Kenangan Keduabelas

396 37 7
                                    

Sachi berusaha.

Sungguh, Sachi berusaha untuk kembali menata hidupnya, tetapi ia gagal. Seminggu pasca perceraiannya, Sachi masih saja terpuruk.

Katakan kepada Sachi, bagaimana caranya tersenyum ketika satu-satunya hal yang mampu membuatnya tersenyum tidak ada? Bagaimana caranya berhenti merasa kosong ketika satu-satunya sosok yang membuatnya merasa penuh berada jauh darinya?

Jika ingin mengikuti keinginannya, Sachi ingin berhenti saja dari sifat sok pahlawannya. Sachi ingin egois. Keluar dari persembunyiannya, berlari kembali pada pelukan Ge, kembali menjalani hidupnya bersama Ge seperti sedia kala.

Tapi Sachi tidak bisa. Rasa bersalah mencekiknya hingga Sachi sulit bernafas setiap kali melihat wajah Ge. Bagaimana bisa Sachi menghancurkan harapan Ge untuk memiliki anak hanya karena kecerobohannya? Kebodohannya? Sampai matipun, Sachi tidak bisa memaafkan dirinya sendiri untuk itu.

Hari itu hujan. Tetapi rasa rindu Sachi pada Abichail mengalahkan cuaca buruk itu. Juga ketakutannya untuk bertemu Ge disana. Sachi pun mengunjungi makan Abichail, entah untuk keberapa kalinya. Ada perasaan sakit, namun juga senang dan nyaman setiap kali Sachi mengunjungi makam anaknya. Kedua perasaan yang bertolak belakang. Sachi berusaha menghindari sakitnya, namun dia juga membutuhkan perasaan senang dan nyaman itu. Maka Sachi berusaha berdamai, dan menerima rasa sakit untuk dapat mendapatkan rasa nyaman.

Sesampainya disana, langkah Sachi tertahan. Selama ini, Sachi berhasil mendatangi makam Abichail tanpa bertemu siapapun disana. Lagipula, hari ini hujan, Sachi yakin tidak ada siapapun disana. Tetapi Ge, sosok yang dirindukan hingga rasanya sakit, berlutut disana. Sachi menahan nafasnya tanpa sadar. Matanya dengan rakus memandangi sosok Ge.

Ge tampak jauh lebih kurus, dan kacau. Tidak berbeda jauh dengan dirinya. Hati Sachi kembali sakit mengingat segala kekacauan ini bersumber dari dirinya.

"Maaf, karena gagal mempertahankan mama.." suara Ge terdengar samar-samar dari tempat Sachi berdiri. Mata Sachi berkaca-kaca. Ge seharusnya marah. Ge seharusnya membencinya. Bukannya meminta maaf seperti itu di makam anak mereka!

Tanpa bisa ditahan, air mata kembali mengalir di kedua mata Sachi.

".... Kamu percaya kan, mama akan kembali?"

Sachi menutupi mulutnya, mencegah suara tangis pilu keluar dari bibirnya. Tidak, Ge tidak boleh mendapati Sachi disini. Sachi seharusnya pergi, tetapi kakinya tidak mau bergerak. Sachi tau, semakin lama dia disana, semakin sakit hatinya. Ge memang baik, terlalu baik.

Ge.. aku mohon jangan begini, mohon Sachi dalam hati. Sachi ingat, Ge selalu jatuh sakit setiap kali terkena hujan. Bagaimana jika pria itu sakit? Ge akan menjadi sangat manja dan merepotkan ketika sakit. Siapa yang nanti akan menjaga dan mengurus Ge jika ia sakit?

"Harus percaya, ya, Nak, seperti papa percaya pada mamamu. Kami mencintaimu."

Sachi berlutut seraya memegangi hatinya yang kembali remuk. Sakit, sakit sekali. Ge masih mencintainya. Bahkan setelah semua yang Sachi lakukan.

Mereka bisa saja bahagia. Keluarga mereka nyaris saja sempurna.

Aku mencintaimu, lirih Sachi. Aku mencintai kalian berdua.

***

Sachi lupa, kapan terakhir kali ia merasa seterpuruk ini. Saat Abichail menyatu dengan bumi? Saat perceraiannya dengan Ge?

Karena semenjak Ge kembali datang menjadi "sahabatnya", meskipun ada satu bagian di hatinya yang kosong, Sachi masih baik-baik saja. Hatinya tenang setiap menyadari Ge di sampingnya, menyadari Ge berada di dekatnya.

MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang