Kenangan Kesepuluh

491 43 11
                                    

Cara kerja hati dengan mulut memang lucu terkadang. Mulutmu berkata tidak saat hatimu bilang iya. Mulutmu berkata biasa saja ketika hatimu berteriak cinta.

2015

Sachi memandang kosong, tidak jelas apa yang dia pandang. Segalanya tampak buram. Para hakim, seluruh benda di hadapannya, segala suara. Hatinya dipenuhi sesak yang tidak dapat diidentifikasi, namun matanya terlalu kering dan sakit untuk kembali bisa menangis. Kepalanya dipenuhi ketidakpercayaan bahwa sebentar lagi, dia akan segera berpisah dari Ge.

Berpisah. Satu kata itu tidak pernah terlintas di kepala Sachi sejak dirinya mempercayakan seluurh hidupnya untuk Ge. Ge adalah pusat rotasinya. Tanpa Ge, Sachi tidak tau lagi kemana ia akan berputar.

Sachi sepenuhnya diam. Raganya memang disana, namun jiwanya tidak. Dia menyerahkan seluruh urusan pada pengacaranya. Sachi bahkan tidak tau apa saja yang dibicarakan antara pengacaranya dengan pengacara Ge, namun ketika palu diketuk sebanyak 3 kali, yang Sachi tau hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

Sachi masih belum puas duduk diam, memandang kosong. Namun tiba-tiba saja, Ge sudah berdiri di hadapannya. Kondisi pria itu tidak lebih baik darinya. Ge tampak kacau, dan lucunya, Sachi yang membuat pria itu kacau. Kemana perginya janji-janji mereka untuk saling membahagiakan? Ternyata Sachi mengingkar janjinya telebih dahulu.

"Kamu yakin sama keputusanmu ini, Sa?" tanya Ge serak setelah hening mendominasi. Sachi mengangkat kepalanya pelan. Hampir tidak kuat memandang mata merah milik Ge. Karena dirinya.

Apa yang telah aku lakukan, pikir Sachi. Ingin rasanya menggeleng, kemudian memeluk Ge kembali dan memintanya untuk menemani Sachi di masa sulit ini. Sachi kehilangan, begitu pula Ge. Satu sisi Sachi ingin berbagi rasa kehilangannya, namun satu sisi dirinya tidak bisa menghadapi rasa bersalahnya pada Ge.

Sachi membunuh anak mereka.

Jika saja, Sachi menurut pada Ge untuk tidak menyeberang sendirian. Jika saja Sachi lebih sabar. Jika saja Sachi lebih berhati-hati kala itu. Jika saja...

"Sa?"

Lamunan Sachi buyar saat suara dan tangan Ge di pipinya membuatnya sadar. Tangan ini akan selalu Sachi rindukan,. Tangan yang selalu merangkulnya, memberi kekuatan. Tangan yang selalu menghapus air matanya tiap kali Sachi sedih. Dan sebentar lagi, tangan itu bukan lagi milik Sachi. Suatu hari nanti, tangan itu akan merangkul perempuan lain seperti bertahun-tahun tangan itu hanya merangkul Sachi seorang. Suatu hari nanti, tangan Ge akan menghapus air mata perempuan lain seperti sebelumnya hanya menghapus air mata Sachi.

"Ge.."

Sachi terisak dan akhirnya melemparkan dirinya dalam pelukan Ge. Kali ini saja. Hanya kali ini saja, Tuhan, biarkan Sachi merasakan kehangatan dan kenyamanan ini untuk terakhir kalinya.

"Ge.."

Pertama kalinya setelah kejadian itu, Sachi menangis meraung di hadapan Ge. Bukan menangis diam-diam seperti yang selama ini selalu Sachi lakukan. Hari ini saja, untuk terakhir kali, Sachi membiarkan Ge mengangkat bebannya meski kali ini tidak akan terangkat sempurna.

"Sa, kita ga harus pisah. Masih ada jalan untuk kembali," bujuk Ge. Kalimat itu sangat menggiurkan bagi Sachi, namun Sachi kembali teringat perasaan bersalahnya dan mengingat ucapan Meiske tempo hari. Sachi menatap Meiske yang berdiri di kejauhan dengan Robert. Meiske memandangnya sedih. Sachi tau, tidak seharusnya dia membenci Meiske. Meiske menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Tapi Sachi tidak bisa menahan kebenciannya yang mulai terbentuk untuk Meiske.

MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang