JAEMIN melayangkan pandangannya ke luar jendela. Dengan posisinya yang berada dalam rumahnya yang kecil dan nyaman itu, Jaemin memerhatikan satu persatu daun yang menguning mulai jatuh bebas terbawa angin, sementara dia tetap duduk dengan hangat berbalutkan selimut tipis.
Sama seperti hari lainnya, dia tengah menunggu Mark pulang dari entah apa urusannya di luar sana.
Menunggu? Apa Jaemin tidak punya kerjaan lain lagi? Oh, tentu dia hanya terduduk termangu seperti sekarang ini karena semua pekerjaan rumahnya sudah selesai dikerjakannya beberapa jam lalu. Hidup hanya berdua dengan Mark, benar-benar memberikan banyak waktu santai untuknya. Terpikirkan sekali-sekali mungkin dia memang harus mencari kerja, tapi... hah... Jaemin yakin Mark juga sudah bosan melarangnya terus-terusan.
Alasannya tidak masuk akal, menurut Jaemin. Katanya, Mark baru bisa merasa pantas mengajak Jaemin menjadi pendamping hidupnya jika dia bisa memberi Jaemin hidup enak. Hidup tanpa beban. Hanya tinggal menunggu suaminya itu pulang membawa nafkah.
Andai saja, pikir Jaemin suatu hari di tengah helaan napasnya, Mark-nya itu tahu kalau 'hidup enak' dalam kamus Jaemin tidak bisa disamakan dengan hidup tanpa tanggung jawab selain mengurus suami. Hidupnya itu masih panjang. Haruskah dia habiskan dengan duduk-duduk, sementara daun-daun di luar bahkan terlihat lebih bebas hidupnya?
Di saat-saat seperti ini, Jaemin akan langsung teringat kembali pada saat-saat Mark melamarnya dulu.
'Aku ingat kamu pernah bilang aku tidak mengerti apa itu cinta —mungkin karena aku bodoh, kamu kira aku tidak tahu,' kata Mark sambil menggenggam lembut kedua tangan Jaemin yang waktu itu masih belum dimiliki siapa-siapa. 'Tapi memang ternyata aku tidak tahu, jadi... maukah kamu yang pintar ini mengajariku? Dan terus bersamaku sampai aku mengerti?'
Ya ampun. Rasanya ingin sekali Jaemin meneriaki Mark atas kata-katanya waktu itu. Benar-benar menggelikan. Tapi juga benar-benar membuatnya senang. Mengingatnya lagi saja juga juga sudah cukup untuk membuat pipinya merah, senada dengan suasana musim gugur ini.
Ya, Mark yang dikenalnya sejak bertahun-tahun lalu adalah Mark yang pandai merangkai kata-kata. Berkali-kali Mark menyelamatkan dirinya sendiri dan juga orang-orang di sekitarnya hanya dengan bermodalkan mulutnya yang pintar itu —benar, dia sama sekali tidak bodoh. Benar-benar merendah untuk meroket.
Jaemin tahu benar Mark itu omongannya benar-benar akan selalu tepat sasaran. Tepat di telinga, lalu tepat di hati. Dia, ketika menyanggupi permintaan Mark untuk mengajarinya apa itu cinta, yakin sekali kalau sisa hidupnya akan berlangsung dengan sangat tidak sehat.
Jantungnya. Jantungnya akan menjadi organ miliknya yang paling lelah bekerja. Hah, mati muda, bagi Jaemin beberapa tahun lalu, hal itu bukan hal yang terlalu melantur untuk diantisipasikan akan terjadi.
Bayangkan. Dari bangun tidur hingga tidur lagi, wajah Mark, kata-kata Mark, suara Mark, bau Mark, ...semua kepunyaan Mark benar-benar akan selalu terpampang untuknya. Hanya untuknya. Apalagi, Mark ini juga bukan laki-laki sembarangan. Kadang Jaemin mempertanyakan jasa besar macam apa yang dilakukannya dulu di kehidupan sebelumnya sampai-sampai bisa mendapatkan seorang Mark Lee sebagai pasangan hidupnya sekarang. Karena memang, Mark Lee seistimewa itu.
Tak berlebihan bagi Jaemin untuk terus mencari tahu bagaimana caranya memelihara jantung agar tetap sehat. Menurutnya, itu risiko buatnya karena memiliki suami yang berpotensi besar menyebabkan kematian lebih cepat macam Mark. Contohnya, pagi-pagi, Jaemin akan terbangun karena merasakan rambutnya dimain-mainkan oleh... ya, siapa lagi kalau bukan si M itu. Dia memang akan selalu memainkan poni Jaemin tiap pagi, apalagi kalau si M bangun lebih cepat. Sembari jari-jarinya bermain, mulutnya yang pintar itu lalu akan terbuka untuk berkata seperti ini; 'ya Tuhan, malaikat-Mu yang ini kenapa bisa terdampar di sini?'.
KAMU SEDANG MEMBACA
✩-MarkMin oneshots-✩
Fanfictionprompts ※O1. Never text him when you're sad ※O2. I hope we end up happy ※O3. I still see you in my dreams ※O4. You are the kindest ※O5. Mind ※O6. Imagination ※O7. A burden ※O8. The stars remind me that we're not together ※O9. I beg you please don't...