6

16 1 0
                                    

Hari ke hari berlalu dengan begitu cepat. Kini aku telah menyelesaikan UNBK dan menunggu hasil kelulusan. Aku menatap kosong pada jalanan yang tak pernah kulewati sebelum nya namun begitu familiar untuk ku. Aku menghentikan mobil ku di depan sebuah pohon besar, di pohon besar itu terdapat dua ayunan yang sepertinya sudah lama tidak terpakai namun masih cukup kuat untuk diduduki. Tak jauh dari pohon itu, terdapat sebuah danau kecil yang cukup jernih. Entah mengapa, rasanya aku sangat familiar dengan jalanan itu, pohon dan ayunan ini, lalu danau itu. Seperti ada magnet kuat yang menarik ku kemari. Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk bahu ku

"Eh, Neng Dina kan??" Tanya Pria paruh baya itu dengan logat sundanya. "Eh iya, Pak. Bapak kenapa bisa tau nama saya??" Tanya ku heran

"Ya elah atuh neng, Ini pak Mamat, dulu bapak jadi tukang kebun di rumah lama kamu" Pak Mamat menunjuk sebuah rumah mewah kosong yang tak jauh dari kami.

"Rumah lama saya?? Saya tidak pernah tinggal di daerah ini, Pak. Bahkan ini pertama kalinya saya kemari" Pak Mamat terkejut mendengar jawaban ku lalu menatap ku dengan heran. "Ya ampun, Bapak serius atuh neng. Gimana kabar abang kamu?? Sekarang dia udah kelas berapa?"

"Abang?? Maaf, tapi saya anak tunggal, Pak. Saya ga punya saudara" Pak Mamat semakin kebingungan mendengar jawaban ku. "Kamu Dina anaknya Pak Lay dan Ibu Nandra, kan?" Pak Mamat menatap ku tajam, seperti sedang menyelidiki ku.

"Iya, Pak. Bapak pasti terkejut ya dengar jawaban saya?? Saya gak bisa ingat masa kecil saya pak" Aku menatap sendu pria paruh baya itu yang sedang duduk di ayunan sebelah ku. "Atau jangan-jangan karena kejadian itu??" Pak Mamat tersentak, seperti sehabis mengingat sebuah kejadian yang sudah terjadi begitu lama. "Dulu, ada sebuah kejadian—"

"Assalamualaikum, Pak mamat" Belum selesai Pak Mamat menyelesaikan kalimatnya, Tiba-tiba ada seorang pria muda yang menepuk bahunya dan pria itu adalah seorang Raihan Renata.

"Eh, den Raihan. Ngagetin aja" tawa pak mamat. "Dina?? Kok lo bisa ada disini??" Raihan Terkejut melihat keberadaan ku

"Gue juga gak tau. Gue kesasar tapi daerahnya begitu familiar untuk gue" Aku melihat ke sekeliling ."Bapak pamit dulu ya" Pak mamat beranjak dari tempatnya yang kemudian diisi oleh Raihan

"Akhirnya kita bisa kek gini lagi. Main ayunan bareng di tempat yang sama sambil lihat ke danau" Raihan mulai mengayunkan ayunannya. "Jadi yang dibilang Pak Mamat tadi benar ya?? Gue pernah tinggal di daerah ini??" Aku menatap Raihan dengan serius, berusaha membaca ekspresinya apakah dia bohong padaku atu tidak

"Iya, Lo pernah tinggal di daerah ini. Rumah lo tepat di sebelah rumah gue" Raihan menunjuk rumah yang sama yang ditunjuk oleh Pak Mamat tadi. "Main ke rumah gue dulu yuk"  Ajak Raihan. "Boleh juga"

Kami berjalan menuju rumah Raihan. Sebelum masuk ke perkarangan rumahnya, aku sempat melihat mobil mama keluar dari perkarangan rumah yang katanya dulu rumah ku itu. Mama?? Bukankah seharusnya mama masih di luar Negeri?? Apa yang mama lakukan di rumah itu?

Aku memilih untuk mencari tau nanti saat mama pulang ke rumah. Aku memasuki rumah Raihan, rumah mewah bergaya klasik namun tak meninggalkan kesan modren ini terasa begitu nyaman untuk ku.

"Hai, Dina!! Kamu sama siapa ke sini?? Ayo duduk dulu!" Tante Tasha, begitulah panggilan akrabnya menyapa ku. Aku menyalami tante itu lalu duduk di sofa empuk itu. "Duduk dekat kolam aja yuk?? Gue mau nunjukin foto masa kecil kita" Raihan menarik lembut tangan ku ke arah kolam renang, aku menatap genggaman tangan itu dengan hati yang kacau, aku mengingat perkataan Leon saat kami berada di sky garden minggu lalu. Tapi aku tak bisa menolak Raihan karena aku sedang mencari memory masa kecil ku yang hilang.

Aku duduk menghadap kolam sembari menunggu Raihan mengambil minum dan Album foto. Tak lama kemudian, Raihan datang membawa album foto besar dan diikuti oleh ART-nya yang membawa minuman. Raihan membuka lembaran album satu per satu. Terlihat seorang gadis kecil yang sangat mirip dengan ku dan seorang anak laki-laki tampan

"Ini gue??" Aku menunjuk foto gadis kecil itu. "Iya. Dan yang disampingnya itu Gue" Raihan menunjuk foto anak laki-laki itu

"Yang ini siapa??" Aku menunjuk foto yang lainnya. "Itu Leon" Jawab Raihan ketus. "Woah, Pantesan besarnya ganteng, dari kecil udah ganteng sih" aku tertawa kecil

"Lo kok bisa tunangan sama Leon sih?? Jujur, sampai sekarang gue ga percaya kalau kalian tunangan" Raihan terlihat sedang marah. "Yaa gitu deh, Tiba-tiba aja Leon datang ke rumah gue dan langsung lamar gue, dan gue terima. Leon lamar gue bukan berarti setelah lulus ini gue langsung nikah, Lamaran itu hanya sebagai pengikat agar gue ga berpaling dari Leon" Jelasku

"Segitu pentingnya ya Leon bagi lo??" Raihan berdecak kesal. "Jelas, karena Leon itu tunangan gue. Yang gue tau, Leon itu cowo yang cinta banget sama gue dan terima gue apa adanya" Aku membuka lembaran selanjutnya untuk mencari bahan pengalih pembicaraan. Di foto selanjutnya ada aku, Leon, Raihan dan seorang cowo yang sedang memakai seragam SMP. Cowo itu sangat mirip dengan ku dan sedikit mirip dengan Leon

"Itu foto saat kita kelas 1 SMP dan itu adalah foto terakhir aku dengan kamu" Raihan menatap sendu foto itu, seperti ada luka yang sedang disembunyikannya. "Siapa cowo ini?? Kenapa dia mirip sama Gue??" Tanya ku heran. "Cowo itu..."

Tiba-tiba handphone ku berdering, itu dari Leon. Aku sengaja tak menjawab lalu segera berpamitan dengan tante Tasha. Aku berlari ke arah mobil ku dan melaju ke toko bunga langganan ku. Aku tak menjawab telepon itu karena tidak mungkin aku memberi tau Leon bahwa aku sedang berada di rumah Raihan, pasti Leon akan marah padaku. Aku tak ingin menambah Luka Leon yang disebabkan oleh ku.

*30 Menit kemudian

Mobilku memasuki perkarangan rumah. Aku melihat mobil Leon sudah terpakir di halaman ku, aku memakirkan mobil ku disamping mobilnya. Aku keluar dari mobil yang disambut Leon dengan tatapan dinginnya.

"Kamu dari mana?? Kok ga jawab telepon aku?? Udah lebih 50 kali aku telpon kamu" Leon berdecak kesal. "Maaf, Sayang. Tadi handphonenya aku silent. Aku tadi pergi beli bunga" Aku menunjukkan bunga yang aku beli tadi

"Huftt ya udah ga papa. Aku mau ajak kamu ke acara keluarga aku. Kebetulan nenek aku lagi buat acara makan bersama. Cepat siap-siap, biar aku tunggu"

🌧⭐️

When We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang