15. Dengungan Akhir

357 27 2
                                    

     Keesokan harinya, Bella datang menemui Sema di ruang pertemuan khusus narapidana dan pengunjung. Polisi melarang Sancar untuk menemui gadis itu sebelum mereka usai berbicara, tapi Sancar tetap berpinta demikian, dan akhirnya polisi pun mengizinkan. Sancar datang ke tempat itu. Sema yang masih bicara dengan Bella tentang Majalah Vouge di mumbai, melirik Sancar yang hendak menghampirinya.
    “Benarkah, Sema?”
    “Iya. Jadi, tolong beritahu mereka semua bahwa dua hari lagi kalian akan diberangkatkan ke Mumbai,” ujar Sema.
    “Tapi, bagaimana denganmu, Sema?” tanya Bella.
    “Aku akan menemui kalian semua dalam kurun dua tahun lagi,” jawab Sema. Ia memegang tangan Bella. “Jangan khawatir, ini hanya sebentar saja. Aku butuh penenangan diri. Sekarang pergilah, lalu beritahu mereka, oke?”
    “Jaga dirimu.”
    “Kau juga.”
    Bella mengangguk perlahan. Bangkit dari kursinya, kemudian pergi meninggalkan Sema. Bella yang pergi sebelumnya sempat melirik Sancar dengan lirikan sinis. Lirikan itu adalah lirikan kebencian. Semua orang benci sama Sancar karena telah membuat semua orang menderita.
     Sema berdiri dan tersenyum pada pria itu, kemudian berjalan menghampiri Sancar. “Sancar? Kau datang?”
    Tiba-tiba pria itu memeluk Sema. Erat. Sema terkejut ketika pria itu memeluknya. Terdengar suara tangisan pria itu di telinga gadis itu.
   “Sancar ....” Perlahan, Sema membalas pelukan itu.
   “Apa yang harus kulakukan, Sema? Apa yang harus kulakukan? Aku telah membuat mereka hancur, Sema. Mereka sudah sangat hancur, termasuk kau sendiri hancur karenaku,” lirih Sancar di telinga Sema. Ia menangis tersedu-sedu, Sema tak kuat menahan itu.
    “Sudahlah ... lupakan itu, karena semuanya sudah terjadi. Dan untuk sekarang, kau harus memperbaiki semuanya sendiri.” Sema melepaskan pelukan Sancar, kemudian tangannya mengusap airmata yang jatuh di pipi pria itu. “Aku percaya kalau kau pasti bisa melakukannya. Hm, apalagi sampai sekarang Ayşu masih mencintaimu, pasti berhasil. Percayalah.”
    “Katakan, apa yang harus kulakukan?” tanya Sancar dengan matanya yang berkaca-kaca.

_____

    Sancar datang ke rumah Özgür. Ia berdiri di depan pintu rumah itu.

    “Temui Hasret pada ibunya, karena itu satu-satunya jalan yang terbaik. Hasret aman di rumah Özgür, kekasihku. Karena saat itu, Özgür telah menceritakan semuanya kalau ia pernah dititipkan seorang bayi dari pria yang tampangnya agak tua. Ozgur bilang saat itu, ‘Kalau ia menolak bayi itu, maka bayi tersebut akan dibunuh’.”
    “Aku pernah datang ke rumah Özgür dan melihat anak itu. Dia cantik sekali, mirip dengan ibunya.”
    “Datanglah dan temui dia. Katakan semuanya, pasti Özgür akan mengerti.”
   Sancar menghela napas sebelumnya, lalu mengetuk pintu. Tak lama kemudian, Özgür membuka pintu. Ia melihat Sancar yang berdiri di depannya.
   “Ada apa?” tanya Özgür.
   “Aku Sancar Sezen. Sema yang memintaku untuk datang kemari,” jawab Sancar.
   “Kalau begitu, masuklah.”

_____

     “Aku datang kemari bertujuan untuk mempertemukan Hasret pada Ibunya Hasret, Ayşu.” Sancar menjelaskan secara tenang supaya Ozgur tak terpancing amarahnya. “Ibunya kini masih di rumah, dan membutuhkan Hasret saat ini.”
    “Apakah aku harus menyerahkan Hasret pada orang yang suka membuat masalah sepertimu pada Sema?” Özgür bertanya dengan nada dingin. “Sema terjerat masalah dan masuk ke sel tahanan demi melindungi Ibunya Hasret, dan itu semua berawal dari kau sendiri!”
   Sancar terdiam dan merenungi apa yang dikatakan Özgür.
  “Seandainya kau datang dengan cepat dan memberitahukan hal itu sedari awal, maka semua masalah akan selesai, dan Sema tidak akan mengalami hal sekeji ini karenamu!” lanjut Özgür. “Aku mau menyerahkan Hasret karena permintaan Sema. Kalau bukan karenanya, seumur hidupku tidak akan menyerahkan Hasret pada orang sepertimu!”
    Özgür tak kuat menahan emosi. Ia bangkit dari sofa dan pergi meninggalkan pria itu, sementara pria itu hanya duduk dan merenung seperti orang bodoh.
    Suasana hening.
   Tak lama kemudian, terdengarlah suara gadis kecil yang berlari gemas kemari.
   “Paman ...!”
    Seruan itu membuat Sancar cepat menoleh dan melihat gadis kecil itu. Matanya berkaca-kaca saat melihat wajah gadis itu yang benar-benar mirip ibunya, Ayşu. Ia langsung berlutut dan memeluk gadis itu dengan lembut, penuh kasih sayang.
   “Maafkan aku, Sayang.” Sancar berbisik lembut di telinga gadis kecil itu.

Resound (Reupload)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang