Part 23 C'est La Vie

6.1K 449 34
                                    


Aku berdiri menghadap panggung mungil setinggi setengah meter yang didirikan di dekat Hotel Grand Hyatt. Panggung itu dihiasi botol plastik bekas berisi lidah mertua yang digantung di papan kayu hingga membentuk taman gantung mini. Pada bagian atas papan kayu ada logo Piurity Organics dan Bhumi Conservacy serta tulisan, "Penyerahan Donasi Kampanye #PiurityOrganicPeduliBumi." Pak Ronald dan Mr. Blake berdiri sambil membawa papan simbolis bertuliskan, "Donasi #PiurityOrganicPeduliBumi untuk Bhumi Conservancy Rp 50.000.000."

Kupegangi perutku yang kram. Hari ini merupakan hari pertama haid. Maunya sih sekarang aku nungging di dipan sambil memeluk guling, bukan berpanas-panasan di Bundaran HI. Tapi, acara ini merupakan batu loncatan untuk karirku. Target jumlah tagar dan donasi sudah terpenuhi. Selangkah lagi aku akan mendapat kenaikan gaji dan posisi. Yeay!

Pukul setengah enam pagi aku udah sampai di lokasi acara. Penyerahan donasi diawali dengan zumba bareng pengunjung CFD Jalan M.H Thamrin yang dipandu seorang instruktur. Kemudian, acara dilanjutkan dengan penyerahan donasi. Sekarang waktu untuk game dan kuis.

Aku melangkah di bawah sengatan sang surya menuju ke Indah dan Rani. Mereka bertugas membagikan tas belanja berbahan kain spunbond ke orang yang berlalu-lalang di bundaran HI. Pemandangan ini membuat kepalaku semakin berat.

Kepala kok nyut-nyutan gini?

Kuhentikan langkahku. Rasanya kedua kakiku kesusahan menopang tubuhku. Aku berusaha mempertahankan keseimbangan tubuhku. Tiba-tiba ada tangan yang terulur dan menjaga tubuhku tetap berdiri.

"Nat, kamu kenapa?" ujar sang pemilik tangan.

Aku menoleh.

Rhandra menatapku dengan wajah serius. "Mending kamu duduk dulu."

Kami duduk berdampingan di trotoar yang ada di dekat kami. Di kanan kiri kami, ada sejumlah orang yang sedang melepas lelah.

Rhandra menyerahkan dompet serut blacu warna krem. "Buat kamu. Kali aja kamu belum kebagian."

"Makasih." Kuterima dompet bertulisan "Bumi Conservancy" warna hijau itu.

Tanpa perlu membuka dompet aku sudah tahu isinya berupa dua sedotan stainless steel dan satu sikat sedotan. Benda-benda itu merupakan suvenir yang dibagikan pada jurnalis yang datang meliput hari ini, selain tas belanja berlogo Piurity Organic.

"Enggak pakai ceramah soal sampah plastik?" godaku.

Dia tertawa. "Aku tahu kamu udah ngerti bahaya sampah plastik tanpa perlu diceramahi. Kamu sakit?"

"Penyakit bulanan."

"Seharusnya kamu di rumah. Bukannya maksain kerja."

"Waktu berangkat enggak sakit, kok," ujarku.

Ponsel Rhandra berdering.

"Aku mesti ngecek sesuatu. Kamu enggak apa-apa, kan?" tanyanya setelah selesai menjawab telepon.

"Kamu pergi aja."

"Oke." Dia berjalan menjauh dan menghilang dari pandanganku.

Aku duduk sendiri hingga keseimbanganku berangsur-angsur pulih. Sayangnya, perutku semakin sakit. Aku pamit ke Rhandra dan mendekati Madam yang sedang mengobrol dengan Samudra di depan panggung. Semoga aku boleh pulang cepat.

"Kamu kok pucet banget?" Madam menatapku khawatir.

"Saya enggak enak badan."

"Kamu pulang duluan aja."

Young and RestlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang