Part 8 Klub Jomblo Terhormat

7.2K 769 22
                                    


"Winda dijodohin sama anak buah papanya?" tanya Ratri.

Aku mengangguk, lalu menebarkan pandangan mataku ke sekeliling restoran. Sudah tidak ada antrean orang yang berdiri untuk bersalaman dengan pengantin atau mengambil makanan. Para pelayan sibuk membereskan piring kotor. Tapi, masih banyak orang yang berkumpul dalam grup-grup kecil. Ada yang mengobrol sambil menikmati makanan yang tersisa. Sebagian lagi asyik berfoto di pelaminan. Mereka merupakan keluarga besar pengantin dan bisa dikenali dari pakaian mereka yang seragam, kebaya biru untuk perempuan dan surjan biru untuk laki-laki. Aku melihat Winda turun dari pelaminan. Cewek berkebaya pink itu berjalan ke arahku.

Aku dan teman-temanku berdiri di dekat pintu keluar untuk mengobrol. Kami jarang bertemu. Komunikasi di antara kami hanya sebatas ucapan selamat hari raya dan ulang tahun atau kadang berkomentar di akun media sosial. Dulu kami bisa mengobrol mengenai apa saja, tapi sekarang aku merasa tidak menemukan topik obrolan.

"Masih jadi ketua klub jomblo terhormat?" tanya Ratri lagi.

Klub Jomblo Terhormat adalah nama yang kuberikan untukku dan teman satu geng jaman kuliah. Pada awal masuk kuliah kami merupakan sekumpulan cewek single, kecuali Ratri yang selama kuliah selalu punya pacar. Beberapa diantara kami bahkan menyandang status jomblo abadi, termasuk aku. Namun, ketika lulus kuliah aku bukan lagi seorang jomblo abadi. Meskipun aku kembali menjadi happily single hingga sekarang.

Kutarik pandangan mataku ke arah cewek berkulit hitam manis itu. Aku tahu ke mana arah pertanyaan ini. Pertanyaan menyebalkan yang perlu ditanggapi dengan balasan yang juga menyebalkan. "Yang nanya kapan nyusul harus bayar sejuta. Kalau enggak bawa duit tunai bisa transfer ke rekening BCA, BNI atau Mandiri."

"Seandainya tiap ada orang nanya kapan nyusul harus bayar sejuta. Aku bisa kaya," timpal Sarah.

"Aku baru mau nanya kapan kita jalan bareng?" ujar Kayla.

Kini tatapan mataku tertuju ke perut buncit temanku. "Kalau mbrojol di jalan gimana?"

Kayla mengelus perutnya. "Habis melahirkan."

"Kapan lahirannya?" tanya Winda yang sudah berdiri di samping Ratri.

"Bulan depan."

Obrolan pun berlanjut dengan topik tentang kehamilan dan melahirkan. Ratri yang bertindak sebagai pembicara karena dia sudah dua kali melahirkan. Aku, Mesti dan Sarah hanya diam.

"Anakmu yang paling kecil umur berapa, Rat?" tanya Winda sambil menunjuk seorang anak kecil laki-laki yang berlarian di luar. Bapaknya mengawasi sambil merokok.

"Tiga tahun."

"Gimana kabar para wanita karier?" Winda menunjukkan pertanyaan ini kepadaku, Mesti dan Sarah.

Sarah merapikan roknya. "Ya gitu, deh."

"Kapan cari jodoh?" tanya Kayla.

"Jika jodohku ada, aku enggak pengin ketemu sekarang. Aku enggak punya waktu buat dia," balasku.

"Masa kalau datang ditolak?" kata Winda.

"Katanya jodoh enggak bakal ke mana. Kalau ditolak bakal balik lagi, kan?"

Ratri tersenyum mendengar jawabanku. "Cewek langka kayak Nattaya harus dapat cowok langka mirip Rhandra."

"Jangan-jangan kamu belum move on dari Rhandra," tuduh Kayla.

"Gosip banget," balasku sebal.

Ketemu teman lama itu menyenangkan selama mereka tidak mengusik urusan pribadiku. Yang kuinginkan saat ini adalah cepat menyingkir dari tempat ini.

Young and RestlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang