Hari sudah menjelang pagi. Awan malam pun sudah perlahan berganti menjadi terang. Udara yang sedikit dingin tak membuat seorang gadis dengan berbalut baju gamis dan dengan membawa perlengkapan sholat itu mengeluh. Beena Damara, gadis tersebut selesai melaksanakan ibadah subuhnya di masjid komplek rumahnya. Gadis itu melangkahkan kakinya menuju rumahnya yang tak jauh dari masjid.
Di hari minggu ini, Beena melakukan aktivitasnya seperti biasa. Membantu Ibunya adalah prioritas. Jika sudah selesai, dia memanfaatkan waktu santainya berkunjung ke rumah teman atau pun hanya sekedar menonton televisi di rumah. Dan jika sedang dalam mode rajin, maka dia akan mengerjakan tugas sekolahnya.
Tapi kali ini, dia hanya menonton tv di rumah. Ibunya baru saja keluar, beliau pergi ke acara pengajian rutinan yang di adakan di masjid. Sedangkan ayahnya sedang berada di halaman mencuci motornya.
Beena duduk diam di depan tv sambil menonton kartun Kiko. Si ikan yang berubah jadi manusia.
Dia tidak tahu harus melakukan apa, jemuran sudah dia urus pagi tadi. Jadi, dia memilih menonton tv saja dari pada bad mood sendirian di rumah.
Kalau saja jika dia tidak puasa, hm pasti dia sudah ngemil sambil menonton tv. Tapi, untuk hari ini Beena berniat untuk berpuasa.
Tok ! Tok ! Tok !
Terdengar ketukan pintu dari luar. Membuat Beena langsung berjalan menuju ke ruang tamu untuk membukakan pintunya.
Pintu itu terbuka, dan kedua mata Beena mendapati seseorang yang tak lain adalah Haidar. Ugh, dia memang akhir-akhir ini sering ke rumah gadis itu.
"Kak Idar? Ngapain kak?" tanya Beena langsung. Laki-laki itu menoleh kearah belakang dan mendapati Beena yang sudah berdiri di depan pintu. Pakaian yang Beena kenakan seperti biasanya dan Haidar hafal betul.
"Main lah, ini kan hari minggu. Kenapa? Ngga boleh gitu hm?" sahut Haidar setelah satu menit dia hanya bergeming di tempat.
"Ya engga gitu sih. Kan gue cuma nanya kak. Ya udah masuk, ngga cape apa kita berdiri dari tadi"
Gadis itu melangkahkan kakinya terlebih dahulu dengan disusul Haidar yang berada di belakangnya.
Anak laki-laki itu duduk di kursi tamu. Sedangkan Beena menuju ke ruang TV berniat untuk mematikan televisi nya. Daripada tidak di tonton dan menambah jumlah pemakaian listrik.Namun, niatnya tidak jadi. Justru Haidar lah yang mencegatnya. Anak laki-laki itu ternyata menyusul Beena secara diam-diam.
"Jangan di matiin. Nonton tv aja bareng-bareng. Tadi lo pasti nontonya sendirian. Nah kan sekarang udah ada temenya"
Ucap Haidar, setelah itu dia memposisikan dirinya duduk di sofa. Beena, gadis itu masih berdiri. Helaan nafas terdengar lirih. Namun beberapa detik gadis berkerudung itu pun ikut duduk di samping anak laki-laki itu. Namun ada jarak diantara keduanya.
Bersamaan dengan munculnya laki-laki paruh baya dengan membawa ember kecil yang di dalamnya terdapat kain yang masih basah. Haidar yang melihat kedatangan ayah Beena langsung menyambutnya dengan menjabat tangan laki-laki paruh baya itu.
"Eh, nak Haidar. Kapan kesini?" tanya ayah Beena, setelah berjabat tangan dengan pemuda tersebut. Haidar tersenyum.
"Baru, Pa. Bapak, tadi habis kemana? Kok Idar ngga liat?" sahut Haidar dan dia balik bertanya pada Rifki, ayah Beena.
"Bapak, tadi habis dari samping rumah. Habis nyuci motor di halaman samping" jawab Rifki tersenyum.
"Ya, udah monggo di lanjut nonton tv nya. Bapak mau kebelakang" Haidar mengangguk pelan.
"Na, Idar di kasih minum dong. Dia tamu lho"
"Dia mah, ngga usah di kasih minum juga ngga papa" jawab Beena terkesan meledek.
"Ee.. ngga boleh gitu. Kita itu harus melayani tamu, Na" kali ini Haidar dengan tatapan meledek ke Beena.
"Iya, Pa"
Beena mengangguk pelan dan menuruti kata ayahnya. Rifki berlalu pergi menuju belakang rumah. Sedangkan Beena menuju ke arah dapur. Dan Haidar pun kembali duduk dengan kedua matanya dia arahkan ke arah televisi yang masih menayangkan kartun.
Beena kembali dengan membawa nampan yang berisi segelas es teh dan sepiring roti cake.
"Tuh, kak. Diminum" celetuk Beena. Gadis itu langsung beralih ke arah televisi lagi. Haidar langsung meraih gelas dan meminum satu teguk saja. Setelah itu gelasnya dia taruh ke tempat semula.
Tangannya kali ini mengambil satu potong roti.
"Na, mau ngga?" Beena menoleh sebentar lalu menggeleng. Kemudian kembali ke arah televisi. Membuat Haidar berdecak. Dan kali ini dia mencoba menawari Beena lagi.
"Gue suapin deh, Na. Enak pasti kalo gue yang suapin" roti itu di sodorkan tepat di mulut Beena. Namun, lagi-lagi Beena menggeleng.
"Kalo lo ngga mau, ya udah deh biar gue yang makan" melihat Beena yang hanya diam saja dan tetap fokus kearah televisi membuat Haidar sedikit jengkel.
Roti tersebut di lahapnya dan dikunyah dengan tidak pakai perasaan. Sebenarnya, Beena sudah menahan tawanya dari tadi. Lagian, sudah di jawab tidak masih saja di tawari. Gadis itu lebih memilih menikmati acara kartunya daripada harus mengurusi laki-laki yang berada di sampingnya.
Dua jam sudah berlalu, dan waktu pun sudah menunjukan pukul 11.05 WIB. Dan Haidar masih berada di rumah Beena. Mereka berdua sudah berada di depan televisi selama dua jam. Tidak di sangka. Beena yang melihat gelas yang tadi dia sandingkan untuk Haidar sudah kosong dan di piring tinggal beberapa roti. Beena berinisiatif untuk menaruh nya di dapur.
"Kak, lo mau minum lagi ngga? Nanti gue isi ulang gelasnya" tawar Beena pada Haidar yang terlihat fokus pada tayangan ftv di televisi.
"Engga lah, gue ngga mau perut gue kembung. Lagian lo juga lagi puasa kan? Dari awal lo ngga bilang juga kalo lo lagi puasa. Kan gue kaya berdosa gitu, makan dan minum seenaknya" sahut Haidar. Sedangkan gadis itu mengangguk pelan. Langsung saja Beena melangkahkan kakinya menuju ke arah dapur. Dengan kedua tangan yang membawa nampan berisi gelas dan pirang di atasnya.
Beberapa menit kemudian, dia kembali lagi dan duduk di tempat semula. Kali ini, dia tolehkan kepalanya ke arah Haidar. Tanpa dia sadari bibirnya tersenyum kecil ketika melihat wajah Haidar dari samping. Nampak sangat tampan, ciptaan Tuhan di sampingnya itu. Namun, selanjutnya Beena tersadar dan beristighfar dalam hati.
'Astaghfirulloh, sadar Beena. Lo kan lagi puasa' pekik Beena dalam hati.
Gadis itu berdekhem pelan dan membenarkan posisi duduk nya. Hal itu membuat Haidar memperhatikannya."Kenapa?" tanya Haidar heran. Membuat Beena tergugup. Dia menampilkan deretan giginya berusaha untuk menutupi ke gugupanya.
"Kak, udah mau waktu dzuhur. Kakak ngga pulang gitu?" tanya Beena akhirnya.
Haidar tengah berpikir sejenak sebelum menjawab bertanyaan dari Beena.
"Lo ngusir gue?" Haidar malah balik bertanya pada gadis itu. Terlebih pertanyaanya membuat gadis itu menjadi tidak enak. Padahal niatnya bukan seperti itu.
"Engga, kak. Gue ngga maksud ngusir. Cuma, emang lo ngga bosen gitu duduk selama dua jam sambil nonton tv?"
"Engga. Kalo sama lo gue ngga bosen"
"Dih, kok gitu?"
"Iyalah, lo kan ngga ngebosenin. Makanya gue betah di samping lo"
Pernyataan barusan membuat Beena tertegun di tempat. Pipi gadis itu tanpa sadar sudah merona akibat ucapan Haidar.
"Ciee pipinya merah tuh" goda Haidar.
Beena langsung menutupi kedua pipinya dan membuang muka.
"Engga, ini cuma panas aja hawanya. Jadi pipi gue merah gini" elak Beena.
"Masa sih? Hahaha" goda Haidar lagi.
Kali ini Beena berdiri dari duduknya namun, entah kenapa kepalanya sedikit sakit dan penglihatanya pun buram. Gadis itu perlahan oleng dan ....
"BEENA!!"
Teriakan menggema terdengar dari mulut Haidar.
Notes : Maaf lama. Biasa mood nulis semakin berkurang. Mungkin updatenya ngaret terus.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEENA (Completed)
Teen Fiction"Lo itu bagaikan permen yang masih di bungkus rapi dan belum tersentuh oleh serangga, berbeda dengan permen yang sudah di buka bungkusanya. Mereka para serangga atau lebih tepatnya semut akan mendekatinya dengan banyaknya mereka. Jadi, intinya lo it...