2. Dengungan Petaka

759 49 21
                                    

        “Bagaimana aku berjuang kalau tidak ada perlawanan?„

________

    Ayşu terbangun dari mimpi buruknya yang terjadi beberapa bulan lalu. Napasnya terengah-engah. Keringat dingin di kepalanya. Ia memandangi perutnya yang yang besar. Tersenyum. Lega lantaran bayi yang ada dalam perutnya membuatnya tenang. Anaknya adalah segalanya baginya, harus melindunginya setiap hari, apalagi kejadian buruk yang menimpa anaknya. Jangan sampai kejadian itu terulang lagi pada anaknya, pokoknya jangan sampai. Ayşu pun mengelus lembut perutnya itu. Ia merasa sakit di sekitar perutnya, dan tampaknya kaki bayinya menendang-nendang perutnya. Alangkah bahagianya ia menyaksikan itu. Andai saja Anka mengetahui hal ini, yakin bahwa dia lebih bahagia dari sebelumnya. Ayşu terus melakukannya sambil bercekikik bahagia walaupun air matanya berlinangan lantaran masa lalu yang memeluk dirinya mesra.
    “Günaydın, kızım, Hasret'im,” lirih Ayşu bahagia.

________

     “Tuan Kemirgen.” Seorang wanita datang memasuki ruangan putra manajernya. Tampak pria itu duduk di mejanya dengan kedua tangannya menutupi mata, lalu mengarah sisi pelipisnya dan memijatnya. Wanita muda itu pun duduk di hadapan si pria. “Ayşu baik-baik saja, Tuan. Kulihat dia duduk di kursinya sembari memandang bintang-bintang.”
     “Andai aku di sana. Ah, andai aku berada di sisinya,” lirih Anka, mengusap wajahnya.
     “Kenapa kau tidak menemuinya? Sesekali datang dan temani dia. Dia sedang hamil, Anka. Anakmu. Temani dia.” Wanita mengenakan jaket jas kelabu itu menatapnya dekat. Tatapan sinis.
    “Aku meninggalkannya karena ibunya sendiri datang padaku, mengatakan jauhi putrinya, jangan tatap mukanya. Jika tidak, ia akan membuat kekasihku dalam bahaya. Lagipula jika ayahku tahu bahwa aku punya hubungan dengan Ayşu, maka dia akan membunuhnya. Dia tidak tahu kalau gadis itu mengandung anakku, ada buah dagingku di dalamnya. Jika dia tahu, dia juga akan membunuhnya. Kau tahu, kan, seperti apa ayahku itu? Tidak, ini tidak akan terjadi. Aku mencintainya lebih dari diriku, Fusun. Aku ingin dia aman. Hanya itu, tidak ada yang lain. Aku tahu ini menyakitkan, tapi ini lebih baik.” Saat mencurahkan isi hatinya, mendadak air matanya berlinangan, menangis bertawan-tawan.
     Wanita itu kembali mengatur posisi duduknya. “Tetapi ada baiknya kautemui dia sekali saja. Bisa, kan? Sekurang-kurangnya itu akan memenangkan dirinya yang sedang hamil.”
    “Aku akan datang saat dia melahirkan.”
    “Itu bagus.” Fusun menyilang kedua tangannya. Tersenyum sinis.
    “Awasi dia setiap saat, bagaimana perkembangannya, pokoknya beritahu semua hal yang terjadi padanya padaku. Kau mengerti, kan?”
    “Anak buahku yang melakukannya.”
    “Terima kasih.”
    “Semua yang kulakukan itu hanya untukmu.” Fusun tersenyum tipis.

    Fusun Akdemir nama lengkapnya, seorang sekretaris muda ayah Anka. Fusun mencintai Anka sejak pertama ayah pria itu memperkenalkannya, tapi Anka sama sekali tidak merespon. Fusun melakukan apa pun supaya pria itu jadi miliknya, bahkan ia punya rencana halus untuk mengacaukan hubungan Anka—Ayşu dengan kasar. Sedangkan bagi Anka, dia gadis yang buruk, tapi dia tidak seburuk Ayşu juga. Anka selalu menilai Fusun sangat dekat dengan ayahnya, bahkan sangat mesra. Fusun itu sugarbaby ayahnya. Ia selalu ingin jauh dari Fusun, sayangnya that girl is anywhere. Bingung. Heran. Namun, dia juga bermanfaat untuk dijadikan mata-mata agar tahu bagaimana keadaan Ayşu-nya.

_______

     Di sisi itu, seorang pria mendatangi rumah Ayşu. Mengetuk pintu sambil menunggu wanita itu keluar rumah. Tak lama kemudian, Ayşu membuka pintu.
    “Lihat, apa yang kubawa sekarang.” Pria itu menunjukkan bingkisan pada wanita di hadapannya, kemudian menyodorkannya.
     Ayşu menerima bingkisan itu, membuka, melihat isinya; ada buah-buahan, manisan, dan yoghurt. “Banyak sekali, dan kau tak melupakan yoghurt favoritku selama hamil. Terima kasih.”
    “Aku takkan lupa itu, apa lagi ini untukmu,” balas pria itu. Ayşu hanya bisa tersenyum samar. “Bagaimana kita buat yoghurt buah? Kau mau?”
     Wanita itu hanya bisa mengangguk. “Seperti biasanya apa yang harus kumakan.”
     “Baiklah. Ayo.”

Resound (Reupload)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang