lantai bawah, ternyata disana sudah ada Keluarga Raihan yang hendak makan malam bersama keluarga ku.

"Ha ni dia, barusan aja mama mau ke atas manggil kamu tapi kamu udah turun. Ayo makan malam" Mama mengisyaratkan tangannya agar aku menuju meja makan.

Daddy duduk bersebrangan dengan om Rei, Mama dan tante Natasha duduk berdampingan dan hanya dua kursi lagi yang tersisa, yaitu untuk ku dan untuk Raihan. Aku hanya diam di tempat, apakah tidak ada kursi lain? Tidak mungkin aku duduk di samping Raihan. Bisa-bisa jantung ku copot, Batin ku.

"Lo duduk duluan aja" Raihan mempersilahkan ku untuk duduk.
"Lo aja, kan lo tamunya" aku tersenyum tipis, kepala ku memanas karena menahan malu.

"Ya udah barengan" Raihan menarik kursi untuk ku. Mama menghidangkan makanan untuk kami semua. Aku menatap kosong pada steak yang dihidangkan mama tadi, seketika terlintas dipikiran ku tentang perkataan Raihan tadi.

"Lo ga makan? Keburu dingin tuh" Suara Raihan membuyarkan lamunan ku. "Oh iya, hehehehe" aku melihat ke arah mama. Kenapa mama berbohong? kenapa mereka menutupi ini semua dari ku? Aku harus tanyakan hal ini pada mama.

Tiba-tiba Raihan mengambil piring ku, memotong steak punya ku menjadi beberapa bagian. Aku hanya menatapnya heran. "Biar lo ga kesusahan, soalnya dari tadi steaknya cuma lo tusuk-tusuk ga jelas" Raihan meletakkan piringku di tempatnya semula, lalu diam kembali, tenggelam di kenikmatan makanannya.

Aku menusuk steak itu dengan kasar lalu memakannya dengan lembut, sembari memikirkan hal yang sama. Perkataan Raihan tadi masih mengacaukan pikiran ku, aku takkan tenang sampai mendapatkan jawabannya dari mama. Tak lama setelah itu, steak sudah lenyap dari piring kami semua. Keluarga Raihan pamit untuk pulang.
Setelah mereka pergi, aku menatap tajam pada mama

"Ada apa? Kenapa Kamu menatap mama seperti itu?" Mama menatap ku dengan sinis "To the Point saja, Apa Dina pernah hilang ingatan? Kenapa mama ga Kasih tau dina?"

⭐️🌧

When We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang