Part 17 Ignis Fatuus

4.9K 624 11
                                    


Perennial Night Cream 50ML

Rp 559,000

Krim berbahan utama minyak geranium dan minyak almond manis yang bebas paraben, pewarna, pewangi, silicon dan vegan. Penggunaan secara rutin akan membantu menutrisi, melembabkan, meregenerasi sekaligus menyamarkan tanda-tanda penuaan pada kulit Anda di malam hari.

Jemariku berdansa di atas papan ketik laptop. Bu Mira memintaku untuk menulis deskripsi produk Perennial yang terdiri dari krim pagi, krim malam, krim mata, pembersih muka, toner dan serum. Produk anti-penuaan itu akan diluncurkan minggu depan. Selesai menulis rincian bahan kandungan dan menerjemahkan tulisan ke Bahasa Inggris, aku mengunggah tulisan beserta foto-foto produk ke situs Piurity Organics. Semua produk Perennial belum dijual dan diberi embel-embel "Coming soon" agar orang penasaran.

Calon pembeli bakal tertarik dengan iming-iming produk yang bisa mengurangi kerutan. Tolong jangan mempertanyakan kebenarannya padaku. Tugasku hanya membantu marketing untuk memberikan gambaran produk sambil menonjolkan selling point. Nilai jual ini akan merangsang perempuan insecure untuk merogoh kocek demi mendapatkan kulit idaman. Kupikir produk anti penuaan itu hanya ilusi yang diciptakan industri kosmetik. Seiring dengan bertambahnya usia, manusia akan mengalami perubahan. Mana ada manusia yang tidak mengalami keriput ketika tua? Dan, tidak ada produk yang bisa menghentikan kulit untuk menua. Hanya vampir yang tidak bisa menua. Kayak Eric Northman di serial True Blood yang hidup sejak jaman Viking, tapi tetap muda dan seksi. Sementara Alexander Skarsgard sekarang tambah tua karena dia manusia. That hot ah juicy, I mean ahjussi.

Suara pintu yang terbuka memindahkan perhatianku dari laptop. Kulihat Ibu berdiri di depan pintu sambil memegang iPad. Mbak Yah muncul dari belakang Ibu sambil membawa nampan. Rupanya sudah waktu makan siang ayam broiler.

"Main laptop terus. Bukannya tidur," omel Ibu.

"Kerja."

"Sakit kok kerja."

"Deadline." Aku mengamati semangkuk sayur lodeh, sepiring nasi dan ayam goreng yang diletakkan Mbak Yah ke atas meja belajarku. "Sayurnya banyak banget?"

"Biar cepat sembuh," jawab Mbak Yah.

"Harus habis. Sayur enggak doyan. Makanya sakit." Ibu duduk di sisi tempat tidur, sedangkan Mbak Yah meninggalkan kamarku. Selama aku sakit, Ibu memang selalu menemaniku makan siang. Kadang kami makan siang bareng sambil mengobrol. Ada kalanya aku makan sendiri, sedangkan Ibu membahas berita yang dia baca di internet.

"Ibu harus suka sama perempuan kayak gitu?" Ibu menyodorkan iPad. Aku melihat foto kuitansi pembelian kalung emas putih berliontin berlian seharga sepuluh juta. Pasti Ibu baru saja berlagak ala detektif untuk mencari tahu berapa banyak uang yang dihamburkan kakak sulungku untuk pacarnya.

"Dapat dari mana?" tanyaku sambil mengembalikan iPad ke Ibu.

"Ibu nemu di kamar Angga. Jatuh di lantai." Mata Ibu fokus ke tablet yang dia pegang. "Cewek macam apa itu?"

"Mas Angga itu cowok idaman bagi cewek yang cari ATM berjalan."

"Cewek matre dipacari. Dikasih barang mahal, hidup dibiayai terus ditiduri. Sama kayak pelacur."

"Berarti anak Ibu sama kayak pria hidung belang, dong."

"Kamu ngatain kakakmu pria hidung belang?!" ujar Ibu dengan nada tinggi. Ekspresi wajahnya mirip tante-tante antagonis di sinetron kerjar tayang waktu marah.

"Kan...."

Perdebatanku dengan Ibu terhenti karena dering ponselku. Kuamati nomor yang terpampang. Nomor asing.

Young and RestlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang