Aku menyusuri jalanan kota Seoul, Korea Selatan. Aku memunjukan sebuah alamat yang sudah dikirimkan papa pada supir taxi yang sedang aku tumpangi. Ya, 2 hari yang lalu, saat aku masih ada di Indonesia, tiba-tiba papa menelepon ku. Aku menceritakan semua kecurigaan ku yang sekarang sudah terpecahkan kepada papa. Aku juga menceritakan kepada papa tentang kepergian ku dan dia memintaku untuk ke Korea Selatan sebelum aku pergi ke tempat tujuanku yang sebenarnya. Aku berhenti didepan sebuah gedung tinggi, LY Entertaiment, perusahaan agensi milik papa. Aku berjalan ke arah meja informasi, semua pegawai menunduk padaku untuk memberi hormat. Aku terkejut melihat reaksi mereka, ini pertama kalinya aku kesini tapi kenapa mereka seperti sudah mengenalku?? Tiba-tiba ada seseorang menepuk bahuku dari belakang yang membuatku langsung berbalik badan.
"Papa??" Aku langsung memeluk pria paruh baya itu. "Papa rindu banget sama kamu. Ayo kita bicara di ruang kerja papa" Papa menarik lembut tangan ku.
Kini kami berada di lantai paling atas di gedung ini. Dimana ruang kerja papa berada. Aku memasuki sebuah ruang yang sangat nyaman untuk di jadikan ruang kerja.
"Ini ruang kerja papa. Kamu duduk dulu di sofa yang ada disana" kata papa sembari menunjuk sofa bewarna hitam yang terletak di pojok ruangan. "Pa, kenapa waktu Dina masuk tadi para pegawai papa langsung menunduk hormat??? Ini kan pertama kalinya Dina kesini" Aku menatap heran pada Papa yang sedang berjalan mendekati ku sembari membawa dua gelas minuman di tangan nya.
"Lah, jadi kamu ga lihat 2 foto besar waktu baru masuk tadi???" Papa balik menatap ku heran sembari memberikan ku segelas minum dan duduk di samping ku. "Enggak. Emang ada foto siapa disitu??" Tanya ku sembari memakan snack rumput laut yang diberikan papa
"Itu ada foto kamu sama Dion. Bedanya punya Dion ada bunga yang dikalungkan di bingkainya dan ditutup pakai gorden tipis transpran warna abu-abu. Ya... kamu tau lah maksudnya kan" Papa menghela napas dalam
"Iya. Itu menandakan bahwa orang tersebut sudah meninggalkan?? Oh iya pa. Kenapa sih kalian menutupi ini semua dari Dina???" Aku menatap langit biru yang cerah dari jendela.
"Huftt... Ini semua demi kebaikan kamu. Kami sayang sama kamu, kami tau reaksi kamu akan seperti ini. Kamu lari kan dari rumah??? Mama pasti ga tau, iya kan??" Papa menatap ku sendu. Aku hanya menggangguk tanda membenarkan perkataan papa
"Kenapa kamu lari dari rumah??" Tanya papa sembari mengelus kepala ku. "Udah lah pa. Mama sama Papa udah punya kehidupan masing-masing. Papa sama mama udah nikah lagi .Papa dan mama juga udah bohongin Dina dan bang Dion juga udah ga ada. So, Dina mau sendiri untuk sementara waktu. Lagi pula Dina dapat beasiswa di London" Aku menghela napas kasar
"Dina... bagaimana cara menjelaskannya ke kamu ya... walaupun kami udah nikah dengan orang lain tapi posisi kamu ga akan pernah terganti, kamu tetaplah Dina anak kami. Papa minta maaf karena kami sudah melakukan kesalahan yang membuat luka yang parah untuk kamu" mata papa mulai memerah, aku hanya menatapnya sekilas lalu kembali menatap langit diluar sana.
"Truss kenapa papa ga pernah hubungi Dina?? Kenapa pa??? Bahkan Dina dapat kabar papa nikah lagi bukan langsung dari mulut papa tapi dari yang lain!!" Air mata mulai membanjiri pipi ku."Maafin papa, papa tau papa salah tapi apakah kamu tau?? Papa selalu mendapat kabar kamu tiap hari, bagaimana anak ku tumbuh dan bisa secantik ini" Air mata pun mulai menetes dari mata papa. Aku menghapus air mata itu dengan jari telunjuk ku.
"Dari siapa pa??Leon??" Tanya ku yang tersenyum tipis pada papa untuk menenangkannya. "Bukan Leon, tapi Raihan. Raihan selalu memberitahu papa segalanya tentang kamu setiap hari. Mengirim foto kamu setiap hari walaupun diambilnya dari jarak jauh" Papa memeluk erat tubuhku. Ada rasa penyesalan yang terpancar di matanya.
"Raihan??? Dasar penguntit. Pantasan saja tiap hari Dina selalu merasa di ikuti" aku tertawa kecil. "Hahaha, maafkan karena papa membuat mu takut" papa ikut tertawa bersama ku.
"Oh iya, pa. Apakah papa tau?? Dina sudah bertunangan dengan Leon. Papa tau Leon kan??? Tapi karena masalah ini. Dina marah padanya dan memutuskan pertunangan itu" Aku menatap sendu mata papa. "Ah! Benarkah?? Nee. Papa tau Leon, Dia sahabat baik Dion. Bahkan Dion memberi amanah padanya untuk menjaga mu. Apakah kamu mencintai Leon??" Papa menatap ku sambil mengerjap-ngerjap kan matanya.
"Awalnya tidak. Dulu Dina sukanya sama Raihan tapi karena dia udah pacaran sama sahabat Dina jadi Dina bertekad kuat untuk move on dan mengalihkan rasa cinta itu ke Leon dan akhirnya Dina berhasil. Ya, sekarang Dina cinta sama Leon" aku tersenyum manis.
"Ternyata Leon ya yang menang. Hahahha. Kisah cinta para remaja ini sangat rumit. Raihan dan Leon itu sudah suka sama kamu dari dulu, bahkan sebelum Dion pergi. Dan mereka selalu bertengkar untuk mendapatkan kamu" Papa terkekeh sembari mengingat masa kecil kami.
"Tapi cara Raihan salah pa, dia pacarin sahabat Dina untuk bisa dekat dengan Dina. Dina ga suka caranya, jadi kemarin Dina juga marah sama dia truss refleks nampar dia deh" Aku menyengir agar papa tidak marah pada ku.
"Dina!! Lain kali jangan seperti itu!! Kamu ini, anak orang di tampar" papa menatap ku tajam lalu tertawa. "Maaf pa, namanya juga lagi marah trus refleks deh. Oh iya, pa. Kenal Kai ga???" Tanya ku pada papa
"Kai.... Namanya ga asing. Oh iya, papa kenal. Sahabat abang Dion kan?? Dion,Kai dan Leon, mereka satu gank kan dulu waktu SMP?? Sekarang Kai itu sudah sukses, dia jadi manager tertinggi di SM" Jawab papa dengan antusias. "Dina boleh ga nganggp dia sebagi abang??? Soalnya kalau Dina lagi bersama dia, Dina ngerasa seperti sedang bersama abang sendiri" Aku mengeluarkan jurus aegyo ku yang berhasil membuat papa menutup matanya agar tak mudah dipengaruhi oleh aegyo ku.
"Kamu ini!! Kenapa semakin imut saja?? Perasaan waktu baru lahir gak seimut ini deh. Jangan tersenyum seperti itu pada papa! Kamu mau buat papa diabetes karena senyum mu yang manis itu??? Atau membuat papa jantungan karena ditatap seperti itu oleh mu??!" Gerutu papa sembari menutup wajah ku dengan kedua telapak tangan nya. "Benarkah???Dina semanis itu??? Bukankah itu diwariskan dari papa??" Tanya ku heran.
"Hahahaha iya, wajah kita sangat mirip. Pantas saja dulu para wanita cantik mengejar papa dan akhirnya papa memilih mama mu yang biasa-biasa saja bahkan tak pernah sama sekali berusaha untuk mendekati papa. Ternyata wajah papa seimut itu ya" Papa terkekeh sembari menaik turun kan alis kirinya.
"Idih, jangan terlalu percaya diri. Papa tidak seimut itu. Lihat!! Keriput sudah ada dimana-mana" kataku sembari menarik-narik kulit papa yang sudah anggak kendur. "Aish, setidaknya papa masih gagah" kata papa bangga.
"Jadi boleh apa tidak???" Aku menatap papa dan kembali mengeluarkan jurus aegyo ku. "Aigoo!!! Stop!!! Iya iya. Kamu boleh menganggapnya seperti itu. Btw, kapan kamu dan Leon akan menikah???" Tanya papa sembari menutup wajah ku dengan majalah yang didapatkannya dari atas meja.
"Tenang saja. Mungkin kalau kami lanjut, kami akan menikah setelah Dina menyelesaikan peguruan tinggi. Papa harus datang!!! Jangan banyak alasan!!!" Aku menatap tajam pada papa. "Iya. Jadi, bagaimana keputusan kamu?? Tetap akan pergi??? Atau akan kembali ke Indonesia???" Kini tatapan jenaka papa berubah menjadi tatapan serius.
"Mungkin ini semua salah Dina karena Dina keras kepala. Dina sadar, lari dari masalah adalah bukan jalan yang tepat. Jadi Dina akan kembali ke Indonesia. Maafin Dina ya pa" Aku memeluk Papa dengan erat. "Kalau begitu, ayo kita pergi ke hotel mu untuk mengambil barang bawaan mu. Dan kita berangkat hari ini juga. Papa akan menemani mu pulang ke Indonesia. Papa juga ingin bertemu dengan papa tiri mu itu untuk memastikan apakah dia bisa jadi papa tiri yang baik untuk kamu" Papa menarik tangan lembut ku untuk membantu ku berdiri.
"Sekarang??? Tapi kita kan belum memesan tiket. Setidaknya kita baru bisa berangkat besok" Tanya ku heran.
"Tidak perlu tiket. Kita akan berangkat dengan jet pribadi papa"
⭐️🌧
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Meet Again
Teen Fiction[Completed]✔️ Ketika dua pria merebutkan seorang gadis, namun gadis itu tak bisa mengingat masa lalunya termasuk kedua pria itu. Ya, begitulah kehidupan Dina Layandra, seorang gadis biasa yang duduk di bangku kelas 3 SMA. Ia mencintai kekasih dari s...