14. Maaf

372 28 3
                                    

Malam harinya, Sema mendatangi rumah Sancar. Dia mengetuk pintu rumah dengan kasar. Namun, bukanlah Sancar yang membukanya, melainkan seorang wanita yang membuat gadis itu emosi tadi pagi.
"Dilan? Kau?" pekik Sema.
"Iya, ini aku. Dilan Abdullah," jawab Dilan dengan santai.
"Apa yang kaulakukan di sini? Hah!" bentak Sema bertanya.
"Menunggu Sancar." Dilan tersenyum miring.
"Di mana Sancar?" tegas Sema bertanya.
"Sibuk dengan urusan bar. Sebentar lagi dia datang dan menemaniku," jawab Dilan santai.
"Apa katamu?" Sema mulai berapi-api.
"Itu kataku." Dilan tersenyum miring sambil menyilangkan kedua tangannya. Tanpa ada aba-aba lagi, Sema langsung menamparnya.
"Aku sudah memperingatkanmu berkali-kali, tapi masih saja kau keras kepala! Apa kau sudah gila, he? Sancar bukan takdirmu!" Sema emosi berat. Saat ia hendak menlanjutkan ocehannya itu, Dilan tertawa. Hal itu membuat Sema semakin muak terhadap Dilan.
"Apa kau merasa dia juga adalah takdirmu? Ayolah, belum tentu juga dia mencintaimu. Lihatlah dan buka matamu, Sema! Dia jarang memberikan waktunya untukmu dengan alasan sibuk bernyanyi di bar, tapi kau rela melepaskan waktu sibukmu untuknya. Apa kau tahu, Sema? Dia terlihat enjoy saat kau memberikan hal itu untuknya. Aku lebih peka darimu, Sema!" Dilan tak mau kalah.
Sema tersenyum miring, sedikit tertawa karena penjelasan omong kosong dari Dilan. "Allah ... allah, aku tidak percaya dengan omong kosongmu, Dilan! Kau memfitnahku!"
"Berarti hubungan pertunanganmu dengannya itu hanya fitnah, begitu?"
"Iya, tapi itu dulu. Sekarang aku datang menemui Sancar untuk membahas kekasih barunya."
Dilan terdiam sejenak. "Kekasih baru?"
"Iya. Aku datang membawa kabar dan permintaan padanya. Yang pertama, aku memecatmu dari pekerjaanku. Dan yang kedua, tolong beritahu dia ... kalau Ayşu sedang hamil, dan dia membutuhkan kekasihnya," jelas Sema sebelum pergi, kemudian ia pergi meninggalkan Dilan dengan senyum santai.

______

Di perjalanan yang tak jauh dari rumah itu, Sema menghampiri Sancar yang kebetulan hendak melewati dirinya.
"Sancar!" sahut Sema, "kau adalah mantan tunanganku yang paling buruk! Tunanganku paling jahat yang pernah kutemui!" bentak Sema.
"A-apa maksudmu, Sema? Kau datang, langsung membentakku. Jelaskan, apa maumu?" Sancar membentak Sema tak mau kalah.
"Tanggung jawab seorang ayah," jawab Sema.
"Memangnya siapa yang aku hamili, hm? Sementara aku tak pernah menyentuhmu."
"Enak saja kau bertanya setelah kau melupakan jawaban yang sebenarnya! Hei, Bung! Aku datang untuk itu, tapi kau justru bertanya mengapa alasannya aku datang!"
"Apa maksudmu? Aku bingung, Sema! Aku kelelahan sehabis dari bar untuk bernyanyi dan mencari nafkah!" Sancar berapi-api tak karuan.
"Mencari nafkah untuk siapa? Hah! Tidak mungkin kau mencari nafkah untuk berdiri sendiri, pasti kau akan membaginya pada seseorang." Sema berbicara lantang. "Apakah setelah Ayşu terlantar, kau akan menafkahi Dilan? Tidakkah kau berpikir pada Ayşu yang terlantar karena memikirkan dan menginginkanmu kembali? Pikirkan dia, Sancar! Hargai pengorbanan yang berjuang selama bertahun-tahun hanya untukmu!" Sema menjelaskan pada Sancar secara blak-blakan sampai ia menangis.
"Percuma dia berjuang kalau dia menyakitiku berkali-kali," cibir Sancar.
"Apa kau sakit hati karena Ayşu berbohong padamu telah memiliki anak? Apakah kau kecewa karena dapat barang bekas dari Ayşu? Apa kau berpikir Ayşu adalah wanita malam yang suka bermain ranjang dengan banyak pria? Ya, dia memang seperti itu; dia berprofesi sebagai model majalah dewasa yang suka umbar fisiknya di majalah, pembohong, feminin, dan sebagainya yang telah membuatmu kecewa. Sadarlah, dia tidak seperti itu sebenarnya. Dia merahasiakan ini karena mencintaimu, takut kehilanganmu, Sancar! Dia takut kau kecewa karena hal yang tersembunyi. Dia tahu kau akan kecewa saat ia memberitahukan semuanya padamu! Semuanya karena Ayşu mencintaimu, Sancar!"
Sancar menampar keras pada pipi Sema.
Sema diam tersedu-sedu, menatap pria itu dengan matanya yang berkaca-kaca, dan memegang pipinya yang ditampar oleh Sancar, mantan tunangannya.
"Jangan sampai gitar ini pecah di wajahmu, Sema!" Sancar memperingatkan.
"Bawa sini gitarmu! Ayo bawa sini!" Sema merampas gitar dari tangan Sancar, membanting-bantingnya sampai hancur.
"Apa yang kaulakukan, Sema? Kau merusak gitarku!"
"Sekarang ini adalah luka Ayşu! Kau lihat? Hah! Dia berusaha merapikan luka-luka ini tapi gagal, Sancar! Andai saja Allah mengizinkanku terlahir laki-laki, akulah yang akan menikahi Ayşu beserta merawat dua anaknya; yang masih kecil serta masih dalam kandungan, meskipun kandungan itu dari orang lain," sindir halus Sema, kemudian pergi meninggalkan Sancar yang berapi-api.

Resound (Reupload)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang