HAPPY READING😊 TYPO BERTEBARAN.
Mekaila berdiri di samping pintu taxi menunggu sang mama keluar. Hari ini dia sudah siap untuk pindah keluar kota. Mekaila hanya menggunakan celana jeans hitam panjang, kaos putih longgar dan juga sepatu vans nya, tak lupa juga dia menenteng tas ranselnya di punggung. Mekaila memang tidak pernah ribet dengan penampilannya, bahkan bisa dibilang dia tidak peduli. Baginya, yang penting dia memakai pakaian yang nyaman itu sudah cukup.
10 menit kemudia mamanya keluar dari dalam taxi, kemudia berjalan memutar untuk mengambil kopernya.
Mekaila mendekat membantu Diana membawa kopernya yang besar itu, bahkan koper Diana ukurannya 2x lebih besar dari koper Mekaila.
"Kamu udah siap kan sayang?" tanya Diana lembut sambil menyelipkan anak rambut yang menghalangi wajah Mekaila. Sedangkan Mekaila hanya membuang nafasnya sambil mengangguk tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Ya, dia masih marah dengan keputusan mamanya ini.
Mekaila dan Diana masuk kedalam bandara untuk melakukan beberapa pemeriksaan setelah itu mereka masuk kedalam pesawat. Didalam pesawat pun Mekaila hanya diam sambil menatap keluar jendela. Awan biru yang menghiasi langit terlihat sangat indah dari atas seperti ini, bahkan dia sempat melihat kotanya yang di kelilingi oleh lautan luas.
"indah" batin mekaila.
Mekaila sendiri sebenarnya bukan anak yang suka dipaksa oleh orang, bahkan dengan keluarganya sendiri. Bagi Mekaila dia berhak menentukan hidupnya sendiri, dia berhak bebas seperti kemauan dia. Mekaila tahu dirinya sudah bisa membedakan mana yang baik untuk dirinya sendiri dan mana yang buruk. Sejak SD pun Mekaila sudah biasa hidup sendirian tanpa pengawasan orang tua. Mekaila terpaksa mandiri sejak kecil karena persoalan di keluarganya. Ayahnya tidak pernah peduli dengan Mekaila, bahkan ayahnya sering memarahi Mekaila hanya karena persoalan kecil. Mekaila merasa kalau ayahnya lebih sayang kepada Rendy -adik Mekaila-. Bahkan ayahnya tega memisahkan Mekaila dengan Rendy secara paksa dan membiarkan Mekaila pergi bersama Diana. Ya, orang tua Mekaila memang sudah berpisah beberapa bulan yang lalu, itu sebabnya Mekaila harus pindah keluar kota bersama Diana. Tentu saja dengan keinginan Diana sendiri.
Mekaila masih tetap pada posisinya melihat keluar jendela, dia melihat burung-burung yang sedang terbang bebas di langit. Mereka terbang bersama-sama tanpa ada yang menghalangi dan bebas menentukan arah yang mereka mau.
Mekaila sempat berandai-andai jika saja hidupnya seperti burung-burung itu, pasti sangat menyenangkan. Dia bisa bebas menentukan jalannya sendiri, bisa bermain bersama teman-temannya.
Ternyata kebanyakan berimajinasi membuat Mekaila merasa mengantuk. Mekaila pun tertidur dengan damai selama perjalanan. Diana sempat melirik kearah Mekaila yang tidur di sampingnya. Kemudian Diana mengambil selimut untuk Mekaila dan menyelimutinya sampai ke bagian dada. Diana tersenyum getir melihat Mekaila sambil mengusap rambut Mekaila pelan.
*************
Ternyata Diana membawa Mekaila ke kota Bandung tanah kelahirannya. Mekaila dan Diana baru sampai di Bandung tepat pukul 7 malam tadi. Perjalanan yang mereka tempuh hampir memakan waktu 2 jam dan membuat Mekaila lelah. Bukan lelah karena duduk didalam pesawat, namun lelah membawa koper Diana yang ukurannya hampir seperti ukuran badannya sendiri.
Sekarang sudah pukul 8 malam dan mereka sedang duduk di salah satu restoran yang ada di dekat bandara tadi. Hampir 1 jam Diana mengajak Mekaila berputar-putar mencari restoran untuk mengisi perut mereka, dan selama 1 jam itu pula Mekaila hanya merutuk di dalam hati. Pasalnya Diana hanya membawa sebuah tas tangan sedangkan Mekaila harus membawa koper dan juga ransel di punggungnya. Kalau yang di depan saat ini bukan mamanya mungkin Mekaila akan melempar koper terkutuk itu ketengah jalan dan pergi begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
IRIDESCENT
Teen Fiction"Kau hadir memberikan cahaya itu, namun pada akhirnya kau juga lah yang memadamkannya" -Mekaila "Aku hanyalah sebuah cahaya kecil di hidup mu. Tapi, cahaya kecil ini yang menyelamatkan mu di saat gelap itu datang" -Axel "Karena kau salah mengartikan...