Gadis itu terhenyak, dan langsung menjauhkan diri dari pemuda jangkung itu. Keadaan nya masih sama, air matanya masih membasahi kedua pipinya. Pemuda itu, masih berdiri di hadapan gadis yang tadi dia peluk. Walau sebenernya dia tidak tahu, kenapa dia memeluk gadis itu tiba-tiba? Bahkan dia seolah tidak peduli dengan keadaan sekitarnya. Dia merasa bersalah pada diri sendiri dan juga gadis yang ada di hadapanya. Karena memeluk gadis itu. Padahal itu sesuatu yang tidak boleh di lakukan.
Haidar menghela nafasnya dan menenangkan dirinya. Kedua matanya kini terfokus pada gadis yang berada di hadapanya. Terlihat teman-teman gadis itu berusaha untuk menenangkan Beena.
"Udahlah, jangan larut dalam kesedihan. Ngga baik, Beena"
"Udah dong jangan nangis"
Haidar menghela nafasnya, dan mencoba satu langkah mendekati Beena. Tangannya terulur pada bahu gadis itu. Membuat teman-temannya yang berada di sekitar Beena agak menjadi sedikit menjauh seolah-olah membiarkan kedua pemuda itu untuk memiliki waktu tersendiri.
"Hapus air mata lo__" Haidar menjeda ucapanya. Tangannya yang tadi terulur di bahu Beena berhanti menepuk pelan pundak gadis itu.
"Biarkan saudara lo tenang disana, dan jangan nangis lagi. Mungkin ini udah yang terbaik buat saudara lo, lo yang sabar" ucapanya lagi.
Beena, gadis itu menunduk. Air matanya masih mengalir. Haidar disana masih menepuk - nepuk pelan pundak Beena. Suasana di dalam kelas tersebut sunyi. Tidak ada suara sekali pun. Beberapa teman Beena yang disana, sedang di pikirannya masing-masing walaupun mereka juga merasa prihatin dengan temannya itu.
.
.Beena menunduk lesu dan melangkahkan kakinya tanpa minat kearah gerbang sekolah. Dia masih terbayang-bayang seseorang yang sudah ia anggap sebagai neneknya. Bagi Beena, beliau sangat berjasa sekali ketika dia masih kecil bahkan sampai sekarang pun masih. Dan hari ini, gadis itu mendengar kabar bahwa beliau sudah tidak ada. Beena merasa kehilangan beliau, karena Beena sudah menganggap beliau seperti neneknya sendiri.
Gadis itu menarik nafasnya dan membuangnya perlahan.
Pandangannya masih menunduk hingga dia tidak menyadari bahwa lima langkah di depan nya sudah berdiri seseorang yang sedang menunggunya. Dan Beena tersadar setelah kedua matanya mendapati sepasang sepatu sedang menghadang jalannya. Mau tidak mau gadis itu mendongkakan kepalanya hingga mendapati secara jelas siapa pemakai sepasang sepatu tersebut.
Sosok pemuda bertubuh jangkung berada tepat di hadapannya. Beena meringis kecil ketika tahu bahwa Haidar lah yang kini berada tepat di depan nya. Semburat merah langsung muncul di kedua pipinya. Tiba-tiba dia teringat perlakuan pemuda itu terhadapnya. Memeluk dia tiba-tiba dan bahkan Beena sangat sadar sekali dengan keberadaan teman-temannya disana. Membayangkan itu Beena menjadi malu dan ingin melupakan kejadian itu.
Apalagi sekarang jantungnya pun tiba-tiba berdetak lebih cepat. Dia benci ini. Benci situasi ini. Dan benci kenapa dia harus menyukai pemuda yang ada di hadapannya itu.
"K-kak, ngapain ada disitu?" Beena sebisa mungkin menutupi perasaan gugupnya terhadap pemuda yang ada di hadapannya.
"Ayo pulang sama gue" ucap Haidar.
Beena langsung menggeleng pelan. Dan berucap "Gue mau pulang naik angkot aja kak. Gue ngga mau ngrepotin"
"Ngga, lo harus pulang sama gue, Beena. Lo pulang sendirian kan"
"Ngga kak makasih atas tawarannya"
"Bagus deh. Haidar lo mending nganterin gue. Rumah kita searah. Hari ini gue ngga di jemput. Jadi gue nebeng lo ya"
KAMU SEDANG MEMBACA
BEENA (Completed)
Teen Fiction"Lo itu bagaikan permen yang masih di bungkus rapi dan belum tersentuh oleh serangga, berbeda dengan permen yang sudah di buka bungkusanya. Mereka para serangga atau lebih tepatnya semut akan mendekatinya dengan banyaknya mereka. Jadi, intinya lo it...