Happy Reading😊 Warning!!! Typo bertebaran.
Jam sudah menunjuk kan pukul 1 dini hari, tapi Mekaila masih setia membaca novelnya. Sepulang dari cafe tadi rumah Axel sudah sepi, mungkin semua orang sudah tidur. Mekaila langsung masuk ke kamarnya begitu pula dengan Axel.
Saat di perjalanan pulang Mekaila sempat merasa ngantuk namun anehnya sekarang dia malah asyik membaca novel. Sudah hampir setengah buku dia habiskan malam ini namun, mantanya tak kunjung berat.
Mekaila berhenti sesaat dan menutup novelnya, dia memandang langit-langit kamar yang berwarna putih. Sekilas bayangan tentang kehidupannya dulu datang kembali. Mekaila masih dengan jelas mengingat senyumnya, tawa bersama keluarganya, dan saat mereka bercanda bersama. Bayangan itu kini berganti dengan canda tawa Mekaila saat masih bersama teman-temannya dulu. Mekaila sangat rindu tawa lepasnya.
Seandainya saja dia bisa mengulang waktu, Mekaila ingin kembali di saat semuanya masih baik-baik saja.
Mekaila memejamkan matanya berharap agar cepat-cepat dia tertidur namun, tiba-tiba hp nya berdering. Mekaila mengambil hp nya dengan malas kemudian melihat siapa orang aneh yang menelfonnya jam segini.
Nomor itu tidak di ketahui. Mekaila mengernyit aneh, siapa yang menelfonnya? Padahal dia tidak pernah sembarangan memberikan nomor hp kepada orang. Hanya keluarganya dan teman dekat Mekaila saja yang punya nomornya.
Mekaila mulai memikirkan hal-hal aneh, apa ada pembunuh yang menelfonnya? Atau hantu? Tapi mana mungkin hantu punya hp kan?
Lagi-lagi hp nya berdering, Mekaila ragu harus mengangkat atau membiarkannya saja. Bagaimana kalau ini penting? Akhirnya Mekaila memberanikan diri mengangkat panggilan itu.
Hening. Tidak ada suara. Mekaila pun tidak berani untuk mengeluarkan suara duluan. Gadis itu mulai menjauhkan hp nya dari telinga hendak mematikan sambungan itu namun di urungkan karena tiba-tiba sebuah suara.
"Mekaila?" tanya suara di seberang sana.
Mekaila membulatkan matanya. Ini suara Arga! Untuk apa dia menelfon Mekaila jam segini?!
"Halo? Ini Mekaila kan?" tanya nya lagi memastikan karena Mekaila tak kunjung bersuara.
Mekaila mencoba untuk menetralkan detak jantungnya sambil menghembuskan nafas.
"I-iya, kenapa?" sial! Kenapa dia harus gagap seperti itu?
"Gua kira gua salah nomor" kata Arga "Sorry ganggu lu jam segini. Gua cuma mau mastiin ini nomor lu atau bukan" lanjutnya dengan tenang.
Itu saja?
"Dapat nomor gua dari siapa?"
"Axel"
Axel sialan! Batin Mekaila.
"Lu udah mau tidur?" tanya Arga lagi, Mekaila mengangguk lalu satu detik kemudian dia sadar kalau Arga tidak bisa melihatnya sedang mengangguk. Dasar bodoh!
"Iya, udah ngantuk" sungguh, Mekaila ingin cepat-cepat mengakhiri percakapan ini. Dia merasa seperti orang bodog setiap berbicara dengan Arga.
Arga terkekeh pelan mendengar jawaban Mekaila. "Iyaudah, selamat tidur. Sampai ketemu 5 jam lagi di sekolah" setelah itu tidak ada suara lagi. Arga mematikan telfonnya sepihak.
Mekaila menutup wajahnya menggunakan bantal kemudian bergerak tidak beraturan di atas kasur. Ada apa dengan Arga? Kenapa dia begitu gencar mendekati Mekaila?
Mekaila mencoba untuk merasakan detak jatung nya sendiri, rasanya jantung nya akan keluar sebentar lagi. Aneh, gadis itu belum pernah seperti ini sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IRIDESCENT
Teen Fiction"Kau hadir memberikan cahaya itu, namun pada akhirnya kau juga lah yang memadamkannya" -Mekaila "Aku hanyalah sebuah cahaya kecil di hidup mu. Tapi, cahaya kecil ini yang menyelamatkan mu di saat gelap itu datang" -Axel "Karena kau salah mengartikan...